BAGIAN 4: Decision

1.1K 61 54
                                    

"Phi Jeff. Aku mencintai Phi Jeff na."

Hening. Jeff membeku mendengar kalimat yang Barcode tuturkan kepadanya. Apakah telinganya terlalu lelah setelah mengerjakan PR albumnya hingga ia tidak bisa mendengar dengan baik? Atau telinganya sudah terlalu jenuh dengan lagu sedih hingga pendengarannya berhalusinasi mendengar kata cinta?

"Huh?"

Hanya kata itu yang akhirnya berhasil lolos dari bibir Jeff Satur. Wajahnya bahkan tampak bingung seperti pikirannya.

Barcode menghela napas di depannya, ia ingin berkata kalau dia tidak mengatakan apa pun. Mengalihkan dengan kalimat lain yang terdengar sama, tapi tidak. Barcode benar-benar ingin mengutarakan perasaannya. Ia mengulang kalimat itu dengan nada yang sama lembutnya.

"Aku mencintai Phi Jeff na."

Alis Jeff naik tinggi. Percaya tidak percaya dengan pendengarnya sendiri. Ia sudah biasa mendengar Barcode berkata bahwa dia menyanyanginya, tapi mencintainya?

Katakan jika Jeff sedang mabuk, atau mungkin Barcode yang terlalu banyak minum air kelapa, maka Jeff akan langsung memercayainya. Tapi saat ini Jeff seratus persen sadar, dan bahkan jika Barcode meminum seratus buah air kelapa pun remaja itu akan memintanya lagi dengan kesadaran penuh.

Pria itu menelan salivanya, "Phi tahu, Phi tahu. Phi memang Kakak yang baik." Jeff mencoba mencairkan suasana menegangkan yang ia ciptakan sendiri. Ia bahkan mencoba tertawa, meski tawanya terdengar garing dan kaku di telinga Barcode.

Tak sampai dua detik tawa kaku Jeff pupus saat Barcode berkata dengan penuh keyakinan, "Bukan sebagai Kakak na, Phi Jeff. Bukan teman, bukan guru. Aku mencintai Phi Jeff in .... Em, bagaimana mengatakannya? Ah ... In a romantic way."

Syaraf di otak Jeff seolah behenti bekerja, tidak bisa mencerna apa yang terjadi saat ini. Ia bahkan memerintahkan dirinya untuk tertawa, namun kenyataanya Jeff hanya diam. Bibirnya membisu dengan jantung berdegup cepat. Rasa takut, gembira, dan khawatir berkecamuk di dalam dada, Jeff bingung harus bersikap seperti apa.

"Phi Jeff."

Tatapan Jeff terlempar ke segala arah bersamaan dengan embusan napasnya. Ia tidak bisa merespons Barcode saat ini, pikirannya kacau. Jeff bangkit dari duduknya, berpindah ke kursi kerja. Pria itu masih membisu seraya menatap layar hitam komputer. Bayang wajah Barcode dapat Jeff lihat memantul di sana. Remaja itu menatapnya lalu tertunduk, kemudian kembali menatapnya, dan tertunduk lagi. Barcode hanya merasa bodoh, ia tidak berpikir tentang bagaimana Jeff akan merespons dirinya. Sekarang, dia takut Jeff marah, lalu menghindarinya, menjauh darinya, meninggalkannya.

Keheningan antara mereka berlangsung selama lima menit, tapi waktu berlalu seperti lima jam. Embusan napas berat Jeff menjadi satu-satunya bising yang dapat telinga keduanya dengar. Jeff memutar kursinya, bergeser, dan berhenti tepat di hadapan Barcode. Ujung-ujung lutut yang bertemu membuat tatapan saling terkait, tidak ada satu pun yang menarik diri.

Jeff ingin menangkup wajah Barcode, mengusap kedua mata besar yang berkaca-kaca dengan ibu jarinya, tapi ia tahan. Kedua tangannya mengepal di atas pangkuan. Jeff hanya tidak siap, kenapa Barcode-nya jatuh cinta kepadanya secepat ini, di waktu ini. Tidak bisakah ia memintanya dua atau tiga tahun lagi, saat emosi dan pikiran telah matang?

"Phi enggak marah, Barcode. Jangan khawatir."

Saking senangnya, Barcode mengangguk namun menggeleng secara bersamaan. Jeff bisa melihat rasa lega dari senyumnya yang mengembang. Pria itu ikut tersenyum, singkat.

The Voice | JeffBarcode [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang