PART 34

91 17 0
                                    

Happy reading

𖧷 𖧷 𖧷

"Sa, jemputan lo udah dateng tuh." Ucap Zidan. Als yang telah siap sedari tadi pun bangkit dari duduknya.

"Gue pergi dulu."

"Hati-hati Sa."

Alsa keluar dari rumah dan menghampiri mobil hitam dengan seseorang yang sudah berdiri di pinggir mobil tersebut.

"Pak Surya? Apa kabar." Ucap Alsa.

"Baik non, kalo non Alsa gimana?." Balas Pak Surya, supir ayahnya.

"Aku juga baik, oh iya kirain ayah yang jemput, tenyata bapak." Kekeh Alsa.

"Iya non tadinya tuan mau jemput, cuman katanya saya aja."

Alsa mengangguk lalu masuk ke dalam mobil. Beberapa menit kemudian Alsa sudah berdiri di depan kantor sang ayah. Ada rasa rindu kala melihat bangunan ini, karena dulu Alsa sering kesini bersama ibunya.

Suasana kantor lumayan sepi karena sudah memasuki jam pulang. Alsa berjalan perlahan sambil melihat ke sana kemari. Hingga dia sampai di depan lift.

Pintu lift terbuka lebar lalu Alsa masuk dan memencet nomor lantai dimana ayahnya berada. Setelah sampai di depan ruangan Alsa disambut oleh sekretaris kepercayaan ayahnya.

"Selamat datang nona Alsa, tuan Jefry sudah menunggu anda di dalam." Ucap Harto mempersilahkan Alsa masuk.

Alsa mengangguk dan berterima kasih. Kemudian saat masuk Alsa melihat ayahnya yang sudah berdiri tak jauh dari pintu sambil tersenyum.

"Ayah!" Seru Alsa yang berjalan mendekat sambil merentangkan kedua tangannya. Senyuman di wajah Alsa terus mengembang kala ayahnya membalas pelukannya.

"Udah lama nggak ketemu, kangen pasti? Gimana kabar kamu?" Tanya Jefry.

Alsa melepaskan pelukannya lalu menatap Jefry, "kangen dong, aku baik kok yah."

"Maaf ya ayah jarang liat kamu ke rumah tapi kalo ada apa apa langsung bilang sama ayah ya." Ucap Jefry sambil menepuk pucuk kepala Alsa.

"Okay, ngomong-ngomong kenapa ayah nyuruh aku ke kantor?" Tanya Alsa.

"Oh itu ayah mau nunjukin sesuatu ke kamu. Sekarang kamu duduk di sana." Tunjuk Jefry pada sofa. Alsa mengangguk lalu mendudukkan dirinya di sofa.

Jefry berjalan ke arah meja kerja dan memeriksa sesuatu di laptop miliknya. Kemudian dia beralih ke laci di bawah meja, untuk mengambil sesuatu.

Sesudah mendapatkan yang dicari, Jefry mengambil laptop dan menghampiri Alsa. Lalu ikut duduk di sebelah putrinya.

"Kamu tonton dulu ini." Ucap Jefry.

Alsa menatap layar laptop dengan serius. Hingga matanya membulat menandakan bahwa dia terkejut dengan apa yang baru saja dilihat.

"Ayah dapet dari mana ini?" Tanya Alsa.

"Sebenernya ayah dapet ini di rumah. Waktu itu ayah sama om kamu lagi beresin figura yang nempel di dinding sebelah tangga dan tenyata di salah satunya figura itu ada cctv. Terus pas di cek rekaman 2 tahun lalu itu masih ada." Jelas Jefry.

Alsa menggeleng gelengkan kepalanya pelan, dia tidak percaya bahwa kebenaran yang selama ini hanya dia yang tau sudah bisa dibuktikan. Rasanya sangat melegakan karena dengan ini dia bisa membuktikan kepada orang-orang yang tidak mempercayai dirinya kala kejadian itu.

"Ini bisa jadi bukti yang kuat buat kamu, kita bisa ungkap ini semua. Tapi bukan sekarang Sa."

"Terus kapan ayah? Aku udah nahan semua ini dari dulu. Semua orang yang nggak percaya aku harus tau kalau aku nggak salah ayah." Ucap Alsa.

"Iya ayah tau, ini pasti nggak mudah buat kamu. Tapi ayah rasa bukan sekarang waktu yang tepat." Balas Jefry dengan hati-hati agar anaknya tidak tersinggung ucapannya.

"Kenapa?"

"Karena ada masalah lain yang masih bersangkutan sama Evelin. "

Ucapan Jefry membuat Alsa mengerutkan keningnya.

"Maksud ayah?" Tanya Alsa penasaran.

"Selama 2 tahun ini banyak kejadian yang saling berhubungan satu sama lain. Entah itu di mansion atau di perusahaan. Bahkan ayah denger kalau Evelin itu bukan Aylina. Apa kamu sadar sama hal itu?"

Alsa menggigit bibir bawahnya sembari mengingat Evelin. Memang ada yang berbeda dari Evelin dan Aylina, Alsa kira ini disebabkan oleh faktor usia dan lingkungan saja yang dapat merubah seseorang.

Tapi jika di pikir lagi Alsa memang merasa berbeda saat melihat Evelin. Dia seperti orang yang berbeda dari Aylina, tidak ada satupun yang Alsa rasa Evelin itu Aylina. Bukankah seharusnya jika kebiasaan seseorang akan terus ada hingga dewasa meskipun jati dirinya berubah?

"Aku juga ngerasa aneh kalau sekarang. Dulu aku yang paling deket sama Aylina bahkan kebiasaan dia aku tau. Tapi ngeliat Evelin, dia kayak orang yang beda. Apa mungkin Evelin itu sebenernya bukan Aylina?" Mendengar ucapan putrinya membuat Jefry semakin yakin kalau Evelin adalah akar dari semua permasalahan ini.

"Kemungkinan iya, tapi ayah bakalan cari tau lebih banyak lagi. Jadi soal ini kamu jangan dulu kasih tau siapa-siapa karena belum ada yang bisa dipercaya." Ucap Jefry, Alsa pun mengangguk paham.

"Ini salinan buat kamu pegang, jaga-jaga kalau ada sesuatu yang mendesak." Jefry memberikan sebuah flashdisk kepada Alsa untuk disimpan.

"Sekarang ayo pulang, ayah antar." Jefry beranjak dari sofa diikuti Alsa. Kemudian mereka berjalan keluar ruangan untuk segera pulang.

Selama perjalanan hanya ada keheningan yang tercipta. Alsa tengah sibuk dengan semua pendapat dan fakta yang baru saja dia ketahui. Hingga tak terasa sudah sampailah mereka di rumah sederhana milik Alsa.

"Alsa, ayah ingetin kamu mulai sekarang kalau keluar jangan sendirian, mau itu jarak jauh atau dekat kamu harus tetep ada yang nemenin. Dan kalau ada yang aneh di sekitar kamu cepet lapor ke ayah. Kamu paham?" Tegas Jefry.

"Paham ayah, makasih udah anter Alsa. Dah..." Ucap Alsa.

Alsa pun keluar dari mobil dan memasuki pekarangan rumah. Sebelum masuk ke rumah Alsa berbalik untuk melambaikan tangan ke arah ayahnya.

Setelah mobil Jefry menjauh Alsa segera masuk ke dalam rumah. Kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke pintu yang telah tertutup.

Kini dalam hatinya ada perasaan senang dan cemas yang menjadi satu. Alsa masih tidak percaya bahwa dia bisa membuktikan kepada semua orang kalau dirinya tidaklah bersalah selama ini. Tapi dia juga terpikirkan tentang Evelin, bagaimana jika benar Evelin itu bukanlah Aylina. Itu berarti saudara perempuannya selama ini tidak pernah kembali lagi.

Rasa sesak kala mengingat Aylina membuat Alsa tanpa sadar menumpahkan air matanya begitu saja.

Zidan yang tengah asyik menonton TV menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Kemudian dia pun bangkit menghampiri Alsa yang diam mematung di pintu.

"Sa? Lo kenapa?" Tanya Zidan sambil memegang kedua bahu Alsa.

Alsa menghapus jejak air matanya di pipi lalu tersenyum ke arah Zidan.

"Gue, takut Zid."

𖧷 𖧷 𖧷

Vote and Comen





Alsa & Elion | HARUNIELLE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang