38. Berkunjung Sebelum Pergi

326 18 3
                                    

Mau lanjut baca?Ada syaratnya guyss

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau lanjut baca?
Ada syaratnya guyss...enak kok cuma tekan bintang bawah aja nggak lebih hehe...

Nanti kalo banyak yang baca+vote bakalan rajin-rajin saya up!

Sekian.
Happy Reading
-•••-

Sesuai rencana Devan, siang menjelang sore ini setelah ia menyibukkan diri di kantor untuk mengurus beberapa berkas yang nantinya akan ia serahkan ke Xazha, temannya untuk pertanggung jawaban kantor selama dirinya kuliah, Devan membawa istrinya ke sebuah pemakaman, ya, lebih tepatnya makam putrinya, kembaran Xaivano.

Sedari tadi Asya terus bertanya mengapa dirinya dibawa ke pemakaman seperti ini? apa suaminya ingin berziarah ke makam salah satu temannya? jika iya, maka dirinya juga akan sekalian ke makam Wina, sudah lama ia tak berkunjung ke sana, tapi semua pertanyaan itu sirna ketika mereka malah memasuki sebuah pemakaman khusus untuk anak-anak usia dini.

"Van, kita mau ngapain ke sini?" tanyanya yang sedari tadi hanya dibalas senyuman oleh suaminya.

"Ish! jawab Devan." geramnya namun tetap sama, suaminya itu malah tersenyum namun terlihat berkaca-kaca.

Karena terlampau kesal dirinya hanya terus mengikuti kemana Devan melangkah.

Sampai di mana mereka berada di depan sebuah makam kecil yang terlihat belum terlalu lama, sejenak Asya sempat berfikir, mengapa nama yang tertera di sana mirip dengan anak nya?

"Devan, ini makam siapa?" tanya Asya lirih, sedari tadi fikirannya tidak bisa diajak kompromi.

"Anak kita..." jawabnya tak mampu menatap istrinya yang saat ini membeku di tempat, ia segera memutuskan untuk berjongkok seraya menaburkan bunga yang memang ia bawa, dirinya hanya tak mau melihat istrinya ketika ia baru memberi tahu semuanya, dirinya ingin menetralkan nafasnya terlebih dahulu agar tidak terlihat ingin menangis.

"Devan..." lirih Asya dengan mata berkaca-kaca, tubuhnya serasa tidak lagi ada tulang-tulangnya sehingga membuatnya terjatuh saat itu juga, dan ini yang membuat Devan benci ketika mengatakan yang sebenarnya, dirinya akan ikut lemah ketika melihat sorotan mata yang terlihat kosong dengan tiba-tiba itu.

"Sayang..." ucapnya sendu melihat istrinya yang terduduk di tanah seperti itu, ia segera menarik tubuh ringkih tersebut ke dekapannya, dan saat itu juga tubuh istrinya langsung bergetar hebat disusul suara tangis pecah yang membuat ia juga merasa sesak di dadanya.

"Aku mohon ikhlasin..."

"K-kenapa? kenapa k-kamu rahasiain ini?" lirihnya dengan suara serak membuat Devan merasa sangat bersalah, jujur, dirinya tidak berniat untuk menyembunyikan semua ini, ia hanya ingin memberi tahu jika istrinya ini benar-benar sudah sehat.

DEVANO||•Desya• (BELUM REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang