OUT-12

746 65 8
                                    

"Siapapun tolong gue!" Langkah Vanel mulai terseok saat Ando menariknya semakin kencang. Dia mengedarkan pandang, tapi basement begitu sepi. Bahkan, Sanya juga tidak kunjung muncul.

"Naik!"

Vanel tersentak saat Ando tiba-tiba melepas cekalannya. Dia melihat lelaki itu yang menatapnya tanpa senyum. "Kalau gue nggak mau?"

"Please. Gue cuma mau jelasin semuanya."

"Kalau gitu jelasin di sini!" pinta Vanel sambil bersedekap. Dia enggan pergi berdua bersama Ando, khawatir hatinya akan luluh. Dia yakin, semua lelaki pasti pintar merayu dan hampir semua wanita mudah dirayu.

"Oke, kalau lo mau ngomong di sini!" Ando mengacak rambut lalu menghela napas panjang. "Gue sama Bu Gandis nggak ada hubungan."

"Kalau nggak ada hubungan kenapa jalan bareng?"

"Sama kayak lo yang jalan sama Pak Lucas."

Tubuh Vanel menegang. Dia menurunkan kedua tangan dan meremas sisi roknya. "Gue sama Pak Lucas nggak ada apa-apa."

"Tapi, kenapa pergi berdua? Dua kali."

Vanel mengerjab. "Siapa yang ngasih tahu lo?"

"Anak-anak banyak yang lihat lo semobil sama Pak Lucas!"

Wajah Vanel memerah. Mengapa Ando justru menyalahkanya? Padahal, seharusnya lelaki itu menjelaskan lebih dulu. "Gue nggak ada hubungan apa-apa."

"Tapi, di restoran lo jalan sama dia!" jawab Ando. "Lo pikir gue nggak cemburu?"

Hati Vanel sedikit lega mendengar kalimat terakhir Ando. Andai hubungan mereka baik-baik saja sudah pasti dia memeluk lelaki itu. Sayangnya, kali ini tidak seharusnya dia bahagia.

"Lo janjian sama Pak Lucas di restoran itu, kan?" Ando menatap Vanel dengan wajah memerah. "Kalau lo nyari yang kayak Pak Lucas gue mundur."

"Duh! Kok gini, sih?" Vanel menggaruk kepala. Harusnya dia yang marah, tapi lelaki itu malah membuatnya bimbang. "Jangan bahas yang lain. Jelasin hubungan lo sama Bu Gandis gimana?"

"Gue nggak ada hubungan!"

"Bisa dipercaya?"

Ando mengangguk dengan wajah serius. "Gue bisa akrab sama Bu Gandis setelah ATM gue keblokir, tapi belum sempet ke bank. Gue minta tolong dia biar dapet gaji cash," ujarnya. "Sejak saat itu gue sering tanya dia, lo tahu sendiri di kantor kita nggak ada gaji cash."

"Bener?"

"Iya, Sayang."

Pipi Vanel memerah. Sebenarnya dia sebal ke dirinya sendiri yang dengan mudah luluh. Namun, dia juga tidak bisa membohongi perasaannya.

"Terus, soal di restoran Bu Gandis traktir gue," ujar Ando. "Nggak cuma gue aja kok yang dateng. Anak-anak lain juga. Lo keburu pergi."

"Gue lihat kalian cuma berduaan!"

Vanel dan Ando menoleh mendengar suara yang menginterupsi. Mereka mengerjab, melihat seseorang yang duduk di kap depan sambil bersedekap. Vanel yang menyadari itu Lucas seketika mendekat.

"Van! Gue bisa jelasin!" Ando hendak menggapai, tapi wanita itu lebih dulu pergi.

"Pak Lucas udah lama di sini?" tanya Vanel sambil menatap Lucas.

Lucas mengangguk. "Saya lihat kamu deketin motornya," ujarnya sambil menunjuk Ando. "Terus, kamu diseret."

"Kenapa Bapak nggak nolongin saya?" Vanel ingat saat berteriak meminta tolong, tapi basement begitu sepi.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang