Sesuai janji, aku double update!!!
Happy reading guys🫣
---
Jujur, Berlian tidak tahu kalau hubungan Arlo dengan nenek sihir itu begitu dekat. Jadi ini adalah alasan kuat bagi Arlo ketika pria itu mengatakan tujuan mereka berbeda. Ternyata Arlo tidak ingin keluar dari dunia ini karena memang keluarganya ada disini, baik keluar ataupun tetap disini tidak ada masalah baginya.
Berlian tiba-tiba terbatuk keras membuat Arlo refleks menoleh ke arahnya.
"Lo gak papa?" tanyanya khawatir yang dijawab gelengan kecil oleh Berlian sebelum wajahnya berubah pucat pasi.
Mati gue, Berlian membatin.
Hancur sudah kesan pertama orang tua Arlo kepadanya, tiba-tiba kilasan memori dimana Berlian mengejar ibu Arlo, mengatainya nenek sihir, bahkan hampir menjambak rambutnya. Lagi-lagi dia menghina cerita yang ibunya buat, Berlian bahkan tidak berani untuk melihat ke arah Arlo lagi.
"Jadi yang kuhina tadi adalah ibumu?" tanya Berlian seolah masih tidak percaya dengan pendengarannya.
"Iya," jawab Arlo sembari tertawa kecil karena ekspresi Berlian.
"Aku malu untuk bertemu dengannya lagi," tiba-tiba Berlian mengutarakan penyesalannya.
"Kenapa? Kurasa kalian sangat cocok," komentar Arlo yang langsung membuat Berlian berbalik menatapnya dengan tatapan shocknya.
Cocok? Cocok darimana coba.
"Iya, cocok untuk di jadiin musuh," lanjut Berlian yang langsung disambut tawa keras Arlo.
---
Mereka berdua sampai di apartemen Arlo tepat pukul dua belas malam. Walaupun malam sudah semakin larut dan jam tidur mereka sudah etrlambat jauh, nyatanya Berlian dan Arlo sama-sma tidak mengantuk padahal mereka akan bersekolah besok.
"Ar, kalau memang betulan ada cara untuk keluar dari sini, kenapa kita gak lakuin? Kita bisa keluar sama-sama, termasuk sama ibu lo juga. Bisa jadi dengan ngerubah alur ceritanya itu bisa jadi solusi," usul Berlian ketika mereka berdua masuk ke dalam apartemen.
Arlo melepas jaket denimnya kemudian membuangnya ke sembarang arah, melepas dua kancing paling atas kemejanya kemudian membaringkan diri ke atas sofa.
"Lo yakin bisa bujuk ibu gue? Sebenarnya niat awal gue dulu juga sama kayak yang lo pikirin sekarang, tapi akhirnya gue menyerah. Ego wanita itu terlalu tinggi, dia sangat keras kepala dengan bilang kalau ceritanya ini akan berhasil," ujar Arlo diikuti helaan napas pendek yang lolos dari bibirnya.
"Sama kayak anaknya," gumam Berlian tanpa sadar ketika ikut duduk disamping Arlo.
Arlo tiba-tiba menegakkan punggung kemudian menoleh ke arah Berlian dengan raut menelitinya, "Apa lo bilang barusan?"
Berlian langsung menggelen cepat, berusaha mengelak padahal nyatanya itu sia-sia.
"Gue bisa denger itu Berlian," peringat Arlo yang langsung disambut tanpa peace oleh jari gadis itu.
"Bisa, gue yang bakal bujuk dia," ujar Berlian dengan mantap.
Arlo sedikitnya percaya hal ini akan berhasil mengingat betapa gigihnya seorang Berlian apalagi sikap berani dan tak kenal Berlian terhadap orang asing sekalipun perawakannya yang galak seperti madam.
Arlo tersenyum kecil ke arah Berlian, "I trust you," ujarnya pelan.
Tanpa pria itu sadari, kalimat yang ia utarakan berefek besar bagi Berlian. Jantung Berlian mendadak berdesir hebat. Gila, hanya dengan sebuah senyuman, selemah itukah jantung Berlian sekarang?
Berlian berdehem pelan, mendadak salah tingkah.
"Ngomong-ngomong cerita ini udah ulang berapa kali? 900?" tanya Berlian mengalihkan topik.
Arlo menangguk menyetujui ucapan Berlian.
Berlian menghembuskan napas pelan sembari menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa, "Bisa-bisa gue jadi janda tua disini," komentar Berlian sembari menutup kedua matanya, tiba-tiba kantuk melanda dirinya untuk sesaat.
Arlo menoleh ke samping, mengamati wajah damai Berlian untuk sesaat. Gadis itu terlohat sangat cantik ketika dalam kondisi tenang seperti ini bukan Berlian bar-bar yang ia temui petama kali. Sesekali hidung gadis itu mengembang mengempis dan entah kenapa hal itu membuat Arlo lagi-lagi tersenyum. Semua yang ada pada diri Berlian tak henti-henti memunculkan senyum pria itu.
Berlian spesial dengan caranya sendiri.
"Gue gak mungkin biarin hal itu terjadi," ucap Arlo serius dengan nada rendahnya.
Berlian yang awalnya sudah mau terlelap tiba-tiba membuka kedua matanya, apalagi saat dirasakan napas Arlo yang menerpa kuat area wajahnya. Berlian membuka kedua matanya, alangkah terkejut ketika mendapati Arlo tengah mengamati wajahnya dalam jarak dekat. Pipinya ditumpuhkan pada telapak tangannya dengan sikunya yang bersandar pada senderan sofa.
"Maksud..." belum sempat Berlian menyelesaikan kalimatnya, Arlo yang tanpa aba-aba dan dengan brengseknya setelah menolah Berlian hampir tiga kali tiba-tiba mendekatkan wajahnya kemudian mendaratkan bibirnya pada bibir Berlian.
Butuh beberapa detik bagi otak Berlian untuk memproses semuanya bahkan setelah Arlo menjauhkan wajahnya dan menatap lurus kedua manik Berlian. Gadis itu tak berkedip dan masih kelihatan shock dengan apa yang terjadi. Bagaimana tidak, Arlo dalam keadaan sadar melakukannya jadi tidak ada alasan untuk pria itu mengatakan kalau ia mabuk dan berakhir mengabaikan perasaannya sendiri lagi.
"Apa maksudnya?" Berlian akhirnya mengeluarkan suaranya, masih dengan Arlo yang menatapnya lekat dan sangat lembut seolah melalui tatapan itu banyak yang ingin Arlo sampaikan namun yang berakhir keluar dari bibir pria itu hanya pertanyaan bodohnya.
"Bukannya udah jelas?" Arlo masih terus menancapkan pandangannya ke arah Berlian sebelum tersenyum tipis, nyaris tak terlihat jika mereka berdua tidak berada dalam jarak sedekat itu.
Berlian tahu semua yang Arlo rasakan, cukup dengan sebuah tatapan tulus dari pria itu, Belian bisa merasakan emosi dan perasaan pria itu.
"Kemaren, lo gak benar-benar mabuk kan?"
Arlo tiba-tiba tersenyum miring yang langsung mengundang kekesalan Berlian, gadis itu pikir selama ini cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, tahu-tahunya pria itu yang membohongi perasaannya sendiri.
Sebenarnya Arlo sudah menyukai Berlian bahkan sebelum gadis itu menyatakan perasannya pertama kali, namun kaget akan keberanian gadis itu, Arlo akhirnya tidak tahu harus bereaksi apa dan berakhir menyakiti perasaan gadis itu. Namun karena keadaan yang tidak memungkinkan juga, sulit bagi Arlo untuk mengungkapkan perasaannya secara gamblang, Arlo takut ibunya akan semakin marah dan menyakiti Berlian, walau ketakutannya benar-benar terjadi.
Arlo benar-benar merasa sangat bersalah terhadap Berlian, ia bahkan sempat berpikir kalau dirinya ini tidak pantas untuk Berlian.
"Pikirin aja sendiri," ujar Arlo kemudian menoel hidung Berlian sekali sebelum bangkit dari kursi meninggalkan Berlian sendirian di ruang tamu dan masuk ke dalam kamarnya.
Berlian mengusap hidungnya pelan, "Mampus, jantung gue rasanya mau copot," gumam Berlian, dirasanya kedua pipinya memanas dan otaknya hanya dipenuhi oleh Arlo sekarang.
Jadi...kesimpulannya, mereka pacaran kan sekarang?
---
Mau ucapin makasih buat yang udah vote, comment,
terus kasih semangat belakangan ini.
Sayang kalian 😍🤧🫶See you on next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M FIGURAN [END]
Teen FictionWARNING !!! CERITA INI BISA BIKIN KALIAN SENYUM-SENYUM SENDIRI BAHKAN SALTO-SALTO SAMPE MAMPUS ‼️🚫🚫 Yang gak kuat dipersilahkan untuk ↩️ putar balik --- What?! I'm figuran? --- Berlian pikir dirinya sudah mati saat tiba-tiba terbangun dalam se...