Musik adalah kehidupan Jeff Satur, dan suara adalah nyawanya. Untuk meraih mimpi yang ia tanam sepuluh tahun lalu, bahkan tahun-tahun sebelumnya, Jeff harus mundur dari agensi yang menaungi karier beraktingnya. Agensi yang secara tidak langsung melambungkan namanya sebagai penyanyi dengan bakat Dewa.
Iya, Jeff memang sudah bergelut di dunia tarik suara jauh sebelumnya. Sepuluh tahun lalu, ia memulai. Tiga-empat tahun lalu, ia hampir menyerah. Merasa dirinya tidak berharga, karyanya tak dikenal, suaranya tak berwarna. Kekangan tangan yang tak tepat membuat dirinya semakin redup, kehilangan sinarnya sendiri. Bias dirinya dalam sinar cahaya lain tanpa dirinya bisa menunjukkan eksistensi.
"Hei, this is Jeff Satur."
He couldn't show it.
Namanya melambung semakin tinggi kala suara dan karyanya mengisi soundtrack sebuah series. Sebuah series yang hampir tidak berproduksi dengan segala macam drama di belakangnya. Jeff Satur semakin dikenal, semakin memiliki warna. Sinarnya begitu terang hingga dirinya sendiri tak percaya bahwa mimpinya nyaris terwujud setelah sepuluh tahun lamanya.
Saat mimpi itu begitu kuat, kakinya dengan yakin melangkah. Jeff meninggalkan semua hal yang melambungkan namanya. Melepaskan genggam dan pelukan yang membersamai namanya memuncak. Meninggalkan mataharinya untuk mengepakkan sayap mimpi yang tertunda.
Mimpi. Sejak dulu, mimpinya selalu tentang musik.
Bagaimana pun ... Sehebat apa pun dirinya berakting, dunianya tetaplah musik. Semenakjubkan apa pun bibir dan wajahnya memainkan peran, nyawanya tetaplah suara.
Jeff Satur kembali, ia mengunci nyawanya. Jeff Satur kembali, memeluk kehidupannya.
"Hei, this is Jeff Satur."
Yeah, he can show it.
Keberanian itu muncul, tekad itu bergelora. Jeff adalah Raja untuk dirinya sendiri. Tidak ada lagi tangan yang mengekangnya, mengikatnya, menggerakkannya diluar mimpi seorang Jeff Satur.
Jeff bangun rumahnya sendiri dengan pondasi bakat dan kerangka jiwa yang murni. Rumah dimana bakat dan karyanya dihargai. Sebuah rumah dimana ia bisa berekspresi, menjadi dirinya sendiri. Rumah dimana jika seseorang masuk ke dalamnya, ia tidak akan mengalami apa yang Jeff alami di masa lalu. Sebuah rumah, dimana bakatnya tidak akan redup melainkan semakin bersinar tanpa menjadi bias yang semu.
Rumah itu diberi nama Studio On Saturn. Jeff membangunnya dengan semua yang ia miliki: kehidupan dan nyawanya, cinta dan kasih sayangnya. Semua mendukungnya, semua memujanya. Jeff naik begitu tinggi dengan semua nilai yang hanya pria itu miliki. Bintangnya semakin cerah bersinar lantaran matahari yang tak pernah redup memberikannya cahaya.
Kini, impian terdengar seperti omong kosong di telinganya. Semua pancaran sinar itu membias, redup seketika. Jeff seperti kertas di atas air: mengambang dan rapuh, mudah koyak lalu tenggelam.
"Jeff."
Pria dua sembilan itu membuka matanya. Kehampaan di langit-langit semakin jelas menusuk jiwanya. Kaku lehernya menyadarkan, ini bukanlah sebuah mimpi.
Lembut suara itu kembali memanggilnya, "Luk ...."
Melirik Jeff pada wanita yang duduk di kursi sisi tempat tidurnya. Wajahnya terlihat sedih dengan air di pelupuk mata. Mengedar maniknya, memerhatikan ruang putih gading yang berbau. Tatap matanya jatuh pada sang Papa. Tegar wajah itu terlihat meski kesedihan menyelimuti raut wajahnya. Kedua orang tua kekasihnya tampak samar dan menebal kemudian. Lebih dari sedih, Jeff bisa melihat rasa takut dan juga bingung yang campur aduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Voice | JeffBarcode [COMPLETED]
FanfictionMusik adalah kehidupan Jeff Satur, dan suara adalah nyawanya. Untuk meraih mimpi yang ia tanam sepuluh tahun lalu, bahkan tahun-tahun sebelumnya, Jeff harus mundur dari agensi yang menaungi karier beraktingnya. Agensi yang secara tidak langsung mela...