OUT-22

708 67 5
                                    

Projek yang ditangani Lucas sebelumnya sudah berakhir. Biasanya dia akan fokus dengan projek lain. Namun kali ini, dia tidak bersemangat. Rencananya untuk cuti setelah projek sebelumnya, gagal karena Nuca.

Brak....

Lucas menutup pintu ruangan lalu berjalan menuju sofa panjang. Dia baru saja meeting dan mendapat projek untuk pembangunan sebuah mal. Kepala Lucas mendadak pusing, tentu saja jika dia sudah memutuskan terlibat maka sebisa mungkin akan diselesaikan.

"Sialan lo, Nuca!" geram Lucas sambil mengeluarkan ponsel. Dia kembali menelepon adiknya, berharap kali ini ada jawaban.

Tut... Tut... Tut....

"Aah!" Lucas menggeram tertahan. Dia meletakkan ponsel di samping tubuh lalu menyandarkan kepala. Tangannya menggaruk pipi, efek alergi itu kembali terasa.

Lucas tanpa sadar menggaruk pipinya dengan keras. Dia lupa tidak membawa salep itu. Setiap kena panas, pasti rasa gatal itu akan muncul.

Tok... Tok... Tok....

"Masuk!" Lucas duduk tegak sambil berhenti menggaruk, meski rasa gatal itu kian menyiksa.

"Katanya lo cuti? Kenapa masih kerja aja?"

Pandangan Lucas tertuju ke Ageta yang membawa beberapa tumpukan map. "Gue nggak bisa ninggalin kantor sebelum Nuca balik."

Ageta geleng-geleng, ingat dengan adik Lucas yang sangat berbeda itu. "Dia ke mana lagi? Liburan? Atau kabur kayak zaman kuliah dulu?"

"Tahu, deh. Nggak pernah dihubungi." Lucas mengambil berkas di depannya dan membukanya. "Apa, nih?"

"Laporan pengeluaran buat training nanti."

Bahu Lucas turun. Rencana untuk membuka lowongan pekerjaan harus ditunda karena masalah Bu Gandis waktu itu. Dia membuka proposal dan melihat anggaran yang tertera. "Terus, perbaikan kantin?"

"Di map yang ini." Ageta menunjuk map berwarna putih. "Oh, ya, tim penanggung jawabnya beneran Vanel?"

"Ya. Dia yang memulai, harus dia juga yang dikasih tanggung jawab."

"Tapi, yang gue lihat dia masih selengekan."

"Buktinya dia bisa nyelidiki kasus Bu Gandis."

Ageta mengangguk pelan. "Iya juga, sih."

"Karyawan lain banyak yang sibuk. Lagian, semua hal yang berhubungan sama kesejahteraan karyawan urusan mereka."

"Okelah. Nurut kata lo aja," jawab Ageta lalu menatap arloji yang telah menunjukkan pukul dua belas. "Jam makan siang, nih. Mau makan bareng?"

Lucas menutup berkas di depannya karena tidak kunjung konsentrasi. Dia duduk bersandar, menatap Ageta yang duduk santai. "Enggaklah. Nanti aja."

"Pipi lo kenapa itu?"

"Alergi."

"Strawberry?" tebak Ageta. "Gimana bisa lo kecolongan makan strawberry?"

"Gitulah!" Lucas mengacak rambut. Saat makan pudding, dia ingat Vanel terus berbicara. Hingga dia tidak menyadari ada potongan strawberry di campuran pudding-nya.

"Oh, ya, kalau Nuca udah balik, lo mau cuti?" Ageta menegakkan tubuh dan menatap Lucas serius.

"Iya. Rencana itu udah lama tertunda."

Ageta menarik napas panjang. "Beneran mau nyari cewek?"

"Iyalah, meski nggak bisa langsung serius."

"Lo yakin?" tanya Ageta tak percaya. "Lo bisa nyari cewek baru terus coba kenalan?"

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang