OUT-41

574 52 4
                                    

Arloji berwarna hitam polos itu menunjukkan pukul lima kurang lima menit. Seorang lelaki berdiri di seberang kantor, menatap dari kejauhan. Belum ada karyawan yang keluar, membuatnya tersenyum samar. Itu artinya, para karyawan mematuhi peraturan meski kurang lima menit lagi jam pulang kantor.

Lucas berbalik dan masuk mobil. Dia memilih menunggu Vanel, setelah sebelumnya berbelaja kebutuhan lain. Dia pikir akan terlambat menjemput, ternyata tidak.

Drttt....

Ponsel di saku celana Lucas bergetar. Dia mengambil benda itu, merasa jika Vanel yang menghubunginya. Namun, begitu benda itu berada di tangan, bukan panggilan yang diharapkan. Lucas mulai mengangkat tombol hijau dan menempelkan ke telinga.

"Lo lagi di kafe depan kantor, kan?"

Lucas sontak menoleh. Dia melihat seorang wanita yang menyeberang sambil memegang ponsel. Pandangannya lalu teralih ke karyawan lain yang berbondong-bondong keluar. "Ya."

"Boleh ngobrol sebentar?"

Mata Lucas melirik arloji di tangan kiri. Sebelum-sebelumnya, Vanel selalu pulang terlambat. Sepertinya tidak masalah dia berbicara dengan Ageta. "Oke."

"Ya udah, ngobrol di kafe situ aja." Setelah itu sambungan terputus.

Lucas menjauhkan ponsel dan membuka chatroom-nya dengan wanita itu. Vanel tidak memberi kabar akan pulang jam berapa. Lantas, dia memilih mengabari lebih dulu.

Dap... Dap....

Perhatian Lucas teralih. Dia melihat Ageta yang mengetuk sisi kiri mobilnya. Dia segera memasukkan ponsel dan turun dari mobil.

"Selamat ulang tahun," ujar Ageta saat Lucas berjalan ke arahnya. Dia mendekat dan memeluk lelaki itu erat.

Lucas membiarkan Ageta memeluknya. Dia tahu itu sebagai ungkapan selamat. "Thanks...." Dia menepuk pundak Ageta lalu mengurai pelukan.

"Ayo, biar gue yang traktir."

"Di negara kita nggak gitu," ujar Lucas lalu berbalik. "Gue yang traktir."

Ageta menahan senyuman. Dia mengikuti Lucas sambil memperhatikan dari belakang. Lelaki itu memakai kaus panjang dengan bagian atas berwarna putih sedangkan bagian bawahnya berwarna hitam. Lucas juga mengenakan celana jeans panjang dengan bagian bawah yang dilipat. Di matanya, Lucas terlihat jauh lebih tampan.

"Mau pesen apa?" tanya Lucas setelah berdiri di depan meja kasir.

"Samain kayak lo."

"Nasi bakar?" Lucas ingat dengan cerita Ageta jika nasi bakar di kafe depan sangat enak. "Sama kopi?"

Ageta mengangguk. "Terserah lo," jawabnya lalu memilih tempat duduk yang agak privat. Dia meletakkan tas di kursi sebelah kemudian duduk. Saat itulah dia melihat Lucas berbalik dan berjalan ke arahnya.

Lucas duduk di depan Ageta yang tersenyum. "Lo nggak perlu repot-repot ngasih gue kado," ujarnya. "Gue udah nggak pernah rayain ulang tahun."

"Gue nggak ngerasa repot."

"Kenapa sekarang lo kasih tahu?"

Pikiran Ageta seketika tertuju ke notes yang ditinggalkan. "Hafal banget sama tulisan gue, ya?"

"Kita udah kenal dari lama, Ta," ujar Lucas. "Gue udah cukup hafal sama tulisan lo."

"Boleh nggak kalau gue seneng?"

Tidak ada tanggapan dari Lucas. Dia memandang wanita yang dari sepuluh tahun lalu selalu memberinya kado setiap ulang tahun. Dulu, tidak banyak yang tahu hari ulang tahun Lucas. Dia selalu menulis tanggal lain jika diharuskan mengisi biodata. Sampai akhirnya, Ageta menemukan dompetnya yang terjatuh ketika acara puncak OSPEK. Saat itulah wanita itu tahu tanggal ulang tahunnya yang sebenarnya.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang