OUT-35

631 57 7
                                    

Hari Kamis, Vanel memutuskan bekerja. Dia merasa kondisi kakinya sudah lumayan. Bahkan bengkak itu sudah mulai kempes. Dia tidak enak terlalu lama izin. Terlebih, hari ini mulai sibuk memilih kandidat untuk calon pegawai baru.

"Pasti nanti banyak yang ngelihatin," gumam Vanel sambil menatap tongkat dan kakinya yang terbebat.

"Nggak apa-apa. Kan, emang sakit."

Pandangan Vanel teralih ke lelaki yang memakai sweater berwarna hijau lumut di depannya. Dia tersenyum melihat lelaki itu sedang menyeduh kopi. Lucas terlihat begitu menikmati saat menyeruput kopi tanpa gula itu. "Emang enak kopi tanpa gula?"

"Mau coba?" Lucas mendekatkan cangkirnya ke Vanel.

Vanel seketika bergerak mundur. "Aku nggak suka pahit."

"Saya juga nggak suka pahit, kecuali kopi."

"Terus, kamu sukanya apa?"

"Yang penting rasanya seimbang. Nggak terlalu harus suka yang manis atau gurih." Lucas menyeruput kopinya lagi.

Pagi ini, Vanel dibantu Lucas memasang kain pembebat di kakinya. Saat lelaki itu datang, untungnya dia sudah bersiap-siap. Vanel yakin, Lucas pasti akan mengomel jika belum mempersiapkan diri.

"Udah jam berapa sekarang?" Lucas teringat harus mengantar Vanel. Dia mengedarkan pandang, melihat jam meja di atas kulkas. "Ayo! Udah jam delapan kurang lima belas."

"Nanti aja."

"Nanti telat!"

Vanel menggeleng tegas. "Kalau berangkat jam segini, pasti rame."

"Kalau agak siang juga rame," jawab Lucas.

"Maksudku lobi."

"Lobi?"

"Iya!" jawab Vanel. "Kalau lebih dari jam masuk, lobi pasti sepi. Emang kamu mau karyawanmu tahu lagi nganterin aku?"

Lucas tidak berpikir ke arah sana. Tentu saja sebelumnya dia tidak terlalu memedulikan kapan lobi sedang ramai dan tidak. "Tapi, saya nggak suka kamu telat."

"Telat sudah seperti separuh nyawaku."

"Aneh...."

"Beneran!" Vanel mengangguk sambil menahan tawa. "Dulu, tuh, mama sampai dipanggil ke sekolah. Karena tiap hari aku telat."

"Dan kamu bangga?"

"Aib, sih," jawab Vanel pelan. "Tapi, itu bisa jadi pengalaman seru. Buktinya, aku bisa cerita ke kamu."

Lucas geleng-geleng. "Kalau sama saya, dilarang telat." Dia menyeruput kopinya lagi lantas berdiri. "Ayo!"

"Ah, bentar dulu." Vanel menggapai sandwich yang tersisa dan memakannya. Namun, tiba-tiba ada yang merebut sandwich itu. Vanel mendongak, melihat ekspresi Lucas yang tampak serius.

"Ayo," putus Lucas sambil membantu Vanel berdiri. Saat wanita itu mendak protes, dia segera memasukkan sandwich itu ke mulutnya.

Vanel melotot karena tindakan itu. Dia mengambil sandwich dari mulutnya dan mencoba berdiri tegak. "Nggak kasar juga, kali."

Tidak ada tanggapan dari Lucas. Dia menyerahkan tongkat ke Vanel lalu mengamit lengannya. "Nanti bakal lembur?"

"Mungkin," jawab Vanel. "Kan, harus seleksi siapa yang udah lamar."

"Pilih yang terbaik."

"Tentu...."

Beberapa saat kemudian, dua orang itu sudah berada di mobil. Vanel melahap sandwich-nya sambil melirik Lucas yang fokus mengemudi. "Ehm...." Vanel mengusap leher karena tenggorokannya tercekat. "Tadi, nggak bawa minum."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang