Bab 14

8.9K 669 11
                                    

Mata Berlian melebar khawatir, "Lo luka?"

Arlo menjauhkan tubuhnya dari Berlian dan berusaha berdiri dengan tegak, "Luka biasa, kebentur," jawabnya singkat kemudian ingin berjalan keluar kamar sebelum dicegat oleh Berlian.

Berlian menarik tangan pria itu kemudian menuntunnya untuk duduk di pinggir kasurnya.

"Buka."

"Apanya?"

"Buka baju lo."

"Lo gila?" delik Arlo cepat, tidak menyangka semudah itu Berlian mengucapkan hal frontal seperti tadi.

"Lo luka."

"Gue bisa obatin sendiri," Arlo masih keras kepala dengan pendiriannya.

"Silahkan, gue lihat dari samping," uajr Berlian kemudian membuka nakas disamping kasurnya dan mengeluarkan kotak p3k dan menyodorkannya ke arah Arlo.

Arlo menghela napas pendek, gadis didepannya ini memang keras kepala jadi mau tidak mau Arlo harus menurutinya. 

Arlo melepas kaos yang ia pakai dengan sekali tarik, sedikit berhati-hati karena setiap bergesekkan dengan lukanya maka kulitnya serasa berdenyut hebat.

Berlian memperhatikan dari samping, awalnya gadis itu ingin mempertahankan poker facenya. Sok-sok an tidak terganggu dengan perut atletis milik pria itu tapi susah. Untuk sekali lagi, Berlian jatuh ke dalam pesona pria itu. Arlo pasti sering berolahraga terlihat dari otot perut dan tangan pria itu yang terbentuk. Berlian menahan napas ketika pria itu secara tiba-tiba menancapkan pandangannya ke arahnya.

"Lo aja yang obatin, gue gak nyampe," ujarnya menyerah sembari mendorong kotak p3k kembali ke arah Berlian.

Berlian tersenyum senang ketika pria itu akhirnya mengalah.

"Makanya jangan batu jadi orang, balik badan," ujar Berlian kemudian mulai mengoleskan salep pada kapas baru.

Arlo hanya memutar bola matanya malas namun tak menepis kalau perasaan aneh itu kembali, bagaimana jemari Berlian sesekali bergesekkan dengan kulitnya, semacam ada sengatan listrik yang membuat fokus Arlo hilang kendali. Sentuhan-sentuhan kecil itu berhasil menguasai pikiran Arlo dan berakhir hanya memikirkan Berlian saja, tidak ada yang lain lagi.

"Tahan ya," ujar Berlian sembari meringis melihat luka Arlo yang lumayan parah.

Ada banyak goresan lurus yang menjalar dari atas ke bawah, mirip cakaran, barangkali tergores benda tajam secara cepat. Tidak lupa lebam biru tepat di bawah bahu kananya, pasti ini yang tidak sengaja Berlian sentuh tadi.

"Lo berantem sama orang?" tanya Berlian.

Arlo berdehem singkat.

"Bohong, ini lebih kayak lo dibanting sama orang secara paksa ke dinding dengan kuat dan keras," lanjut Berlian membuat Arlo tertegun.

"Engga, analisa lo salah," balas pria itu singkat.

Berlian menghela napas, sepertinya Arlo memang tidak ingin memberitahu alasannya.

Batasan diantara mereka berdua yang timbul tenggelam benar-benar membuat Berlian bingung sekaligus menikmatinya. Kalian boleh mengatainya aneh dan plin plan, tapi memang itulah yang Berlian rasakan setelah bertemu dengan Arlo.

Pria itu berhasil menjungkirbalikkan perasaannya.

---

Hari minggu akhirnya tiba, sejak insiden dimana Berlian mengungkapkan perasannya dan berakhir ditolak Arlo, mereka berdua tidak pernah membahas hal itu lagi. Semua berjalan seperti biasa atau lebih tepatnya keduanya saling menghindar untuk membicarakan hal itu.

Berlian yang sudah selesai mandi melirik ke arah jam dinding, pukul sembilan pagi. Arlo berjanji dengannya untuk berbelanja bersama-sama ke supermarket guna memenuhi isi kulkas pria itu dengan hal yang lebih berguna. 

Tapi janji hanyalah janji, ternyata pria itu masih ngorok di atas tempat tidurnya. Ya, bahkan dari luar ruangan Berlian bisa mendengarnya. Ternyata Arlo tipe orang yang susah dibangunin.

Entah sudah berapa kali Berlian mengetuk pintu pria itu ataupun mendobraknya dengan keras tapi tidak ada jawaban dari dalam, hanya hening yang Berlian dapat sebagai jawaban.

Sebenarnya Berlian ingin masuk ke dalam kamar pria itu dan menyiramnya dengan air agar bangun namun gadis itu mengurungkan niatnya. Kalau saja ia tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Arlo sebelumnya, maka Berlian tidak ragu-ragu untuk menerobos kamarnya sekarang.

Memilih untuk menyerah akhirnya Berlian memutuskan untuk tiduran saja di sofa selagi menunggu Arlo. Tapi belum sempat membaringkan dirinya, tiba-tiba bel apartemen berbunyi.

Berlian mengernyit bingung, seakan terpikirkan sesuatu, jantungnya langsung berpacu dengan cepat.

Itu bukan Kevin yang menekan bel kan?

Berlian buru-buru mengintip dari lubang kecil pintu dan ternyata bukan. Seorang perempuan, Berlian bisa mencium bau parfumnya yang menyengat bahkan sebelum membuka pintu.

Begitu sukses membuka pintu, Berlian dikejutkan dengan penampilan wanita itu.

Berlian tebak umurnya kisaran tiga puluhan, namun yang menyita perhatian Berlian adalah gaya pakaian wanita itu. Tank top dua tali berwasrna hitam yang sangat ketat hingga menampakkan belahan dadanya diikuti tato berisikan lambang-lambang aneh disepanjang lengannya disusul celana pendek jeans koyak-koyak membuatnya terlihat aneh didepan Berlian.

Meraasa diperhatikan oleh Berlian, wanita itu melipat tangan sembari menyenderkan bahu pada daun pintu apartemen Berlian.

"Kau tinggal disini? Sama Arlo?" tanyanya kemudian terdengar kunyahan permen karet milik wanita itu.

Berlian menangguk singkat.

Wanita itu tiba-tiba melebarkan matanya kemudian mengibaskan rambut merah maroonnya yang mencolok.

"What the f*ck, gak mungkin."

Berlian tersentak ketika wanita itu mrngumpat keras, sebenarnya jenis manusia bagaimana yang tinggal di gedung ini. Kenapa baru orang pertama tapi Berlian sudah bertemu dengan orang modelan gini?

"Padahal kemarin aku mengajak pria itu tidur bareng tapi dia tolak dan sekarang, apa ini? Ternyata seleranya hanya gadis-gadis muda yang tidak berpengalaman," ujarnya sembari membuang permen karetnya ke kertas yang Berlian yakini adalah bekas bungkusan rokok kemudian melemparnya ke arah tong sampah.

Berlian benar-benar terkejut mendengar perntaan itu, pikiran-pikiran negatif langsung menghampirinya dalam waktu singkat.

Sefrontal itu untuk membicarakan hal yang bisa dibilang bersifat privasi itu? Berarti sudah biasa bagi mereka berdua untuk membicarakan hal begini.

Saat wanita itu mengumpat tadi, Berlian bahkan bisa menyium aroma alkohol dari dalam mulutnya. Mengingat-ingat kembali di dalam kulkas Arlo juga banyak botol bir, jangan-jangan mereka sering minum bareng dan...Berlian bahkan tidak ingin melanjutkan imajinasinya.

Arlo benar, Berlian memang benar-benar belum mengenal kehidupan pria itu. Jangan-jangan ini hanya sebagian kecilnya saja dan itu sudah membuat Berlian shock bukan main.

"Kau masih perawan? Oh, maksudku masih sekolah?" tanya wanita itu sembari mengusap area alisnya yang tertancap sebuah tindikan emas.

---

Komen jam berapa kalian baca ini?

Btw, menurut kalian, biasa 1 part idealny herapa kata ya?

Thanks for reading 😘😘😘

I'M FIGURAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang