OUT-23

718 67 13
                                    

"Bentar, Pak. Kaki saya lemes banget," keluh Vanel lalu memeluk Lucas dari belakang.

Tubuh Lucas terasa kaku karena pelukan Vanel. Ditambah, tubuhnya mulai terasa panas.

Pandangannya lalu tertuju ke perutnya. Ada sepasang tangan yang melingkar di sana.

Plak.... Lucas memukul tangan Vanel.

Seketika Vanel melepas pelukan. Dia menatap Lucas yang berbalik dengan bibir mengerucut. "Kasar banget ke cewek."

"Lagian ngapain meluk-meluk?" tanya Lucas tak suka.

Vanel menyandarkan punggungnya di tembok lalu membungkuk. "Saya beneran ketakutan," ujarnya. "Ternyata dia buntuti."

"Kamu nggak sadar dibuntuti?"

"Enggaklah. Kan, saya fokus nyetir," jawab Vanel sambil menggerakkan tangan ke depan mata. "Kalau nggak fokus saya nabrak."

Lucas geleng-geleng. "Lelaki itu kayaknya nggak bener."

"Saya rasa juga gitu." Vanel mengakui itu. "Ando kayaknya nekat terus deketin saya."

"Kamu harus hati-hati," pesan Lucas lalu berjalan menuju lift.

"Makasih, Pak." Vanel menatap Lucas dengan senyum tulus. "Dua kali Pak Lucas nolongin saya dari Ando."

Lucas menggedikkan bahu. "Saya yang apes ketemu kamu."

"Enak aja!" geram Vanel sambil menghentakkan kaki. Dia melangkah mendekat dan sengaja menempelkan lengannya di lengan Lucas. "Kita buktiin, kita sama-sama bawa sial atau enggak."

"Caranya?"

"Kita coba saling dekat dan lihat apa yang terjadi selanjutnya."

Lucas menggeleng. "Nyari kesempatan buat dekat saya?" Kemudian dia menatap pintu lift yang terbuka.

"Enggak!" ujar Vanel sambil menahan tangan Lucas. "Biar kita nggak saling nuduh saling bawa sial."

"Kamu dulu yang mulai."

"Ya udah, kita buktikan kalau masing-masing nggak bawa sial." Vanel melangkah masuk tanpa melepas pegangannya.

Lucas ikut masuk dan menatap tangan dengan kuku lentik lengkap dengan kutes berwarna krem itu. Kemudian dia menatap Vanel. "Kamu lagi nggak deket siapapun?"

Vanel menggeleng. "Tiga tahun saya buang-buang waktu buat Ando."

"Salah sendiri."

"Ya gimana? Cinta!" jawab Vanel serius. "Sekarang enggak lagi. Saya nggak suka orang selingkuh sama pemaksa. Dia ngelakuin itu semua."

Lucas menarik bibir ke dalam melihat Vanel yang bersungut-sungut. "Salah sendiri kurang tegas."

"Pak Lucas nggak pernah jatuh cinta, ya?" Vanel menatap Lucas yang terkesan menyalahkannya. "Kalau lagi jatuh cinta, nggak akan tahu dia buruk. Semuanya, ketutup sama cinta."

"Saya nggak pernah jatuh cinta."

"Serius?" Satu tangan Vanel yang bebas menarik pundak Lucas agar menghadapnya. "Sekalipun? Kalau naksir cewek?"

Lucas mencoba mengingat masa remajanya. "Kalau kagum pernah, tapi nggak pernah saya lanjutin."

"Wah." Vanel menjauhkan kedua tangannya dan menutup mulut. "Bapak normal, kan?"

"Menurutmu?" geram Lucas sambil menghadap Vanel.

Vanel memaksakan senyuman. "Jangan dengerin omongan saya."

"Saya sudah terlanjur denger." Lucas melangkah mendekat dan membuat Vanel terpojok.

Napas Vanel tercekat melihat tatapan tajam Lucas. Dia mendorong pundak lelaki itu dengan jari telunjuk yang tentu saja tidak memberikan efek. Kemudian dia menatap ke arah lain sambil menyilangkan kedua tangan ke depan tubuh. Dia mulai merasakan hawa di sekitar cukup panas, berasal dari tubuh Lucas.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang