Star-17

306 70 2
                                    

"Ugh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ugh..."

Arsean melenguh begitu merasakan seluruh tubuhnya terasa sakit saat bangun dari tidurnya. Seingatnya sebelum tidur kemarin, dia tidak melakukan apa-apa yang bisa membuatnya hampir tidak bisa bangun pagi ini. Kepalanya juga terasa berat dan badannya menggigil. Pernafasannya juga terasa sedikit sesak.

"Heran sama Lian yang masih mempertahankan kamu buat hidup."

Suara asing itu membuat Arsean menoleh ke samping tempat tidurnya. Wanita paruh baya yang kemarin berbicara dengan Jeandra kini berdiri angkuh di sana.

"Harusnya waktu kamu lahir, Lian buang kamu aja biar dia nggak kesusahan seperti sekarang."

Arsean tak sanggup mencerna apa yang dikatakan. Tak memungkiri ucapan itu begitu kejam terdengar. Siapa wanita itu?

Nenek?

Ah ya... Arsean ingat jika mamanya mengenalkan wanita itu sebagai neneknya.

"Apa yang Lian pertahankan dari kamu? Toh dengan kondisi seperti ini, kamu nyusahin Lian aja. Kenapa saat kecelakaan kamu nggak mati?"

Mati? Semudah itu mengatakan mati? Siapa manusia yang bisa memilih hidup matinya? Tidak ada.

Arsean berusaha bangkit meski tubuhnya semakin sakit. Yang sementara lumpuh kakinya, bukan tubuhnya. Dengan pandangan yang berkabut karena berkaca-kaca, Arsean menatap wanita paruh baya di hadapannya.

"Siapa?" Tanyanya seolah tak mengenal siapa wanita di hadapannya.

Wanita itu, sedikit terkejut. Namun beberapa detik kemudian rautnya kembali terlihat tenang.

"Jadi kamu benar-benar lupa ingatan? Atau cuma pura-pura lupa biar Lian simpati sama kamu?"

Padahal wanita itu tahu jika Arsean baru saja mengalami kecelakaan. Namun bagaimana bisa beliau mengatakan jika Arsean hanya berpura-pura hanya demi mendapatkan perhatian. Dan Arsean hanya diam sebagai jawaban. Bukan haknya menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

"Mama kamu mau bawa kamu ke Singapore. Kalau kamu tau diri, mending kamu tolak. Toh hasilnya tetep sama. Kamu bakalan lumpuh dan lemah. Kamu cuma bisa ngabisin uang mama kamu. Sampai kakak-kakak kamu harus rela mengubur mimpi mereka demi pengobatan kamu."

Apa maksudnya?

Mimpi apa yang harus abang-abangnya kubur?

Namun selain pertanyaan itu semua, satu kesimpulan yang Arsean dapat.

Mungkinkah ini alasan Arsean ingin menyerah?

Sekeras apapun Arsean memikirkan, tidak ada yang bisa ia ingat. Hingga cuplikan ingatan memberondong masuk dalam kepalanya. Berputar seperti kaset rusak yang membuat telinganya berdenging.

"Arrghh...."

"Sam...astaga!"

Tanpa peduli dengan keberadaan sang nenek di sana, Carel langsung menghampiri adiknya yang mengerang sambil memegang kepalanya. Beberapa kali si bungsu berusaha menarik rambutnya untuk melampiaskan pening yang melanda.

Little Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang