OUT-18

725 62 6
                                    

Seharian, Vanel menjadi sasaran gosip karyawan di kantor. Tentu saja mereka membicarakan sikap Lucas ke Vanel. Ternyata, jauh lebih banyak yang membicarakan Vanel daripada Lucas. Para karyawan seolah enggan bergosip hal buruk tentang bosnya yang tampan itu.

"Jadi, gosip tadi bener?"

Vanel menatap Sanya yang memakan bakso dengan kuah agak merah itu. Dia menyantap bakso dengan kuah bening miliknya. "Bener," jawabnya apa adanya.

"Wah. Lo beneran deket sama Pak Lucas?" Sanya menatap temannya dengan kagum. "Akhirnya, bakal ada karyawan yang bikin Pak Lucas jatuh hati."

"Jatuh hati apanya?" tanya Vanel tidak terima. "Kenapa semua orang lebih ngomongin gue daripada Pak Lucas?"

"Emang, ceritanya gimana?"

Vanel menatap Sanya penuh pertimbangan. Akhirnya, dia menceritakan kejadian di ruang kerja Lucas. "Mungkin karena dia khawatir, jadinya nyamperin."

"Tanda-tanda, nih!" Sanya menunjuk Vanel dengan senyum samar. "Berawal dari khawatir, berubah menjadi cinta."

"Mikir lo kejauhan."

"Nggak ada yang salah, kali."

Vanel tidak menggubris ucapan Sanya. Dia melanjutkan makan dengan lahap. Dia butuh energi, yakin saat kembali ke kantor masih banyak karyawan yang akan menatapnya penasaran. Jangan tanyakan duo Jeli, mereka sudah dari awal menatap Vanel penuh selidik. Vanel sampai risih karena terus diperhatikan.

"Udah, yuk, balik!" Vanel berdiri setelah menghabiskan seporsi bakso. Dia mengambil ponsel yang tergeletak dan membawanya, tanpa menunggu Sanya yang belum menghabiskan makanannya.

"Ck! Selalu aja gue ditinggal," keluh Sanya lalu buru-buru berdiri. Dia menyeruput es teh yang tersisa kemudian mengejar Vanel.

Vanel berjalan di trotoar dengan sinar matahari yang sangat terik. Dia memposisikan kedua tangan di atas kepala sambil mempercepat langkah. Di belakangnya, dia mendengar suara langkah Sanya.

"Van, tunggu!" Sanya berlari kecil hingga di samping Vanel. "Aduh, perut gue kayak ditusuk."

"Makanya cepet ke ruangan," jawab Vanel sambil berbelok ke kantor. Ketika melihat karyawan yang berada di depan, Vanel segera menurunkan tangannya. Para karyawan yang sebelumnya duduk santai itu seketika menatap.

Sanya yang melihat kejadian itu menahan tawa. "Lo berasa artis dilihatin."

"Mereka baru tahu kalau gue cantik." Vanel terkekeh setelah mengatakan itu. "Udah, ayo!" Dia mengamit lengan Sanya dan berjalan cepat menuju lobi.

Perjalanan menuju lobi sampai ruang kerja cukup aman. Tidak banyak karyawan yang menghabiskan waktu kerjanya di lobi. Terlebih, jam berakhir makan siang masih beberapa menit lagi. Biasanya para karyawan akan kembali di menit-menit terahir.

"Loh? Apa, nih?" Vanel berjalan menuju meja kerjanya dan melihat sebuah kotak makan.

"Jangan-jangan dari Pak Lucas."

"Jangan ngaco."

"Terus, siapa coba?"

Vanel membuka kotak makan itu dan mendapati menu nasi padang. Lantas dia mengedarkan pandang, ruangan masih sepi. "Masa gue harus cek CCTV biar tahu siapa yang ngirim?"

"Nggak perlu. Udah pasti dari Pak Lucas," jawab Sanya. "Makan, deh. Hargai yang ngasih."

"Kayaknya nggak mungkin." Vanel menutup kotak makan itu dan mengangkatnya, mencari notes yang mungkin sengaja disembunyikan. Sayangnya, tidak ada petunjuk apapun.

Sanya memperhatikan Vanel yang masih penasaran. "Udah, anggap aja itu dari Pak Lucas," ujarnya. "Tahu gitu kita tadi nggak buru-buru keluar."

"Beneran mau cuti?" Suara tidak asing itu kemudian terdengar.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang