OUT-14

739 66 9
                                    

"Kata Pak Rohiman anggaran sama dengan empat tahun lalu."

Lucas mendengarkan ucapan Vanel dengan serius. "Nggak ada perubahan?"

Vanel menggeleng. "Pak Rohiman sebenarnya sudah usul untuk pembaruan kantin, tapi tidak ditanggapi."

"Usul ke siapa?"

"Hehe...." Vanel tersenyum samar. "Itu saya yang nggak tanya."

"Gimana bisa hal penting itu kamu lewatin?" Lucas bersandar sambil menghela napas berat. "Coba kamu cari tahu."

"Saya?"

"Iyalah. Kamu yang bertanggung jawab, kan?"

Vanel buru-buru menggerakkan tangan. "Saya nggak bisa langkahi Bu Asmiati."

"Menurutmu kinerja Bu Asmiati lebih bagus daripada kamu?"

"Emm...." Vanel tampak berpikir lalu menggeleng pelan. "Bu Asmiati sempat protes setelah tahu sistem kantin akan diubah."

"Nah, kenapa kamu nggak curiga?"

Vanel mengernyit. "Saya nggak gampang curigaan."

"Oh, ya? Kamu bahkan mencurigai saya bawa aura negatif."

"Pak, jangan ingetin itu," pinta Vanel sambil menahan malu. "Menurut Bapak, saya harus menyelidiki Bu Asmiati?"

Bibir Lucas berkedut. "Kamu suka sesuatu yang bikin penasaran?"

"Semua orang suka."

"Saya enggak!" jawab Lucas.

Vanel mendengus pelan. "Karena Pak Lucas beda dari kebanyakan orang."

"Menurutmu saya alien?"

"Hehe... Bapak sendiri yang ngomong," ujar Vanel. "Jadi, saya harus gimana?"

Lucas bersedekap. "Cari tahu semuanya. Kenapa kantin sekarang monoton dan seperti katamu, rasanya nggak enak."

"Baik, Pak."

"Bulan depan kantin bisa ada pembaruan."

"Yang bener aja!" Vanel tanpa sadar nyolot. Dia menutup mulut dan tersenyum saat Lucas menatapnya tajam. "Saya harus koordinasi dengan Pak Rohiman. Kan, beliau yang lebih mengerti soal kantin."

"Oke! Saya harap karyawan di sini mendapat fasilitas yang nyaman."

"Baik, Pak," jawab Vanel. "Sudah?"

"Menurutmu?"

"Sudah...." Vanel perlahan berdiri dan melirik ke kantung makanan yang tergeletak di meja. "Selamat makan, Pak," ujarnya sebelum pergi.

Lucas menatap ke arah pintunya yang masih tertutup rapat. Setelah dirasa Vanel telah pergi, barulah dia membuka kotak makan di depannya. Ekspresinya seketika berubah melihat nasi dengan tumis buncis, ayam dan jamur krispi yang berada di sampingnya. Lucas mengambil jamur krispi dan mencobanya. Seketika rasa rindu itu menyelinap.

Mama Lucas sangat pandai memasak. Dulu, Lucas hampir tidak pernah membeli makanan di luar, karena tidak ada yang mampu mengalahkan masakan mamanya. Memang, masakan mamanya kebanyakan masakan rumahan.

Dulu, Nuca sempat protes saat mamanya memasang sayur asem dengan celiman jamur krispi. Sekarang, Lucas tahu betapa berartinya masakan rumahan. Ketika dewasa, Lucas hampir tidak pernah memakan masakan rumahan karena selalu rindu mamanya.

"Ma, sekarang aku ngerti kenapa mama selalu masak masakan rumah," gumam Lucas dengan napas tercekat. "Biar kita selalu kangen rumah."

***

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang