OUT-34

630 58 10
                                    

Vanel kembali ke rumah sakit, kali ini ke rumah sakit yang lebih besar. Dokter memeriksa kakinya, untungnya tidak terjadi hal yang serius. Hanya saja, mungkin proses pemulihan jadi agak lama. Dokter juga menyarankan Vanel untuk memakai tongkat sebagai pegangan.

"Coba pakai."

Pandangan Vanel tertuju ke tongkat berwarna putih dengan empat kaki yang terlihat kokoh. Dia menggapai tongkat itu dan mencoba berdiri. "Lumayan daripada kruk."

"Coba jalan, bisa nggak?" pinta Lucas.

Vanel mencoba berjalan dengan tongkat itu. Dia menyeret kakinya yang terasa nyeri, tapi keseimbangannya tetap terjaga, berbeda dengan sebelumnya. "Ya, aku bisa."

Lucas mengembuskan napas lega. "Ya udah. Sekarang kita balik." Dia mengambil obat yang berada di kursi dan mengikuti Vanel. "Ini ada obat buat nyeri kalau rasanya nggak bisa ditahan. Tapi, katanya kalau cuma nyeri biasa nggak usah."

"Iya. Aku tadi udah minum obat."

"Oh...." Lucas mempercepat langkah dan menatap Vanel yang ngos-ngosan. "Setelah ini kamu bisa lanjut makan."

Seketika Vanel ingat kejadian tadi, saat Lucas memintanya makan dengan cepat. Dia yang tidak terbiasa makan cepat tentu kesusahan. Hingga akhirnya memilih berhenti dan tidak menghabiskan nasi padang yang begitu lezat itu.

"Aku mau makan yang lain," ujar Vanel.

"Apa?"

"Emm, udang saos padang?"

Lucas mengangguk. "Saya bisa beliin sebanyak yang kamu mau."

"Beneran, ya?"

"Nggak masalah, asal kamu cepet sembuh."

Vanel menahan tawa. Dia masih tidak percaya Lucas hari ini pulang pergi Ubud-Jakarta. Ada rasa bahagia yang menyelinap di hati Vanel. Itu artinya Lucas benar-benar peduli, kan?

"Capek!" keluh Vanel setelah sampai depan rumah sakit. "Emm. Kamu...." Dia menatap Lucas penuh harap.

Lucas mengeluarkan kunci mobil. "Tunggu sini, saya ambil mobil," putusnya lalu menjauh. Dia tahu, Vanel berharap minta gendong.

"Ish. Nggak peka emang."

Tak lama kemudian, mereka sampai apartemen. Vanel duduk di sofa panjang sambil menyelonjorkan kaki. Di samping kirinya ada tongkat yang tergeletak. Napasnya ngos-ngosan karena belum terbiasa berjalan dengan bantuan tongkat.

"Nih...."

Vanel menatap segelas air putih yang diulurkan. Dia menerimanya dan menegaknya hingga tandas. Setelah itu mengembalikan ke Lucas.

"Bentar lagi makanannya dateng," ujar Lucas sambil meletakkan gelas kosong itu ke meja. Kemudian dia duduk di samping Vanel dan menatap kakinya. "Besok nggak usah kerja kalau sakit."

Sudut bibir Vanel tertarik ke atas. "Kayaknya aku emang nggak bisa kerja."

"Jangan nyari kesempatan juga."

"Beneran!" jawab Vanel serius. "Bayangin luka yang masih terbuka, terus jika jatuh dan kena luka itu. Lukanya double, kan?"

Lucas mengangguk saja, enggan protes.

Vanel menyandarkan kepala dan menatap Lucas. "Kamu emang panik banget, ya, pas balik ke Jakarta?"

"Nggak sepanik itu juga."

"Masa?"

"Bener!" Lucas duduk tegak dan menatap ke pintu kamar Vanel yang terbuka. Pandangannya tertuju ke tas hitam yang tergeletak. Bahkan dia tadi belum mengeluarkan barang-barang yang dibawa. Begitu rasa panik itu terus bertambah, dia segera mengambil tasnya dan memesan tiket. Untung sekarang bukan musim liburan, jadi banyak kursi kosong.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang