PART 18

165 21 1
                                    

Happy reading

𖧷 𖧷 𖧷

Hari Minggu adalah hari yang paling menyenangkan dan juga menyedihkan. Karena saat jam 6 sampai jam 12 siang, waktu tersebut membuat beban kita terasa ringan. Tapi ketika memasuki jam 1 sampai malam, semua kegiatan langsung dialihkan untuk mempersiapkan di hari esok yaitu SENIN.

Besok hari apa? Ya senin.

Seperti yang Alsa lakukan sekarang. Dia tengah menikmati waktu tidurnya meskipun sekarang jam sudah menunjukkan pukul 8. Lagipula siapa yang tidak ingin menikmati tidur sampai siang saat dirumah sendirian. Apalagi jam 8 masih terbilang pagi, ya nikmatilah.

Tapi kenyamanan itu tidak bertahan lama karena suara berisik dari lantai bawah membuatnya terbangun.

"Perasaan dirumah sendirian." Ucapnya monolog.

Matanya masih terpejam meskipun dia bangun dalam posisi duduk dan bersandar ke dashboard.  Sekelebat pesan dari Javaro membuatnya sontak membuka mata.

Alsa baru ingat orang tuanya akan datang hari Minggu. Dia sedikit berlari keluar kamar dan menuruni tangga. Lalu melihat ke arah dapur yang ternyata ada Rosa, ibunya yang sedang asik memasak.

"Bun?" Panggilan Alsa membuat Rosa berbalik kearahnya.

"Hei, udah bangun, sini." Alsa mendekat dan langsung menghamburkan pelukan kepada Rosa. Dia sangat rindu dengan ibunya tersebut.

"Maaf ya, bunda jarang jenguk kamu."

"Gak papa bun, aku tau bunda pasti sibuk. Makasih udah kesini."

Ditengah suasana haru ibu dan anak itu, ada seseorang di meja makan yang meletakkan gelas cukup keras dan berdehem untuk mengacaukan suasana.

"Tuan putri baru bangun, bagaimana tidurnya? Nyenyak atau kurang?" Ledek orang tersebut.

"Kurang nyenyak, abang berisik." Balasnya jutek.

"Dih, udah siang juga." Ucap Javaro.

Melihat kedua anaknya cek-cok di pagi hari membuat kepala Rosa seketika pening.

"Stop! Udah sekarang kalian bantuin bunda nata makanan ke meja. Alsa kamu cuci muka dulu, kamu Javaro sini bantuin." Perintah sang ibu pun langsung dituruti oleh kedua anaknya.

Meja makan hanya diisi dentingan suara sendok. Setelah selesai Alsa menatap ibunya yang sedang membereskan meja.

"Ayah nggak kesini?"

"Ayahmu kesini tapi nanti kayaknya. Sabar ya sayang, kamu pasti kangen banget sama ayahmu." Alsa mengangguk antusias tapi bibirnya melengkung kebawah.

Rosa hanya bisa menghela napas pelan lalu memeluk Alsa sambil mengusap surai rambutnya yang hitam. Siapa yang tidak khawatir dengan keadaan anak yang jauh dari jangkauan. Semua orang tua pasti merasakannya.

Kehidupan anak perempuannya ini sangat berat. Berpisah rumah seperti ini membuat Rosa sulit sekali memantau bahkan memperhatikan Alsa. Ditambah pekerjaan membantu suami di kantor membuat dirinya merasa tidak maksimal dalam merawat anak. Ya meskipun sudah SMA, anak remaja harus selalu diperhatikan meskipun tidak sepenuhnya.

Melihat kejadian yang terjadi di keluarga Mahatma dari sisi Rosa tentunya berpihak ada Alsa. Rosa ingat betul kali penyebab kejadian ini terjadi.

Ini berawal saat ditemukannya Evelin sepupu Alsa yang hilang 10 tahun yang lalu. Sebenarnya nama anak yang hilang adalah Aylina tapi karena saat hilang berusia 5 tahun dan hanya dipanggil Lili membuat tempat panti asuhan yang ditinggali anak tersebut memberi nama Evelin.

Semua orang menyambut dengan bahagia saat mendapatkan informasi tersebut. Penantian yang mustahil menjadi kenyataan, apalagi Jiya istri dari Adara, kakak dari suami Rosa yang sudah berharap lama agar anaknya ditemukan.

Alsa yang saat itu menjadi satu-satunya cucu perempuan sangat merasa senang saudaranya ditemukan kembali. Kemudian mereka berdua mulai berkenalan dan bermain layaknya kakak dan adik.

Tapi tiba-tiba suatu ketika Evelin mengadu pada Jiya bahwa Alsa tidak menyukai keberadaannya. Disitu Rosa merasa ada yang janggal dan menanyakan langsung pada Alsa. Namun rupanya yang terjadi adalah Evelin yang ingin memiliki semua barang yang Alsa punya. Alsa tentunya tidak mau barangnya diambil paksa oleh orang lain meskipun itu sepupu, apalagi barang tersebut adalah pemberian Neneknya.

Rosa mengerti dan meluruskan keadaan ini pada Jiya yang ternyata juga paham tentang pertengkaran kecil tersebut. Tapi tetap saja lama kelamaan Evelin terus mengadu tentang Alsa padahal itu kesalahannya sendiri dan anehnya Jiya mulai mempercayai ucapan Evelin. Ibu mertuanya pun sama dengan Jiya, beliau mulai menyuruh Rosa untuk mendidik Alsa agar lebih sering berbagi dan mengerti satu sama lain.

Alsa juga bercerita pada Rosa kalau Evelin melakukan apapun semaunya. Bahkan masalah sepele pun dilemparkan kepada Alsa. Memang biasanya Alsa menahan rasa marah dan kesal karena memaklumi kalau Evelin baru tinggal di mansion ini.

Tapi kali ini kesabaran Alsa sudah habis karena dirinya dituduh mencelakakan Neneknya sendiri.

Rosa tidak tau pasti kejadian bagaimana, saat itu tempat kejadiannya di tangga yang ternyata tidak terlihat oleh CCTV karena ada kerusakan. Tapi jika dipikir-pikir pun tidak mungkin Alsa mencelakakan Neneknya sendiri. Dan lagi-lagi Rosa harus menerima kenyataan karena hanya Alsa yang ada disitu saat kejadian.

Dan kejadian inilah yang membuat Alsa keluar dari mansion yang selama ini menjadi saksi bahwa anaknya tumbuh dari kecil. Sejak saat itu orang-orang di mansion tidak percaya lagi pada Alsa. Bahkan sepupunya yang lain kecuali Brian membenci tanpa sebab. Dan mau tidak mau Rosa harus mengikhlaskan Alsa keluar dari mansion untuk tinggal sendiri.

"Bunda, kenapa nangis?" Alsa melepaskan pelukannya karena merasa kepalanya basah yang ternyata itu air mata dari ibunya.

Rosa yang menyadari langsung menghapus dan tersenyum simpul. Dirinya terlalu terbawa suasana ketika mengingat masa lalu.

"Gak papa kok. Bunda kebelakang dulu." Rosa mengangkat piring yang kotor untuk dicuci. Alsa yang ingin membantu malah ditolak dan disuruh duduk saja.

Javaro yang tadi pergi datang kembali dan duduk dihadapan Alsa. Dia baru saja mengambil beberapa buah apel dari lemari pendingin untuk dimakan.

Buah apel yang sudah dikupas dan dipotong langsung diambil oleh Alsa. Javaro menarik kembali piring yang di ambil Alsa tapi ditahan oleh Alsa.

"Ih.. Abang pengen! Bagi dong."

"Kagak, potong sendiri sana!"

"Pelit banget, potong lagi dong."

"Gak, ini punya gue!"

"Abang!!!"

Keduanya malah bertengkar, membuat Rosa menggelengkan kepalanya pelan.

"Java, ngalah."

2 kata yang diucapkan ibunya langsung dituruti, piring itu terlepas dari tangan Javaro dan berpindah pada tangan Alsa. Dan tentunya Alsa sangat senang ibunya memihak dirinya.

Javaro anak kuat-🙂

𖧷 𖧷 𖧷

Vote and Comen
Makasih
Melow² dulu😉

Alsa & Elion | HARUNIELLE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang