OUT-53

605 59 6
                                    

"Iya, Sayang! Nanti aku ke tempatmu. Jangan kangen gitu."

Lucas mengusap telinganya yang pasti memerah mendengar gombalan Nuca. Bukannya tidak suka, tapi muak mendengar kalimat manis yang diucapkan adiknya. Ah, dari dulu adiknya memang bermulut manis, sedangkan dia bermulut pedas.

"Bye, Sayang. Love you!"

"Hate, you!" balas Lucas sambil beranjak. Dia mengambil cangkir dan meletakkan di mesin kopi.

"Gue mau kopi juga."

"Bikin sendiri!" Lucas menatap cairan kehitaman yang keluar dan berpindah ke cangkir. Setelah tidak ada air yang keluar, dia mengangkat cangkir itu. Dia berbalik, melihat Nuca yang berbaring di sofa. "Balik sana!"

Nuca mengangkat tangan, menatap arloji. "Sekarang jam makan siang."

"Ya udah, temui pacar lo sana."

"Yakin boleh? Tapi, bisa jadi gue nggak balik."

"Gue pecat!" Lucas duduk di sofa single dan menyeruput kopinya. Dia heran, akhir-akhir ini adiknya itu terus bermain ke ruangannya dan selalu menelepon sang pacar.

Nuca menatap abangnya yang menurutnya tampan. Wajah abangnya meningatkannya dengan sang mama. "Lo suka cewek itu, kan?"

Lucas melotot karena Nuca terus mengajukan pertanyaan berulang. "Enggak!"

"Mau sampai kapan lo hidup sendiri?" tanya Nuca sambil bangkit. "Gue pengen lo dapet cewek yang bisa nemenin lo."

"Mungkin belum saatnya."

"Umur lo udah berapa, Bro?" ingat Nuca. "Nggak semua hal bisa lo rencanain dan sesuai rencana lo. Cewek itu, bukan tipe idaman lo?"

Lucas meletakan cangkir kopi di atas meja. "Ujungnya kita milih yang nyaman, kan?"

"Dia nggak bikin lo nyaman?"

"Gue nyaman deket dia," ujar Lucas. "Gue nggak ada pengalaman bahagiain cewek gimana. Gue takut...."

"... nyakitin?" tebak Nuca. "Mending mana lo lihat cewek itu sama cowok lain, terus dibuat sakit hati? Pasti ujungnya kita ngerasa lebih baik dari cowok itu."

Kalimat Nuca mengenai hati Lucas. Benar, dia marah ketika Ando menyakiti wanita sebaik Vanel. Namun, dia membiarkan Vanel begitu saja. "Menurut lo gue harus bertindak?"

"Iyalah! Jangan sampai dia diambil orang lain," tekan Nuca. "Lo bakal kecewa, kalau cewek itu berpaling. Pasti lo mikir, andai gue berani deketin pasti dia masih sama gue."

Lucas mengacak rambut. Pikiran buruk itu seketika bermunculan. "Gue sadar, nggak seberani itu deketin cewek."

"Bukan waktunya lagi lo menghindar. Lo harus kejar dia!" Nuca memberi semangat ke kakaknya yang begitu bodoh dalam urusan asmara. "Kalau dalam hal ini gue lebih jenius daripada lo. Jadi nurut aja."

Lucas mendengus. Memang kenyataannya seperti itu.

***

Tok... Tok... Tok....

Ketukan heels di ujung tembok itu terdengar nyaring. Seorang wanita yang mengenakan celana jeans dengan blouse berwarna krem dengan hiasan pita di bagian lengannya berdiri menatap basement yang sepi.

"Ck! Inget banget gue, dia tadi pergi sama timnya," gumam Vanel.

Vanel menatap arloji yang mulai menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit. Dia sudah memastikan jika Lucas sebenarnya belum pulang. Karena itu, dia memilih menunggu.

"Gini banget ngejar cinta!" Vanel berdiri tegak dan menatap dua kantung belanjaan yang tergeletak. Sepulang kerja, Vanel bergegas ke apartemen untuk membersihkan diri. Setelah itu dia berbelanja dan menunggu Lucas.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang