Part 12

23 3 0
                                    

Happy reading





Chika masih kesal tentang semalam tapi kini ia malah dipertemukan dengan deo, kenapa harus deo coba?

"gausah liatin gw kek gitu! Gw colok juga mata lo lama-lama" ketus chika padahal sedari tadi deo hanya diam tak melakukan apapun, memang pada dasarnya chika yang suka darah tinggi kalo ketemu deo jadi ya gitu!

"...."

"paan sih, muka lo nyebelin!" chika yang kesal lalu memutar kepala deo, dari yang semula menghadap kearahnya kini menghadap kearah lain

"eh kalian udah disini aja, jadi deo... Chika... Ibu mau minta tolong buat jagain perpustakaan sebentar... Aja, ibu mau nganterin anak ibu ke rumah sakit dulu, bisa kan???" tanya bu fifi, mereka memang dipanggil ke perpustakaan, ya tempat yang paling dibenci chika!

" tapi kenapa harus saya bu?? Perasaan saya ga pernah kesini deh" ujar chika meminta penjelasan, namun bu fifi malah menatap deo seperti meminta penjelasan dari cowok itu

"sorry gw nyeret lo" udah gitu aja jawaban deo buat nyelesain masalah ini, bener-bener bunglon nih bocah!tiba-tiba dingin lagi

"nah sudah kan, sekarang kalian disini dulu mumpung istirahat, nanti setelah istirahat kunci aja perpustakaannya, ini kuncinya maaf ya ibu buru-buru" bu fifi langsung pergi setelah memberikan sebuah kunci pada deo

"lo ngapain ngajakin gw ege??!!" gerutu chika, namun deo hanya menaikkan sebelah alisnya tanda ia bertanya

"ah udah deh, lo ga bakal paham bahasa alien" ujar chika frustasi, gadis itu memilih untuk membuka hp nya dan menghubungi anaya

"sorry nay, gw ga bisa kekantin bareng lo, kayaknya urusan kali ini bakal panjang" papar chika saat teleponnya mulai tersambung

"..."

"sorry banget loh"

"..."

"iya makasih"

Tut...

Chika menghela nafas lantas menatap tajam kearah deo yang duduk disampingnya

"anu.. Maaf kak, saya mau pinjam buku ini" ujar seorang gadis berkacamata dengan menyodorkan sebuah buku palajaran fisika, yang chika tau itu adalah salah satu anak dikelasnya

"etdah sa, gausah lo panggil kak nih orang, ntar kepalanya gede ga kuat lagi bawanya" cibir chika yang dihadiahi delikan tajam dari deo, sementara itu orang yang dipanggil sa tadi hanya tersenyum canggung

"merisa ayunda, tiga hari lagi buku ini harus sudah dikembalikan" ujar deo dingin tanpa ekspresi

"iya kak makasih, yaudah kalo gitu saya permisi" pamit risa lalu pergi dari hadapan chika dan deo sambil membawa buku yang tadi ia pinjam

"ck, sensi mulu lo perasaan, pms lo?!" chika mendengus, pertanyaan macam apa itu?

"kagak" sungut chika tak kalah kesal "lo mau ngapain sih ngajakin gw jaga perpus, udah tau gw gak suka disini enek tau ga??" kesal chika

"nih biar lo gak enek" deo memberikan selembar kertas pada chika dan sebuah bolpoin

"buat apa??" tanya chika

"buat bikin puisi, yang kemarin itu bukan puisi" deo beranjak usai mengatakan itu ia meninggalkan chika yang kini mengacak rambutnya frustasi

"gw harus gimana coba??" gumam chika, tak lama deo pun kembali dengan sebuah buku ditangannya

"udah??" tanya deo, namun ketika ia melihat kertas chika keadaannya masih kosong dan ketika ia melihat chika ia merasa sedikit kasihan karena chika begitu mengenaskan

"gw ga bisa...." rengek chika

"bikin sebisa lo, coba aja dulu... lagian bukannya dari SD udah diajarin bikin puisi ya" chika nyengir mendengarnya, memang sudah diajarkan tapi apalah daya ia yang tak suka jadi ia memilih tidur saat pelajaran itu tiba

"lo kaya ga tau gw aja" chika terkekeh namun hal itulah yang membuat deo mengusap wajahnya kasar

"tolol itu jangan dipelihara, seenggaknya dengerin pas guru jelasin" ujar deo penuh penekanan "coba bikin sebisa lo, ntar baru belajar bikin yang bagus" sambungnya

"iya deh iya" akhirnya chika memilih untuk membuat puisi yang entah kenapa malah menceritakan sesuatu yang aneh, mungkin

"udah, nih..." chika memberikan kertas itu pada deo yang tadinya asyik membaca

"lo yakin ini tulisan lo??" chika mengangguk "ga salah??" kini chika menggeleng "kenapa lo bilang gak bisa bege!!" sambung deo yang membuat chika terpaku, emang itu puisi ya??

Oke, ini juga saya nulisnya dengan terpaksa kawan!

Saat ribuan kilau menyadarkanmu
Hati yang batu ini perlahan terkikis
Suasana yang kian berbeda
Menjadi tolak ukur massa

Dia yang kupuja
Namun kini tlah pergi pada sang nestapa
Kian menyurut...
Mengikuti surut airlaut

Sayang...
Karena hati ini tak ingin jauh
Bukan berarti tak mau lepas
Kekangan yang terbatas
Samudra membekas

Dari dia yang buatku sadar
Janjinya yang pudar
Pada bulan berpendar
Rindu yang kian memudar
Hingga batas wajar

Selamat...
Ribuan kali ku menolak
Tapi kian nyata
Hati ini tak bisa lepas
Dari huru-hara yang kau buat
Aku kalah, pada rasa mu









. Tbc

Jejak Rasa (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang