OUT-13

763 58 6
                                    

Bip....

Vanel mendorong pintu dan mengintip ke depan lemari sepatu. Dua pasang sepatu yang sebelumnya tergeletak, kini tidak terlihat. Dia mengembuskan napas lega kemudian memutuskan masuk. Dia melepas sepatunya yang kotor karena tadi sempat terlepas. Kemudian melepasnya dengan kasar.

"Sial bener," keluh Vanel sambil menuju kamar. Dia melepas tas dan melempar ke ranjang. Setelah itu memilih ke kamar mandi.

Tiga puluh menit kemudian, Vanel merasa segar setelah berendam dengan air hangat. Dia duduk di sofa walking closet dan melihat pergelangan kakinya yang terdapat baret kecil. Dia yakin pasti terkena ujung heels-nya saat Ando menariknya.

"Cowok itu bener-bener kesetanan," geram Vanel. Dia beranjak dan memutuskan ke ranjang.

Drttt....

Samar-samar, Vanel mendengar getar ponsel. Dia mengeluarkan tas dan melihat nama Sanya. Seketika wajahnya memerah. "Ke mana aja lo?" teriaknya setelah mengangkat panggilan. "Sahabat macam apa?"

"Perut gue mules, Van," jawab Sanya. "Gue lama di toilet. Mana lo ditelepon nggak bisa-bisa."

Vanel berbaring di ranjang sambil menghela napas berat. "Ando kesetanan."

"Lah? Lo diapain?"

"Dipaksa ikut dia," ujar Vanel lalu bergidik. Andai tadi Lucas tidak menyuruhnya menendang, pasti dia tidak berbuat apa-apa karena pikirannya tertutup oleh rasa takutnya.

"Wah, tuh, cowok nggak bener berarti."

"Duh! Kok bisa dulu gue tergila-gila sama dia?"

"Hahaha. Cinta emang nutup semuanya, sih," jawab Sanya. "Tapi, lo baik-baik aja, kan?"

Vanel sebenarnya ingin menceritakan tentang Lucas, tapi takut Sanya kaget. Terlebih jika respons temannya itu berbeda dengan harapan. "Nggak apa-apa."

"Sekarang berhenti cari gara-gara, deh."

"Gue nggak cari gara-gara, ya!" jawab Vanel tidak terima. "Gue bakal tetep buat Ando nyesel. Cuma, gue nggak akan pilih tempat sepi."

"Van, pikirin keselamatan lo."

"Iya, tapi juga harus mikirin hati gue!" Vanel menatap langit-langit dengan tajam. "Dia harus sakit hati, kayak yang gue rasain."

"Yang penting lo harus hati-hati."

Vanel mengangguk. "Lo juga jangan ngilang-ngilang," pintanya lalu memutuskan sambungan. Dia meletakkan ponsel di samping kepala lalu memejamkan mata.

***

Tiga tahun lalu.

Wanita dengan kemeja berwarna denim dan rok A line berwarna putih berdiri di depan sebuah restoran. Dia menatap ponsel, membaca pesan terakhir dari lelaki yang mengajaknya keluar. Lima menit berlalu, tapi lelaki itu belum juga muncul.

"Vanel!"

Perhatian Vanel teralih. Dia melihat Ando memakai kemeja lengan pendek dan celana krem panjang serta sepatu putih. Vanel tersenyum melihat penampilan Ando yang lumayan rapi, berbeda dengan sebelumnya yang mengenakan kemeja panjang yang dibuka dengan dalaman kaus. "Hai...."

"Kenapa nggak nunggu di dalem?" tanya Ando sambil membuka pintu. Dia menggerakkan tangan, meminta Vanel berjalan lebih dulu.

Vanel tersenyum mendapati tindakan itu. Dia memilih meja paling dekat lalu Ando duduk di sampingnya. "Baru pulang kerja?"

"Yah, tapi sempet pulang bentar kok." Ando menatap Vanel yang tampil cantik dengan rambut diikat sebagian. "Kalau lo?"

"Emm, udah seminggu ini gue resign," aku Vanel. "Masih belum cari yang lain."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang