OUT-26

641 52 4
                                    

"Besok saya jemput," ujar Lucas sambil mengusap puncak kepala Vanel.

Vanel menjauhkan tangan Lucas dan kembali menyantap makanannya. Dia mencoba melahap sedikit nasi lalu melirik Lucas yang masih berdiri di sampingnya. "Iyalah jemput. Kita satu tower."

"Pinter juga. Saya pikir lupa."

"Kalau nggak pinter, nggak mungkin keterima di kantor situ," jawab Vanel sambil menyenggol perut Lucas. Dia pikir, lelaki itu akan menjauh, tapi tetap di posisinya. "Makan sana!" pintanya sambil mendorong Lucas.

Lucas menarik tangan Vanel yang mendorongnya. Dia memposisikan tangan itu ke atas meja, barulah kembali ke kursi. "Kenapa kamu kerja di kantor?" tanyanya sambil melanjutkan makan. "Kenapa nggak kerja di tempat papamu?"

Vanel mengangkat bahu. "Udah nyaman di sini."

"Bukannya nggak enak tinggal sendiri?"

"Ada enaknya kok," jawab Vanel.

"Sudah berapa lama kamu kerja di kantor?" Lucas tidak ingat dengan Vanel, karena karyawannya memang banyak. Tidak mungkin dia menghafal satu persatu. Andai hari itu Vanel tidak menabraknya, mungkin sampai detik ini dia tidak akan tahu wanita itu.

"Emm, lupa!" jawab Vanel asal-asalan. Tentu saja dia enggan memberi tahu detailnya.

"Ya udah, saya bisa cari tahu sendiri."

"Coba."

Lucas menatap Vanel yang terkesan menantang. "Om Faruk kayaknya nggak tahu kamu kerja di kantor," ujarnya. "Sengaja nyembunyiin?"

Vanel menatap Lucas lelah. "Mau makan atau ngobrol?"

"Makan sambil ngobrol."

"Ck!" Vanel memotong daging rendang dengan kasar, hingga bumbu rendang itu muncrat hingga ke kausnya. Seketika Vanel melirik Lucas yang menahan tawa. "Apa?" Dia mengedarkan pandang mencari tisu.

Tanpa suara, Lucas berdiri dan menuju ruang tengah. Dia mengambil tisu yang tergeletak lalu kembali ke hadapan Vanel. "Tisu dapur habis. Saya lupa belum belanja."

"Saya nggak tanya itu."

"Ya udah, jawab pertanyaan saya."

Vanel memilih membersihkan noda kemerahan di kausnya. "Pokoknya rahasia."

Mata Lucas memicing. "Atau, kamu ngejar-ngejar Ando?"

"Kenapa mikirnya kayak gitu?" tanya Vanel mulai kehilangan kesopanannya.

Lucas menahan tawa melihat Vanel yang mendadak panik. Artinya benar bukan? "Ah, jadi sampai segitunya ngejar Ando?"

"Enggak. Saya emang pengen aja kerja di sana."

"Sebelumnya kerja di mana?"

"Di tempat asuransi. Nggak perlu detailnya," jawab Vanel lalu melahap nasi dengan kasar. Barulah dia menggigit rendang yang membuat kausnya kotor itu.

"Berarti emang bener, ngejar Ando."

"Nggak gitu!"

"Terus, kenapa panik?" Lucas mengedipkan mata melihat Vanel yang melotot. "Jujur aja. Nggak masalah."

Vanel membuang muka. Dia mengunyah makanan di mulut sambil menahan emosi. Entah kenapa, dia merasa Lucas akan mentertawakannya. Iya, dia mengaku terlalu banyak effort demi cintanya ke Ando.

"Sabtu pagi biasanya kamu ngapain?" tanya Lucas mengalihkan pembicaraan.

"Tidur."

"Selain tidur?"

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang