OUT-29

637 57 9
                                    

Kaki Vanel masih terasa bergetar. Padahal, sudah lima belas menit berlalu setelah ciuman itu. Rasanya sangat berbeda dengan ciuman sebelumnya yang agak ragu. Ciuman kedua, terasa lebih meyakinkan.

"Kamu bikin sendiri?" Lucas telah menghabiskan sepotong sandwich dan mengambil potongan lain.

Vanel mengangguk. "Iya. Enak?"

"Semua orang pasti bisa bikin."

"Setidaknya hargai, kek!" Vanel mendengus karena Lucas kembali berbicara ketus.

Lucas terkekeh geli melihat Vanel yang cemberut. Dia berdiri dan membungkuk ke depan. Lantas dia mengecup kening Vanel. "Udah."

"Eh...." Vanel memegang kening lalu menunduk. "Seneng banget cium-cium?"

"Nggak juga."

"Barusan, cium lagi."

Lucas kembali duduk dan melanjutkan makan. Ada rasa canggung yang terus melingkupi. Selain itu, dia merasa sekujur tubuhnya berbeda. Ada sesuatu mendebarkan yang sebelumnya tidak pernah dirasakan.

"Setelah ini kamu ngapain?" tanya Vanel sambil mengedarkan pandang. Apartemen Lucas terlihat rapi, berbeda dengan apartemennya.

"Nggak ngapa-ngapain. Sengaja nggak bikin rencana."

Pandangan Vanel kembali ke Lucas. "Sebulan cuti, kamu nggak mau pergi ke mana gitu?"

"Saya kepikiran ke Bali."

"Aaaa. Pengen!"

Lucas melihat kedua tangan Vanel yang saling menggenggam di depan dada. "Kamu banyak kerjaan," ingatnya. "Besok ada penerimaan karyawan baru, kan?"

"Ah, iya!" Vanel menjauhkan tangan yang bertaut kemudian menelungkupkan kepala di atas meja. "Kamu nggak mau ajak?"

"Enggak," jawab Lucas apa adanya. Dia yakin, Vanel tengah membujuknya agar bisa liburan. "Ambil cuti sendiri."

"Bu Asmiati nggak mungkin ngizinin." Vanel duduk tegak, menatap Lucas yang begitu menikmati makanannya. "Tapi, kalau nggak sibuk ambil cuti, deh."

"Pengen banget ke Bali?"

"Iya." Vanel mengangguk sambil menunjukkan wajah polosnya.

"Berangkat Jumat malam, kan, bisa. Minggu malam baru balik."

"Ah, iya! Kok nggak kepikiran?"

"Karena kamu lemot!"

Vanel melotot. "Tapi, kayaknya nggak cukup, deh. Minimal seminggu kalau ke Bali," ujarnya. "Tapi, daripada enggak."

"Ya, coba aja." Lucas melahap potongan sandwich terakhir lalu beranjak. Dia mengambil kotak susu lalu mengambil dua buah gelas. "Mau minum juga?"

"Tentu," jawab Vanel sambil melihat susu cokelat yang mulai mengisi gelas. "Kamu kapan berangkat ke Bali?"

"Selasa pagi, mungkin."

"Besok jadi tenis?"

"Jadilah. Udah janjian juga." Lucas mendorong segelas susu cokelat ke Vanel dan menuang ke gelasnya sendiri. "Yakin, nggak mau ikut tenis lagi?"

Vanel menggeleng pelan. "Besoknya pasti tepar."

"Lemah!"

"Nggak lemah, cuma kurang latihan aja," ujar Vanel tak terima. "Tapi, kalau nonton doang boleh nggak?"

Lucas melirik Vanel yang menatap penuh harap. Dia menegak minumannya dan tidak begitu memedulikan Vanel. Namun, wanita itu terus menatapnya. "Nggak boleh."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang