Star-14

337 64 4
                                    

"Satu hari lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu hari lagi."

Satu hari lagi terlewati tanpa dirinya menemukan apapun. Arsean menghela nafasnya. Mungkin benar apa yang dikatakan Felix, dia harus menerima apa yang takdir telah gariskan padanya.

"Bang Felix?"

Arsean baru teringat. Ada yang janggal tentang ucapan Felix tempo hari. Seperti abangnya itu mengetahui sesuatu. Tapi tak mungkin juga ia bertanya. Apa yang harus ia jelaskan jika Felix malah balik bertanya macam-macam? Tidak mungkin ia menceritakan apa yang dialaminya. Bisa-bisa Felix malah mengira dirinya gila karena terlalu berat memikirkan semuanya.

"Hah..."

Helaan nafasnya kembali terdengar. Arsean meraih buku bersampul tebalnya dan kembali membuka halamannya. Tidak ada yang berubah. Tidak ada petunjuk lain yang bisa ia dapatkan. Yang ada malah kepalanya kembali pening melihat tulisan dan coretan yang ada di sana. Di saat mengangkat buku itu untuk dikembalikan ke tempatnya, sebuah kertas jatuh.

"Foto?"

Sebuah foto yang menunjukkan betapa bahagianya orang-orang yang ada di sana. Foto lawas dimana hanya ada papa dan mamanya serta keempat abangnya di sana. Tanpa dirinya. Mungkin diambil sebelum dirinya ada dilihat dari usia ketiga abang kembarnya yang masih kecil-kecil.

Di foto itu, senyum Leoni begitu lebar. Terlihat begitu bahagia. Juga foto Chandra dan Carel kecil yang tersenyum sangat lebar seperti yang lainnya. Senyum yang mungkin tak bisa lagi dilihatnya kini.

"Apa yang bikin senyum mereka semua hilang? Apa gara-gara ada aku?" Gumam Arsean.

Ada sakit dalam hatinya ketika mengatakan itu. Apa Arsean yang asli juga menyadari sesuatu saat melihat foto ini? Atau mungkin hanya sekedar foto kenang-kenangan saja? Entahlah. Rasanya Arsean ingin menarik rambutnya sendiri karena frustasi. Interaksinya hanya sebatas keluarga Baizhan. Yang lainnya sudah pasti tak bisa dimintai informasi. Apalagi papa dan mamanya justru ingin yang terbaik dengan dia kehilangan ingatan.

"Apa ada hal buruk yang terjadi sampai mereka pengen ingatan ini nggak akan pernah kembali?"

Satu kesimpulan muncul dalam kepalanya. Semua mengatakan jika ia tak boleh memaksakan diri untuk mengingat. Tapi mereka juga tak mungkin begitu saja rela jika dia benar-benar tak mengingat masa lalunya. Kecuali ada suatu hal di masa lalu yang membuatnya lebih baik melupakan semuanya.

"Mungkin...aku cari yang itu dulu. Tapi...apa bisa?"

Apa bisa Arsean mengingat kenangan yang bukan miliknya? Kepalanya bahkan kembali pening. Setiap hal yang ia temukan bukannya malah memberi petunjuk, namun malah membuat tebakannya semakin kemana-mana tanpa tujuan.

"Sam...apa tujuan kamu tukar tempat?"

Arsean rasanya semakin gila karena berbicara pada dirinya sendiri. Karena pening yang semakin menjadi, Arsean merebahkan kepalanya pada meja dengan kedua tangan sebagai tumpuan. Kelopaknya perlahan menutup dan nafasnya terdengar teratur. Tak lama kemudian terdengar suara pintu yang terbuka. Tanpa suara seseorang yang ternyata Felix itu menghampiri adiknya. Tangannya perlahan membawa tubuh Arsean untuk bersandar pada sandaran kursi agar ia mudah menggeser kursi rodanya.

Little Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang