Punggungnya terasa berdenyut, ia berakhir terduduk di lantai dengan memegangi bagian belakang kepalanya.
"Dilarang berkata kasar diruanganku yang suci ini!"
Sebuah teriakan melengking menusuk indra pendengaran Arlo ditengah ringisan yang pria itu keluarkan. Berakhir dengan bergema dalam heningnya atmosfer ruangan, suara itu kembali terdengar.
"Apa yang sudah kau lakukan?" tanyanya dengan nada menuntut.
Arlo berusaha berdiri dengan menopangkan tangannya pada karpet berudu yang menyelimuti seluruh lantai dalam ruangan besar itu sebelum berdiri setelah susah payah menyeimbangkan tubuhnya.
"Setidaknya berikan aku waktu untuk bersiap-siap, pukulan tadi terlalu tiba-tiba madam," protes Arlo kemudian berjalan terseok-seok mendekati meja kerja wanita itu dan melempar dirinya ke sofa empuk didepannya.
Seorang wanita kisaran umur lima puluhan dengan rambut hitam yang menjuntai sebagian diikuti tusuk konde emas dibelakang. Bersamaan dengan bingkai kacamata petak emasnya, iya semuanya serba emas kecuali warna lipstiknya yang merah pekat dan gaun wanita itu, layaknya disiram wine merah, gaun model lengan panjang dengan model polos membuatnya tampak seperti nenek sihir yang jahat seperti di film-film.
Jika dipikir-pikir ada benarnya juga, bahkan Arlo yang baru saja datang saja sudah diserang.
Wanita yang dipanggil madam itu berdiri dari kursi kerjanya kemudian berjalan menghampiri Arlo yang sibuk memejamkan matanya sembari meredam kesakitannya beberapa waktu lalu.
"Ini adalah salahmu karena asal menarik orang ke dalam dunia ini. Jangan protes kepadaku karena aku juga sedang pusing sekarang!" balas Arlo tak kalah melengking dari suara wanita itu.
Wanita itu berdiri di belakang sofa Arlo kemudian mendaratkan jari telunjuknya yang sangat tajam akan kuku panjangnya itu, "Apa kau bilang? Semua itu terjadi karena kau telat datang saat insiden dikantin terjadi anak bodoh," desisnya dengan suara tajamnya sebelum berbalik dan kembali duduk di meja kerjanya.
"Aku juga tidak menyangka gadis itu akan ikut campur dengan masalah dikantin. Dia benar-benar berbeda dari pemain figuran yang lain," Arlo menegakkan punggungnya kemudian memijat pelipisnya.
"Kalau begitu itu adalah tugasmu untuk menjauhkannya atau kalau perlu mengurungnya di kamarmu bukan malah membantunya mendapatkan posisi disana!" teriakan melengking itu sekali lagi bergema diantara heningnya suasana.
Wanita itu kemudian menekan tombol ujung mesin ketiknya secara berulang yang langsung mendapat perhatian Arlo.
"Arlo, kau tahu kan apa yang bisa kulakukan dengan jari-jari cantikku ini?" tanyanya sembari menaikkan alis kananya, wajahnya yang menyeramkan itu mendukungnya untuk menjadi peran antagonis.
"Kau sudah melihatnya tadi," lanjutnya membuat Arlo memutar bola matanya malas. Bahkan punggungnya itu masih terasa panas dan sekarang pedih ketika bergesekan dengan kaosnya.
"Aku tahu," balas Arlo singkat.
"Kalau kau tahu selesaikan secepatnya dan jangan kembali sebelum semuanya selesai!"
BRAK!
---
Setelah tidak pulang semalaman, paginya Berlian tidak melihat batang hidung pria itu di apartemen. Tadinya Berlian ingin menunggu Arlo untuk berangkat bersama-sama ke sekolah tapi karena pria itu tidak ada Berlian memutuskan untuk berangkat sendiri.
Berlian turun menggunakan lift dan berjalan ke area pintu masuk gedung, baru saja beberapa langkah keluar, Berlian menghentikan langkahnya ketika mendapati sebuah mobil merah berhenti tepat didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M FIGURAN [END]
Teen FictionWARNING !!! CERITA INI BISA BIKIN KALIAN SENYUM-SENYUM SENDIRI BAHKAN SALTO-SALTO SAMPE MAMPUS ‼️🚫🚫 Yang gak kuat dipersilahkan untuk ↩️ putar balik --- What?! I'm figuran? --- Berlian pikir dirinya sudah mati saat tiba-tiba terbangun dalam se...