Bab 45

6K 463 15
                                    

Madam terdiam untuk sejenak, butuuh waktu baginya untuk kembali menjernihkan pikiran sebelum akhirnya menangguk. Seulas senyum terbit dibibirnya, "Tentu saja, begitu aku ingin mengakhiri nyawaku, aku tiba-tiba terlempar ke dunia ini. Aku orang pertama dan kau adalah orang keduanya," ujar madam membuat secuil kekhawatiran dalam diri Arlo menguap dengan cepat.

Arlo memang sudah mendengar cerita ini dari ibunya dulu, namun entah kenapa ia hanya ingin memastikannya lagi dengan bertanya ulang. 

"Oh ya,"  madam teringat sesuat, ia menarik syal yang ia rajut belakangan ini kemudian menyodorkannya ke arah Arlo.

"Ini untukmu. Aku tahu, didunia yang kubuat ini mungkin tidak ada musim dingin tapi setelah kau keluar dari sini nanti, kau bisa memakainya agr tidak kedinginan saat salju datang," ujar madam tulus.

Arlo menerimanya dan berujar, "Terima kasih, tapi seharusnya kau pakai saja. Kau juga bisa kedinginan nanti," Arlo hendak mengembalikan syal itu namun madam menolaknya.

"Tidak perlu, aku tidak akan memerlukannya."

Arlo menautkan alis, "Kenapa?"

"Maksudku, kau bisa memberikannya kepadaku nanti ketika musim salju tiba. Simpan saja dulu untuk sekarang," ujar madam kemudian Arlo menangguk sebelum hendak berdiri untuk menyimpan syal pemberian ibunya itu ke kamarnya namun geraakannya terhenti karena madam tiba-tiba menggapai tangannya.

"Boleh ibu peluk sekali?" Tanya madam, nada bicara wanitaa itu terdengar ragu-ragu.

Arlo tersenyum kemudian menangguk pelan, ia kembali duduk dan menarik madam kedalam pelukannya. Arlo dapat merasakan madam memeluknya dengan sangat erat seolah ini adalah tanda membaiknya hubungan mereka.

"Bukan untuk aku dan Berlian saja, tetapi kau juga harus membuat ending yang bagu untuk dirimu sendiri," ujar Arlo disela pelukan mereka hingga menyadari kalau bahunya basah akan tangisan madam. 

---

Menuruti perkataan madam kemarin, Berlian dan Arlo memutuskan untuk pergi ke sekolah hari ini.

"Gak papa kan?" tanya Arlo dengan tatapan khawatirnya ke arah Berlian.

Berlian tersenyum pelan, "Gak papa, asal ada lo disamping gue."

Mereka berdua berjalan beriringan melewati koridor sekolah dan sesuai dugaan Arlo, berita terkait pertunangan Alicia dan Kevin masih hangat untuk diperbincangkan oleh orang-orang. 

Berlian menangkap basah beberapa lirikan dari anak-anak disekolah, seolah mereka ingin menghampiri Berlian untuk menanyakan kelanjutan ataupun informasi tambahan terkait pesta itu tapi melihat Arlo yang berjalan disampingnya sembari menatap ke arah mereka dengan tatapan datarnya, nyali mereka seketika menciut. 

Dari ujung belokan koridor, Berlian melihat Kevin dan Alicia yang kebetulan berjalan ke arah mereka. Jika sesuai yang madam katakan kemarin, maka mereka berdua akan menghampiri Arlo dan Berlian sekarang untuk meminta maaf.  

Pandangan Berlian jatuh pada Kevin yang duduk diatas kursi rodanya dengan didorong oleh Alicia berikut dengan kakinya yang diperban.

Sesuai dugaan, mereka berdua menghentikan langkahnya tepat didepan Arlo dan Berlian. 

"Berlian, ada sesuatu yang pengen kita omongin ke lo," Alicia buka suara sembari menatap ke arah Berlian.

Berlian masih diam, menunggu kelanjutan dari kalimat mereka barusan.

Kevin menatap grogi ke arah Berlian sebelum berujar, "Gue mau minta maaf soal kejadian kemarin, gue tahu gue salah dan walaupun lo gak akan terima permintaan maaf gue, gue rasa gue tetap harus omongin ini ke lo."

"Gue juga minta maaf untuk perbuatan gue sama teman-teman gue waktu itu, gue ahrap kita bisa berteman untuk kedepannya," lanjut Alicia.

Berlian menarik napas pelan sebelum menghembuskannya dengan cepat, walaupun dendamnya kepada mereka masih ada tetapi Berlian harus segera menyelesaikan masalah ini agar mereka dapat bebas dengan cepat.

"Gue rasa gue bisa maafin perbuatan kalian, karena kayaknya kalian juga udah cukup menderita sekarang," ujar Berlian sembari melirik ke arah kaki Kevin.

"Tapi kalo untuk berteman, maaf gue gak bisa. Anggap aja kita kayak orang asing yang gak pernah kenal untuk kedepannya," Berlian mengakhiri kalimatnya dengan menunduk sedikit sebelum pamit undur diri dengan Arlo dari hadapan mereka.

---

Kelas mereka disekolah hari ini berjalan seperti biasa hingga jam istirahat tiba. Berlian rasa semuanya mulai membaik, firasatnya mengatakan kalau sebantar lagi naskah cerita madam akan segera berakhir dan jujur Berlian tidak sabar untuk itu. Berlian yakin kalau mereka semua benar-benar akan keluar dari sana. Arlo juga mengatakan Arlo kalau ia tengah merencanakan sebuah makan malam bersama dengan para pemain figuran lainnya sebagai tanda perpisahan mereka sebelum benar-benar mengakhiri cerita ini. 

Arlo yang tengah bersantai sembari mengistirahatkan kepalanya pada lipatan tangannya diatas meja tahu-tahu dihampiri oleh Laura. Gadis itu menarik kursi dan menduduki tempat Berlian, tepat disamping Arlo.

Arlo yang menyadari ada pergerakan disampingnya segera membuka kedua matanya, ia pikir itu adalah Berlian namun diluar dugaan malah Laura yang ada dihadapannya sekarang.

"Ngapain lo disini?" Arlo bertanya sembari menegakkan punggungnya.

Laura menumpuhkan kepalanya pada telapak tangannya dengan sikunya yang berada diatas meja, memperhatikan Arlo secara terang-terangan dan dengan lekat dari arah samping. Tidak sedikit dari para siswa yang dikelas berakhir mengalihkan tatapan ke arah mereka. Belakangan ini mereka selalu menjadi pusat perhatian disekolah.

"Gue benci sama Berlian," ujar Laura dalam sekali tarikan napas yang berhasil menarik fokus Arlo sepenuhnya kearahnya. Gadis itu terlihat percaya diri dengan ucapannya seolah hal yang ia utarakan memang benar adanya padahal sejatinya itu adalah sebuah omong kosong yang bagi Arlo hanyalah sampah.

"Dan gue juga benci sama lo," lanjut Arlo sembari mengalihkan pandangannya dari Laura, berusaha meredam emosinya agar tidak bangkit, Arlo hanya tidak ingin membuat masalah lagi atau cerita ini tidak akan bisa berakhir dengan damai.

Seakan belum menyerah, Laura kembali membuka mulutnya, "Gue gak pengen lihat Berlian bahagia," ujarnya. Arlo melirik sekilas ke arah gadis itu, ia dapat menangkap sirat kebencian dalam manik Laura, cenderung didominasi oleh rasa frustasi dan keputusasaan.

Laura tiba-tiba memajukan tubuhnya dan diluar dugaan semua orang, secara cepat dan tanpa dapat diprediksi oleh Arlo, gadis itu memajukan wajahnya ke arah Arlo kemudian mengecupnya singkat tepat pada bibirnya membuat bahu Arlo tersentak terkejut berikut dengan murid-murid dikelas yang melihat adengan itu. Arlo refleks mendorong bahu Laura keras membuat gadis itu terhuyung dan hampir jatuh dari posisi duduknya kalau ia tidak berpegangan kuat pada sisi meja.

---

😇Thanks for reading😇

I'M FIGURAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang