OUT-32

647 57 8
                                    

Tenggorokan Vanel terasa kering. Dadanya terasa sesak. Matanya terasa perih. Efek setelah kebanyakan menangis.

Sisa perjalanan ke apartemen, Vanel habiskan dengan menangis dan berteriak. Sampai-sampai Lucas harus mengemudi dengan satu tangan sedangkan tangan satunya menutup telinga. Namun, Vanel tidak begitu memedulikan itu. Dia meluapkan kemarahan dan kesedihannya terhadap Ando.

Sekarang, Vanel berbaring di ranjang setelah dibantu oleh Lucas. Dia masih memakai setelan kantor yang mulai terasa tidak nyaman. Namun, dia terlanjur malas untuk beranjak.

"Sial, Ando bikin gue kayak gini!" Vanel menghapus air mata dengan punggung tangan.

Sebelumnya, Vanel bertekad tidak akan menangisi Ando lagi. Tetapi, sangat susah. Perasaannya sangat sensitif. Menonton drama dan ada adegan sedih saja bisa membuatnya begitu histeris. Apalagi, sekarang dia merasakan sendiri.

Vanel membayangkan posisi Ando. Mungkin selama ini lelaki itu tertawa karena dia gampang dibodohi. Vanel sadar, terlalu mudah percaya ucapan Ando. Mungkin saja ucapan itu sudah disiapkan Ando untuk mengincar targetnya.

"Cewek mandiri? Usaha sendiri? Haha. Bullshit!" teriak Vanel tak suka. "Jaga komitmen? Nabung? Bikin rumah? Mikir masa depan? Haha, kampret lo."

Wajah Vanel memerah karena emosinya yang bergejolak. Sekarang, dia merasa geli jika mengingat ucapan Ando. Berbeda dengan dulu yang menganggap Ando gentle. "Ternyata lo ngincer cewek tajir, kan?" Kedua tangan Vanel terkepal memikirkan hal itu.

Vanel tidak mencari tahu sebelumnya, apakah Ando tahu dia berasal dari keluarga berada atau tidak. Mengingat saat kuliah tidak banyak temannya yang tahu kondisi keluarganya. Namun, bisa jadi Ando bisa menebak karena penampilannya.

Vanel memang tidak bisa melihat barang lucu yang menarik perhatiannya. Dia akan membeli itu berapapun harganya. Sedangkan Ando mungkin sudah riset barang-barang yang sering dipakai wanita kaya. Bisa jadi.

"Aaah... Sial!" Vanel memukul ranjang dengan kedua tangan. "Gue bahkan hampir masuk ke jebakan kedua. Gila!"

Ingatan Vanel berkelana saat galau mengetahui usaha Ando sebelumnya. Andai saat itu dia gegabah, pasti sudah menerima Ando. Untungnya saat itu pikirannya mengambil alih. Vanel mengusap kening, pusing memikirkan itu.

Tok... Tok... Tok....

Pandangan Vanel teralih. Dia melihat pintunya terbuka sedikit dan ada seseorang yang mengintip. Vanel segera menghapus air matanya dan menatap ke arah jendela.

"Makanannya udah dateng," ujar Lucas sambil berjalan masuk. Dia membawa kantung makanan itu ke meja dan membukanya. "Mau makan di situ atau di sofa?"

"Aku males gerak."

Lucas mengeluarkan dua kotak makan itu lalu menghadap Vanel. Wanita itu masih mengenakan setelan kantor dengan rambut yang kian berantakan. "Mau aku bantu ke kamar mandi?" tanyanya sambil mendekat.

Vanel mencoba bangkit. Dia memandang Lucas lalu merapikan rambut yang pasti berantakan. "Aku bisa sendiri."

"Nggak usah sok kuat." Lucas mendekati ranjang dan menggendong Vanel. Dia berjalan menuju kamar mandi lalu mendudukan di closet duduk. "Perlu apa lagi?"

"Emm...." Vanel melirik ke kimono handuk yang menggantung. "Itu...."

Lucas mengambil kimono handuk berwarna biru tua. "Terus?"

"Udah."

"Terus, mandinya?" Lucas melirik bilik shower. "Kamu ada kursi plastik?"

"Nggak ada," jawab Vanel. "Aku bisa pakai bathtub aja."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang