OUT-10

765 59 7
                                    

"Lo jahat!"

Ando menarik tangan Vanel hendak mengajaknya keluar. Namun, Vanel menarik tangannya dan tetap berdiri di posisinya. "Gue bisa jelasin, Van."

Vanel menatap Ando tak suka. Dia menatap wanita dengan terusan berwarna marun yang memperhatikannya itu. "Kalian pacaran?"

"Iya!" Wanita itu menjawab.

"Enggak, Van," jawab Ando sambil menggeleng.

"Kamu yakin milih wanita itu daripada aku?"

Ando seketika menatap Gandis, karyawan bagian keuangan yang datang bersamanya. Dia kembali duduk saat melihat tatapan tajam wanita itu. "Nanti gue jelasin."

"Nggak ada yang perlu dijelasin." Gandis mendongak, menatap wanita yang sering dilihat di kantor. Bahkan, wanita itu memiliki reputasi buruk di depan karyawan lain. Yah, tentu saja dia tahu karyawan yang sering gonta-ganti pakaian bermerek yang sering dibicarakan. "Dia pacar gue."

Kedua tangan Vanel terkepal. Kakinya bergetar, hampir kehilangan keseimbangan. Namun, dia berusaha sekuat mungkin agar berdiri tegak. "Sejak kapan?"

"Emm... Dua tahun lalu." Gandis melirik Ando yang diam tidak berkutik. "Kenapa?"

"Usia kalian jauh."

"Ya, tapi Ando cinta gue. Gimana, dong?" tanya Gandis. "Ando tahu kok kalau umur gue sekarang tiga puluh tujuh."

Vanel menatap Ando dengan air mata menetes. "Lo bilang mau jaga komitmen."

"Hahaha...." Gandis tertawa tertahan.

"Van! Gue bisa jelasin." Ando berdiri, tapi Gandis menarik tangannya lagi.

Napas Vanel tercekat. "Lo bilang mau bangun rumah buat gue?"

"Ando udah punya rumah. Lo nggak tahu?"

"Gandis!" Ando menatap Gandis, berharap wanita itu diam. Kemudian dia menatap Vanel yang menatapnya kecewa.

Vanel sungguh tidak percaya telah dibodohi habis-habisan oleh Ando. Dia percaya saat lelaki itu ingin berusaha dengan usahanya sendiri. Dia percaya saat lelaki itu ingin menabung masa depan untuk menikah. Dia percaya saat lelaki itu meminta merahasiakan kedekatan mereka agar tidak ada yang mengganggu. Dia percaya semua perkataan Ando. Namun, ternyata, Ando melakukan itu agar kedoknya tidak terbongkar.

"Van, gue bisa jelasin semuanya," pinta Ando sambil berdiri. Kali ini Gandis tidak mencoba menahan. Ando seketika memegang pundak Vanel. "Lo mau dengerin penjelasan gue, kan?"

Vanel menatap Ando sambil tersenyum. "Gue pikir lo cowok yang berbeda, tahu!" ujarnya serius. "Ternyata, lo sama aja kayak cowok lain."

"Gue nggak gitu."

"Lo mau ke dia karena cinta atau gimana?" Vanel menatap Gandis yang terlihat biasa saja. "Atau karena dia kaya?"

"Van!" Ando mencengkeram pundak Vanel.

Vanel menyentak tangan Ando, merasakan pundaknya mulai perih. Dia mundur selangkah dan menatap Ando dengan senyum sinis. "Kalau lo cinta gue nggak akan marah."

"Udah. Kita bahas ini nanti."

"Tapi, kalau lo deketin dia karena kaya, gue pengen ketawa." Vanel geleng-geleng. Dia mengeluarkan usaha agar Ando melihatnya sebagai seorang Vanel, bukan anak orang kaya. Ternyata, Ando justru mengincar anak orang kaya. Di satu sisi Vanel bersyukur karena belum membuka rahasianya ke Ando.

"Van. Udah, ya," pinta Ando sambil mengedarkan pandang. Para pengunjung mulai memperhatikan. Bahkan satpam yang berjaga mulai mendekat.

Vanel maju selangkah lalu mendorong kening Ando. "Cowok bego!" Setelah mengucapkan itu dia berbalik dan menjauh.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang