OUT-46

580 53 4
                                    

Beberapa saat sebelumnya.

Sejak kantin dirombak, tempat menjadi rame. Banyak karyawan yang nongkrong di sana. Bahkan saat berdiskusipun beberapa tim memilih di tempat itu. Tidak ada larangan untuk mengunjungi kantin di jam kerja. Tentu saja mereka tidak akan bisa memesan makanan, karena baru disajikan saat jam istirahat.

"Hmm. Udangnya enak banget." Sanya melahap udang goreng tepung lalu menyendok nasi. Setelah itu dia memakan kerupuk bawang. "Coba," pintanya sambil menatap Vanel.

Vanel makan tidak begitu semangat. Dia penasaran apa yang dilakukan Lucas. Apakah lelaki itu semakin bersemangat bekerja? Atau justru mengalami kesusahan setelah mengambil cuti? Jika itu yang dialami Vanel, pasti sudah mengeluh capek.

"Woy!" Sanya menggerakkan tangan ke dapan wajah Vanel. "Gue ambil, nih, udang lo!" Kemudian dia mengambil alih udang itu.

Tidak ada respons berarti dari Vanel. Dia menyendok nasi hingga mulutnya penuh lalu makan kerupuk. Sedangkan matanya masih terlihat melamun.

"Woy! Fokus makan."

"Gue nggak bisa dibikin penasaran," ujar Vanel lalu mengambil gelas berisi es jeruk. Dia menegak hingga tandas lalu mengusap sudut bibirnya. "Doain gue berhasil."

Sanya melongo melihat Vanel yang bertingkah aneh. Temannya itu tiba-tiba pergi dengan langkah terburu-buru. "Doain?" gumamnya. "Wah, jangan-jangan dia mau nemuin Pak Lucas." Mendadak dia panik.

Benar, Vanel ingin menemui Lucas. Bagaimana bisa lelaki itu kembali dan tidak menyempatkan diri menemuinya? Weekend kemarin, Vanel bahkan tidak keluar apartemen karena berharap Lucas akan datang. Ternyata, berakhir sia-sia.

Sampai di lantai lima, Vanel berjalan pelan sambil mengedarkan pandang. Ruangan lain terlihat kosong. Lantas Vanel mempercepat langkah hingga melihat meja Saria yang juga kosong. Dia tersenyum samar, merasa rencananya berjalan mulus.

Vanel melangkah ke pintu, hendak mengetukknya. Sayangnya, terdengar suara obrolan dari dalam.

"Nanti sepulang kantor mampir beli kado dulu?"

Mata Vanel terpejam sambil mendekatkan telinga ke pintu. Dia mencoba mengenali suara yang tidak asing itu, sayangnya dia lupa.

"Lihat nanti, deh!"

Kali ini Vanel tahu, suara itu milik Lucas. Dia memegang gagang pintu dan semakin menempelkan telinga. Sayangnya, suara di dalam semakin pelan.

Tiba-tiba, pintu itu ditarik. Vanel yang masih memegangi gagang pintu besar itu seketika tertarik. "Eh... Eh...." Dia bergerak maju dengan posisi miring. Beruntung, dia tidak sampai tersungkur. "Huh...." Vanel menghela napas pelan lalu mengangkat wajah.

Pandangan Vanel tertuju ke Ageta yang menatapnya aneh. Kemudian dia melirik ke dalam, mendapati Lucas yang duduk dan tengah menatapnya. "Hehe. Saya pikir Saria ada di dalam," jawabnya sambil menahan malu. Tetapi, setidaknya dia bisa memberi alasan yang lebih masuk akal.

"Udah jelas-jelas mejanya kosong. Kenapa malah deketin pintu?" tanya Ageta curiga.

Vanel perlahan berdiri tegak dan melepas pegangannya. Dia menatap Lucas yang tidak beranjak. Namun, dia merasakan tatapan lelaki itu begitu tajam. Vanel perlahan mundur dua langkah hingga Lucas tidak begitu terlihat.

Ageta masih menatap Vanel yang tiba-tiba panik. "Ada sesuatu, kan?"

"Tidak...." Vanel menggeleng pelan.

"Ya udah. Terus, ngapain masih di sini?"

Vanel membungkuk lantas berbalik. Sebelumnya dia merasa akan berhasil, tapi gagal total. Dia menepuk kening beberapa kali lalu berjalan cepat menuju lift.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang