OUT-45

565 44 5
                                    

Tidak terasa, cuti Lucas berakhir. Sebenarnya, dia harus kembali bekerja sekarang, hari Jumat. Namun, hari ini dia justru baru kembali. Entahlah, terlalu lama cuti membuatnya enggan ke kantor. Selain itu dia merasa tidak apa sesekali mangkir dari kerjaan. Biar adiknya itu tahu apa yang dirasakannya dulu. Nuca, lebih sering mangkir dari kerjaan dan membuatnya frustrasi. Dia yakin, hari ini Nuca akan seperti itu.

Bip....

Lucas masuk apartemen dan merasakan hawa di dalam begitu pengap. Dia sengaja membuka pintu dan melepas sepatunya. Hawa di ruang tengah kian terasa pengap, membuatnya refleks menutup hidung. Lantas dia menuju kamar, meletakkan tas dan kantung putih yang berada di pundak dan membuka pintu balkon. Setelah itu menyalakan AC.

Sambil menunggu hawa di sekitar menjadi lebih baik, Lucas memilih berdiri di balkon. Langit sore berwarna jingga terlihat indah. Namun, jelas berbeda dengan pemandangan di Ubud yang asri.

Lucas teringat, biasanya dia pulang dari sanggar bersama Bli Made. Kadang kala mereka naik motor, tapi seminggu belakangan dia memutuskan naik sepeda. Rasanya mengasyikkan. Terlebih saat angin berembus pelan dan sisa sinar matahari yang menghangatkan.

Drttt....

Ponsel di saku celana Lucas tiba-tiba bergetar. "Pasti Nuca," gumamnya seraya mengambil ponsel. Nuca calling. Dugaannya benar.

"Apa?" tanya Lucas dengan enggan.

"Kok tadi nggak ke kantor?"

"Lo biasanya juga kayak gitu, kan?"

"Rencana gue jadi gagal, Bang!" keluh Nuca.

Lucas berbalik, menyandarkan pinggulnya di pagar pembatas. "Lo juga sering bikin rencana gue gagal. Nggak usah protes."

"Tumben lo balas dendam?"

"Pengen aja," jawab Lucas lalu menahan tawa. "Tapi, akhirnya beres, kan?"

"Beres sih. Cuma...."

Tubuh Lucas seketika kaku. "Cuma apa?"

"Hehe... Enggak," jawab Nuca. "Bentar lagi gue ke tempat lo. Bawa oleh-oleh, kan?"

Lucas mencoba berpikir tidak ada masalah yang ditimbulkan Nuca. Perhatiannya lantas tertuju ke tas dan kantung yang tergeletak di dekat pintu. "Bawa."

"Ya udah, gue ke tempat lo." Setelah itu sambungan terputus.

Lucas menurunkan tangannya yang membawa ponsel dan berjalan masuk. Dia meletakkan ponsel di pinggir ranjang dan membuka kantung putih berisi oleh-oleh. Dia mengeluarkan dua box pie susu pesanan Nuca. Kemudian, pandangannya teruju ke dua box yang tersisa.

"Huh...." Lucas mengambil dua box itu dan berjalan keluar. Dia tidak tahu wanita itu sudah pulang kantor atau belum. Namun, dia tetap menuju unit apartemennya.

Saat sampai di depan pintu apartemen Vanel, Lucas meletakkan dua box itu di depan pintu dan memencet tombol. Bukannya menunggu, dia justru berbalik ke arah lift. Cemen memang, tetapi Lucas bingung harus bersikap bagaimana lagi saat berhadapan dengan Vanel.

Sejak saat itu, mereka tidak komunikasi. Sempat Lucas terpikir untuk menghubungi lebih dulu. Sayangnya, dia tidak pandai memilih topik pembicaraan. Hingga rencana itu urung terlaksana.

***

"Strawberry itu enak banget, tahu! Kasihan orang yang alergi strawberry."

"Bener!" Sanya mengangguk sambil memakan strawberry dengan ujung diberi lelehan cokelat. "Asem manis gimana gitu."

Vanel memakan buah strawberry berukuran agak besar dengan pandangan menerawang. Dia rindu ke lelaki yang alergi strawberry, tapi dia tidak melakukan apapun. Bukan ciri khasnya sama sekali. Biasanya jika rindu, dia masa bodoh dibilang agresif atau apapun. Dia lebih memilih menemui dan menuntaskan rasa rindunya.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang