OUT-16

688 54 4
                                    

Wanita dengan rambut dikucir dengan ikatan agak melorot itu berjalan cepat dengan kedua tangan membawa kantung kertas. Dia menuju meja sekretaris di samping pintu dengan napas memburu. "Pak Lucas ada?"

Saria yang sebelumnya sibuk dengan pekerjaannya seketika mendongak. "Hah...." Dia sempat tersentak melihat penampilan wanita di depannya yang agak berantakan. "Ada perlu apa?"

"Ini urusan penting," jawab Vanel sambil melirik ke arah jendela yang tertutup. "Ada, kan?" Kemudian dia mengangkat kantung kertas itu dan berjalan menuju pintu.

"Ketuk pintunya dulu."

Vanel menuruti permintaan Saria. Namun, karena tidak sabaran dia segera membuka setelah mengetuk pintu tiga kali. Dia melihat Lucas yang duduk di sofa dengan berkas berjejer di atas meja.

"Sore, Pak!" Vanel mendekat dan meletakkan kantung kertas itu di atas meja.

Lucas mengangkat wajah saat tiba-tiba ada yang mendekat. Dia mengernyit mendapati wanita yang beberapa bulan ini jarang muncul di depannya. Sekarang wanita itu tampak berbeda. Rambutnya berantakan, matanya berkantung dan pipinya lebih tirus daripada terakhir bertemu.

"Ini penting," ujar Vanel kemudian duduk di depan Lucas. "Selama dua minggu saya menyelediki dan hampir nemui jalan buntu." Vanel menggeser sedikit berkas yang berada di meja dan mengeluarkan berkas dari kantungnya.

Lucas segera membereskan berkas di meja dan meletakkan di kursi samping. Barulah dia menatap ke arah berkas yang dibawa Vanel. "Apa?"

"Jumlah uang yang diterima Pak Rohiman berbeda dengan yang ditampilkan Bu Gandis." Vanel menunjuk beberapa kertas dengan tempelan bukti transfer. "Nih, pertama kali terjadi tahun dua ribu sembilan belas."

Sreeek.... Lucas merebut kertas itu dan melihat mutasi rekening dengan atas nama Pak Rohiman. "Lalu?"

Vanel mengambil kertas lagi dan menunjukkan ke Lucas. "Lama kelamaan dana semakin turun. Dan berakhir di nominal awal kantin di buka," ujarnya. "Jelas untuk tahun sekarang, nggak mungkin nyediain makanan dengan harga murah."

"Terus, alasan Pak Rohiman?"

"Saya sudah coba wawancarai pekerjanya." Vanel mengeluarkan sesuatu dari saku.

Mata Lucas tertuju ke diska lepas berwarna pink yang diulurkan Vanel. Dia menerima benda itu lalu beranjak. "Selama ini kamu nyelidiki sendiri?"

"Menurut Bapak?" tanya Vanel sambil duduk bersandar. "Dua minggu saya pontang-panting nyari tahu. Apalagi, Pak Rohiman sempat nggak ke kantin."

"Emang ke mana?"

"Katanya sakit." Vanel menjawab dengan pandangan menerawang. "Tapi, saya yakin pasti ada seseorang yang mengancam."

Tidak ada respons dari Lucas. Dia melihat video di diska lepas itu. Dia melihat wajah karyawan Pak Rohiman yang diwawancarai Vanel. "Kamu yakin ini akhirnya?"

"Iyalah," jawab Vanel sambil beranjak. Dia mendekati meja Lucas dan menatap ke layar komputer. "Coba di menit lima belas."

Lucas menurut. Dia melihat video saat makanan datang dengan fresh. Kemudian para karyawan mulai menata. Tak lama Pak Rohiman datang dan menambah sesuatu. "Ini ngapain?"

"Pak Rohiman sengaja bikin makanan biar agak asin, biar karyawan ada yang protes," ujar Vanel. "Dia nggak tahu lagi harus ngomong ke siapa tentang dana yang kurang itu."

"Dia bisa ngomong ke saya."

"Yakin?" Vanel menatap Lucas sambil menahan tawa. "Pak Rohiman bilang pernah mau ke ruangan Pak Lucas, tapi ada yang nyegat."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang