Ruang yang ramai dengan isak kini sedikit lebih tenang, meski tipis-tipis seguk masih terdengar nyata. Barcode dan Jeff yang menangisi takdir itu masih saling memeluk dalam posisi yang sama. Keduanya saling memeluk seolah tak ingin saling melepaskan.
"Phi Jeff akan bernyanyi lagi, kita akan bernyanyi bersama."
"Barcode ...."
Lirih suara itu menggema. Sesak seguk menggaung pada setiap pasang telinga. Oh, kapan mereka melihat Jeff menangis terakhir kali? Nyaris tidak pernah, ah ... seandainya Papa bersama mereka. Ia dapat memberi kesaksian, kapan air mata Jeff mengalir begitu pilu terakhir kalinya.
"Enggak na," rengek Barcode. Ia tarik dirinya dari pelukan Jeff, "Enggak, Phi Jeff, enggak." Kepala itu menggeleng cepat. "Phi Jepp ... aaahh."
"Code .... itu yang terjadi."
"Enggak," Barcode tarik napas yang tercekat. "Ph, Phi Jepp ... bernyanyi bersamaku. Phi Jepp, Phi Jepp bisa bernyanyi lagi. Kita cari Dokter. Kita, kita—"
"Barcode, Phi sudah enggak bisa bernyanyi lagi!"
Terdiam Barcode. Bibirnya bergetar. Isak di ujung lidahnya menjadi kelu. Kedua maniknya membola penuh keterkejutan.
Jeff tangkup wajah itu, mengusap air mata yang berlinang bak air rob bersama isak yang begitu sesak. "Phi ...." Jeff tarik napasnya dalam, "Phi sudah enggak bisa bernyanyi lagi na." Seulas senyum tergaris lembut. Ada rasa lega yang menyenangkan dalam dadanya. Sesak yang ia tahan entah kenapa meledak bebas. "Phi sudah enggak bisa bernyanyi lagi, itu kenyataannya na."
Bahu yang bergetar itu jatuh bersamaan dengan kepala ke atas pangkuan Jeff. Keras Barcode menangis, namun Jeff terlihat baik-baik saja.
Pria dua sembilan itu seka air matanya sendiri. Jeff kendalikan emosi yang meledak, emosi kesedihan, dan juga rasa sesal. Ia usap-usap kepala sang kekasih, "Phi menyesal na, enggak mendengarkan kamu. Phi sangat nakal. Tapi, sekarang Phi sudah baik-baik saja. Semua yang terjadi hari ini, memang sudah seharusnya terjadi na, Code."
Barcode masih menangis menolak semua perkataan Jeff. Pria itu merasa kasihan padanya, tapi Jeff tidak bisa untuk tidak mengekspresikan kelegaan dari raut wajah yang begitu tenang. Jemari Jeff masih bermain di atas kepala Barcode, ia biarkan sang kekasih menangis hingga benar-benar puas.
Jeff tahu, satu jam tidak akan cukup membuat tangis Barcode reda. Pria itu pun akhirnya mengirim pesan pada Khun Venus untuk membawakannya kelapa. Namun, siapa mengira bahwa kelapa itu datang bahkan sebelum dirinya mengetik.
Yang membuatnya terkejut bukanlah kedatangan kelapa itu yang tanpa diminta, namun orang yang mengantarkannya.
"Ngod," lembut suara itu memanggil.
Barcode masih bergeming dalam tangisnya. Mama yang membawa kelapa pun berjongkok di sisinya. Iya, orang itu adalah Mama Jeff. Mama meminta Khun Venus untuk membelikan kelapa.
"Ngod sudah makan?" Tanya Mama sedikit cemas pada Mile.
Mile menggeleng kepalanya. "Kemarin, sama seperti hari ini na, Khun Maa. Barcode enggak ingin makan apa pun."
"Dia punya asam lambung, kan?"
"Hm, Jeff bilang begitu. Tapi, tetap Barcode enggak ingin makan meski sudah dibujuk. Dia hanya ingin pulang dan bertemu Jeff."
"Perutnya enggak sakit?"
"Barcode enggak mengeluh," timpal Mile. "Atau dia menahannya."
"Rasa sakit di dadanya jauh lebih besar daripada perutnya," komentar Jesse. "Mama bisa lihat, kan? Bagaimana besarnya cinta yang Barcode miliki? Seperti Phi Jeff, Barcode mencintai Phi Jeff lebih besar daripada mencintai dirinya sendiri."
![](https://img.wattpad.com/cover/336139737-288-k101774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Voice | JeffBarcode [COMPLETED]
Fiksi PenggemarMusik adalah kehidupan Jeff Satur, dan suara adalah nyawanya. Untuk meraih mimpi yang ia tanam sepuluh tahun lalu, bahkan tahun-tahun sebelumnya, Jeff harus mundur dari agensi yang menaungi karier beraktingnya. Agensi yang secara tidak langsung mela...