Bab 48

17 3 2
                                    

Usai dari perpustakaan, Chika mampir ke kantin untuk membeli minum. Deo menggenggam tangannya sepanjang jalan tanpa ragu, meskipun tatapan para penghuni koridor sangat sinis.

"Deo, lepas ih. Tuh diliatin." Chika berusaha melepas genggaman tangan Deo, tapi cowok itu malah makin mengeratkan genggamannya.

"Diem." Chika langsung kicep, nada datar Deo sangat berarti bagi kesehatan jantungnya. Suaranya itu loh aduhh..

Deo mengambil minuman dari kulkas dengan satu tangannya yang terbebas, lantas membayarnya tanpa melepas genggaman tangan mereka.

"Makasih bu," ujar Deo ramah pada ibu kantin, ia membawa dua botol minuman serta Chika yang tangannya masih ia genggam erat.

"Duduk disana yuk," ajak Chika dengan wajah berbinar, tangannya menunjuk kursi yang ada dipinggir lapangan. Disana, ada anak-anak yang bermain futsal.

Tanpa ba bi bu, Deo duduk disana dengan Chika. "Mending ke kelas aja daripada kesini, kasian Anaya lo tinggal," ujar Deo

Chika nampak berpikir, iya dia kan meninggalkan Anaya tadi. "Gapapa, ada Darel kok."

"Nih minum." Deo memberikan sebotol minuman yang tutupnya sudah dibuka, sedangkan Chika malah cengar-cengir sambil menatap minuman itu.

"Masa gue suapin minumnya?" ujar Deo membuyarkan lamunan Chika, ia meringis lantas menerima uluran minuman itu dan meminumnya.

"Nanti gue ijin sama tante Gisel," ujar Deo kembali membuka percakapan ditengah kecanggungan yang melanda.

Chika menoleh, ia selalu suka menatap Deo. Menurutnya, Deo memiliki daya tarik tersendiri yang bisa membuat orang lain terpikat hanya dengan menatap wajahnya.

"Ijin apaan?"

"Yang keluar kota itu, mau ikut kan?" Chika mengangguk singkat. Toh ia barusaja mengambil libur jadi tidak papa kan jika libur lagi kan sekalian. Eh gitu gak sih?

"Yaudah nanti pulang bareng gue."

"Oke boss." Chika memperagakan hormat pada bendera, membuat Deo gemas dan mengacak rambutnya pelan.





***


Suasana nampak mencekam siang ini, Deo kira ia hanya akan berhadapan dengan Gisel. Tapi ia salah, karena ternyata Andre ada dirumah. Dan menurut informasi, mendapatkan ijin dari Andre sangat susah, bahkan bisa mustahil.

"Saya mau ngajakin Chika nemenin saya keluar kota om, ada seminar yang harus saya hadiri. Boleh kan?" Deo berucap sehalus mungkin, takut kata-katanya menyinggung hati tuan rumah yang kini menatapnya bak elang, padahal biasanya tidak begini.

"Kenapa saya harus ngijinin?" ucapan Andre membuat debaran didada Deo makin kencang, hampir saja ia berhenti bernafas. Apa yang harus dia katakan?

"Eng... Karena, saya tidak mau sendiri om," ujar Deo yang disambut gelak tawa dari Andre.

Deo meringis malu, apalagi Chika malah ikut menepuk dahinya. Chika mengkode agar ia meralat ucapannya, tapi Deo merasa tidak perlu melakukan itu.

"Biasanya juga sendiri, kenapa sekarang mau ngajak Chika?" balas Andre tak kalah sengit.

Deo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Kan biar ada temen om, lagian saya kan udah gak jomblo. Masa kemana-mana masih sendiri?"

Andre tersenyum misterius, membuat Deo ketar-ketir. Apa ia akan mendapat ijin?

"Kapan?" tanya Andre. Deo tersenyum penuh binar, ini artinya dia diijinin kan?

"Kita diijinin yah?" sahut Chika, Andre hanya membalasnya dengan anggukan singkat. Matanya masih tertuju pada Deo.

"Lusa om," jawab Deo. Ia masih merasa tidak percaya jika mendapat ijin Andre akan semudah ini.

"Kalo ada apa-apa sama Chika, om bakal langsung laporin ke ayah sama bunda kamu." Andre beranjak dan pergi darisana menyisakan Deo dan Chika yang masih termenung.

Lantas mereka bersorak girang dan saling berpelukan, "Yesss diijinin... Diijininn... Hiyakkk..."

"Ekhemm..." Chika dan Deo meringis lantas melepas pelukan mereka saat Gisel datang sambil membawa minuman.

"Gak boleh pegang-pegang, bukan muhrim," ujarnya lantas kembali kedapur.

Chika dan Deo cekikikan sendiri, mereka saling tatap lantas berpelukan lagi seperti teletubbies.








Tbc

Jangan lupa votmennya, thx

Jejak Rasa (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang