BAGIAN 3: What is it, this feeling?

1.1K 72 15
                                    

Segukan itu masih terdengar meski tangis dari remaja delapan belas tahun sudah berhenti. Barcode menyeka hidungnya berkali-kali, membuat kemerahan muncul di sana. Creamy hanya duduk di depan Barcode seraya mengusap-usap bahunyanya. Percuma saja mengajaknya bicara, Barcode hanya akan tersedak dengan tangisannya sendiri tanpa bisa mengeluarkan satu kata yang jelas.

"Minum kelapanya," kata Creamy sambil memberikan kelapa ke-tiga kepada Barcode. Jujur, dia merasa aneh dengan adiknya yang hanya bisa berhenti menangis dengan minum air kelapa.

Barcode menyedot air kelapanya pelan, ia takut tersedak. Napas mengembus berat dari hidungnya. Creamy bertanya dengan pelan, "Apa yang kamu rasakan sekarang? Kamu bisa cerita sama Phi. Mungkin Phi enggak bisa kasih solusi, tapi seenggaknya perasaan kamu jadi lebih ringan. Jangan dipendam sendiri na."

Adik Creamy mengulum bibirnya, ia menyeka cairan di hidungnya dan menarik napas sebelum berkata, "Aku merasa takut."

Creamy mengangguk. Ia paham ini bukan tentang paket tanpa nama itu, melainkan Jeff.

"Aku takut kehilangan Phi Jeff."

"Kamu tahu kenapa?"

Barcode terdiam. Kenapa?

Semua rasa yang mengganjal di hati Barcode adalah sebuah ketakutan, ketakutan untuk kehilangan Jeff. Barcode memejam mata, menelan salivanya kasar. Kenapa masih harus ada pertanyaan disaat ia sudah mendapatkan jawaban?

"Enggak tahu," jujur Barcode. "Aku enggak ngerti kenapa aku takut kehilangan Phi Jeff. Aku hanya takut."

"Ngod." Creamy mengulum bibirnya, desis tipis lolos. Agaknya Creamy memang bingung bagaimana cara mengutarakan apa yang ia pikirkan. "Ngod, Phi pikir ... Hati kamu akhirnya sadar, apa nama dari perasaan yang kamu rasakan setiap kamu bersama Phi Jeff."

Barcode menatap bingung pada Kakaknya. Perasaan setiap kali bersama Jeff? Dia selalu merasa gembira, selalu menyenangkan jika Jeff ada bersamanya. Creamy tersenyum, "Ngod, kamu suka sama Phi Jeff."

Adiknya mengangguk. "Aku menyayangi Phi Jeff. Sudah pasti aku juga menyukai Phi Jeff."

"Maksud Phi bukan rasa suka atau sayang sebagai seorang teman, bukan juga sebagai Kakak, apalagi sebagai seorang guru yang membimbing muridnya."

Hening, Barcode menatap Kakaknya penuh tanda tanya, hingga ia sadar dan tidak bisa untuk tidak terkejut dengan pemikirannya sendiri. "Maksud Phi Cream," Barcode menggeleng cepat. "Bukan seperti itu na, Phi."

"Pelan-pelan, Nong. Pikirkan dengan tenang. Seperti yang Phi bilang, kalau perasaan kamu selama ini baru sadar. Perumpamaannya selama ini perasaan kamu tahu, tapi hanya diam dan tidur sampai keluarnya Phi Jeff kemarin memancingnya bangun. Kamu pasti sekarang bingung, hati dan logika kamu enggak akan mungkin langsung menerima. Iya, Phi bisa saja salah karena perasaan yang kamu miliki cuma kamu yang tahu. Tapi, Ngod ...," Perempuan dua puluh dua itu menggenggam tangan Barcode erat, "Apa pun yang kamu rasakan pada Phi Jeff, jangan pernah takut na. Phi akan selalu mendukung kamu, Mama dan Papa juga akan memahami kamu."

Barcode pikir dengan dirinya bekerja, ia tidak akan merasa pusing dengan masalah hati. Ia tidak mengerti, kenapa perasaannya menjadi begitu berat di usia ini. Atau dia saja yang melebih-lebihkan? Barcode hanya ingin menikmati usia delapan belasnya dengan tanpa memikirkan romansa. Dia ingin fokus dengan karir dan pendidikannya, tapi bahkan karirnya melekat pada Jeff dan pendidikannya sejalan juga dengan karir yang ia tekuni. Barcode mengembus napas berat. Ia memandang Gitar Taylor hadiah ulang tahun pemberian Jeff di sisinya. Diletakkan tangannya di leher gitar, memetik senarnya lembut. Setiap petikan acak yang dilakukan jemari panjangnya, setiap suara yang dihasilkan, Barcode bisa merasakan bahwa satu hal yang pasti: Terlepas dengan perasaan apa pun yang ia miliki saat ini, Phi Jeff-nya itu sangat berarti.

The Voice | JeffBarcode [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang