OUT-19

680 70 6
                                    

Tut... Tut... Tut....

Sudah empat hari Nuca tidak bisa dihubungi. Lucas sudah mengerahkan segala cara untuk mencari. Tetapi, tidak berhasil. Tiga sahabat Nuca tidak ada yang tahu lelaki itu ke mana. Lucas bahkan menelepon penjaga rumah di Bali, tapi Nuca ternyata tidak kembali. Hal itu membuat Lucas kian was-was.

Sekarang hari Sabtu, Lucas berharap adiknya itu segera kembali agar dia bisa benar-benar bisa cuti. Sungguh, Lucas sudah muak mengurus pekerjaan. Karena pikiran jenuhnya, dia sampai tidak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya. Sekarang, dia merasa di titik terendah. Dia butuh melakukan hal yang berbeda agar kembali bersemangat.

"Awas, ya, lo Nuca!" geram Lucas sambil bangkit. Dia menatap arloji yang baru menunjukkan pukul enam pagi. Dia lupa semalam tidur jam berapa. Satu yang dia rasakan, kepalanya terasa agak berat dan matanya terasa perih.

Lucas beranjak, membasuh wajah dengan air dingin kemudian berganti pakaian. Jika sudah tidak bertenaga seperti ini, dia harus olahraga untuk mengembalikan stamina. Sebelum rasa malas itu mengambil alih.

Tak sampai lima belas menit, Lucas sudah berada di luar apartemen dengan kaus tanpa lengan dan celana panjang berwarna hitam. Di lehernya melingkar handuk putih dan di telinganya terdapat earpod dengan musik pelan. Kemudian, Lucas mulai berlari.

Jalanan di Sabtu pagi agak lenggang. Lucas merasa aman berlari di pinggir jalan jika kondisi sangat sepi. Dia mulai menambah kecepatan saat tubuhnya mulai terasa hangat. Tak lama, keringat di pelipisnya mulai turun.

Satu jam kemudian, tubuh Lucas terasa panas. Keringat bercucuran membasahi wajah hingga bagian dada. Dia mengusap handuk itu ke wajah dan berjalan cepat.

Drtt....

Samar-samar, Lucas merasakan getar ponsel. Dia menekan tombol di earpod-nya kemudian terdengar suara. "Halo," ujarnya.

"Halo, Nak Lucas."

Langkah Lucas seketika terhenti. Dia mengeluarkan ponsel dan melihat deretan nomor yang hampir dia hafal. "Ya, Om."

"Lagi sibuk?"

Lucas mengantongi ponsel kemudian lanjut berjalan. "Lagi jogging aja," jawabnya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya meski belum tahu tujuan lelaki itu menelepon.

"Maaf sebelumnya, rencana kenalan sama anak saya sempat tertunda."

Lucas tidak merasa kecewa atau apapun. Justru dia senang. "Oh, nggak masalah, Pak."

"Anak saya katanya sibuk," jawab lelaki itu. "Kalau nanti malam bagaimana, Nak? Biar Om yang urus semuanya. Kamu tinggal datang."

Langkah Lucas seketika terhenti. Haruskah dia menemui? Lucas ingat ingin berkenalan dengan seseorang untuk mengubah kehidupan sosialnya. Ditambah, akhir-akhir ini dia sangat jenuh. "Bisa, Om. Nanti kirim saja alamatnya."

"Ah, syukurlah. Nanti Om hubungi lagi." Setelah itu sambungan terputus.

Lucas kembali berlari. Ada keraguan yang tiba-tiba muncul. Dikenalkan seseorang untuk hubungan asmara, biasanya dia selalu menolak. Namun, kali ini dia tidak setega itu menolak. Meski yakin, akhirnya nanti akan menolak juga.

***

"Pa! Yang bener aja."

"Dia udah mau!"

Vanel berbaring tengkurap di ranjang dengan wajah mengantuk. Sebelumnya dia masih tidur, saat getar ponsel itu tak henti bergetar. Akhirnya, dia mengangkat panggilan. Tidak tahunya, papanya berusaha menjodohkan.

"Nanti papa kasih tahu tempatnya. Kamu cuma perlu dateng," ujar Papa Vanel. "Jangan sampai nggak dateng, apalagi coba pakai baju nggak sopan."

"Hehe...." Vanel terkekeh, ingat terakhir kali saat mengenakan kaus kebesaran. Justru di saat seperti itu dia bertemu Ando dengan wanita lain.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang