Bab 36

6.3K 540 1
                                    

Katty mencebik pelan mendengar kalimat pria itu.

Detik selanjutnya Arlo tiba-tiba menoleh ke arah Tom, "Kenapa bisa tahan pacaran sama dia?" tanya Arlo yang membuat Katty melebarkan matanya.

Arlo benar-benar minta dicekek, emang gak ada pertanyaan lain apa? Tapi walaupun begitu, Katty juga ingin tahu alasannya.

"Kenapa? Katty kan imut," jawab Tom sembari menunduk kemudian mengecup puncak kepala wanita itu sekali.

"Imut? Oh," Arlo menangguk-angguk kemudian melirik ke arah dapur dimana Berlian masih sibuk memasak, rambutnya yang dicepol asal bergerak seiring dengan gerak tubuhnya yang tanpa sadar membuat Arlo tersenyum kecil.

Katty bangun dari tidurnya, "Lo ngejek ya?"

Arlo menggeleng, "Gue cuman baru tahu aja kalau lo itu imut, jadi agak kaget," balas Arlo dengan polosnya.

Katty menghembuskan napasnya, sebenarnya ia juga setuju dengan pemikiran Arlo, menurutnya dirinya itu sangat tomboy dan jauh dari kata imut, namun ada pepatah mengatakan, cinta itu buta. Mungkin Tom sedang merasakan fase itu.

Berlian meletakkan hidangannya ke atas meja makan, tak sengaja menangkap Arlo yang sibuk bercengkrama dengan Tom dan Katty. Gelak tawa mereka terdengar beberapa kali walau kebanyakan nada sewot Katty. Sepertinya keputusan Berlian untuk mengundang mereka tidaklah buruk.

Setidaknya Arlo tidak akan merasa kesepian dan perlahan bisa membuka dirinya untuk orang lain juga.

"Sejak kapan lo suka sama Berlian?" tanya Katty yang masih penasaran dengan kisah cinta Arlo.

"Sejak lahir."

Katty memutar bola matanya malas, "Gue serius."

"Gue juga gak tahu," Arlo tidak berbohong, ia tidak tahu sejak kapan menyukai Berlian, hanya saja Arlo merasa tidak ingin kehilangan Berlian dan kehadiran Berlian disekitarnya sangat berharga.

"Makanannya udah siap!"

Sembari menyantap masakan Berlian dan Jenni, mereka berlima mengobrol hingga matahari tak menampakkan dirinya lagi. Mulai dari pertanyaan Katty mengenai pertemuan pertama Berlian dengan Arlo bersambung ke cerita Tom dan Katty.

Arlo meneguk air di cangkirnya sembari menoleh ke belakang dimana Katty sudah tertidur pulas diatas karpet dekat sofa sembari memeluk Tom kemudian Jenni yang tertidur pulas di sofa.

Berlian susah selesai dengan kegiatan mencuci piringnya, berniat menghampiri Katty ke ruang tamu namun tangannya berakhir dicegat oleh Arlo. Pria itu menariknya membuat Berlian terduduk diatas pangkuan pria itu, Berlian refleks melingkarkan lengannya ke leher Arlo agar tidak jatuh.

"Ar..." desis Berlian kesal dengan gerakan pria itu yang terkesan tiba-tiba.

"Sekarang saatnya ngedate uang sesungguhnya," ujar Arlo, seiring dengan rangkulannya pada pinggang Berlian yang mengerat, mengikis jarak antar keduanya, Arlo mendekatkan wajahnya ke arah Berlian.

Berlian menahan napas, melipat bibirnya ke dalam, ia meneguk ludahnya kasar. Berlian ingin menghindari tatapan Arlo tapi tidak bisa, pesona Arlo susah untuk ditolak.

"Jangan aneh-aneh Ar," peringat Berlian, berusaha keras agar suaranya tidak bergetar.

Arlo menaikkan alis kanannya kemudian tersenyum miring, "Emang menurut lo apa yang mau gue lakuin sekarang?" tanyanya sembari terus mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan.

Berlian mengerjap, detak jantungnya yang sudah tak terkontrol membuat fokus Berlian kacau. 

Tanpa gadis itu sadari tangan Arlo terangkat naik dan berakhir menyentil pelan pelipis Berlian membuat gadis itu meringis.

"Lo mikir yang engga-engga ya?" 

Sial, ternyata Arlo mempermainkannya. Ngedate berdua yang Arlo maksud adalah menonton film bersama-sama didalam kamar pria itu. Awalnya Arlo merekomendasikan film hantu tetapi Berlian mengaku takut, mereka akhirnya memilih film kartun.

Berlian menepuk tempat disampingnya diikuti Arlo yang merangkak naik ke atas kasur. Berlian menyenderkan kepalanya ke bahu Arlo dengan tatapannya yang fokus ke depan. 

"Jangan lihat ke gue, tvnya itu didepan," protes Berlian ketika mendapati Arlo menatapi dirinya bukannya fokus pada film mereka.

Toh menurut Arlo film kartun sangat membosankan, mengamati wajah Berlian lebih menarik baginya.

Arlo menyampirkan anak rambut Berlian ke samping berakhir mengelus puncak kepala gadis itu, "Gimana caranya lo bisa ketemu madam?" tanya Arlo, sedari semalam ia mencari waktu yang tepat untuk menanyakan hal ini

Berlian dengan tatapannya yang masih terarah ke layar televisi, ia menjawab, "Teriak kayak orang gila di taman."

Arlo terkekeh singkat, ia tahu hal ini akan terjadi.

"Kalian ngomongin apa aja?" tanya Arlo lagi.

"Kita berdebat."

"Udah gue duga," balas Arlo membuat Berlian tertawa kecil.

"Tapi gue akuin madam kelihatan menyesal, kalau ada waktu pergi ngobrol berdua sama dia. Dari hati ke hati," ujar Berlian memberi saran.

"Tahu sendiri kalau dia orangnya keras kepala, mungkin dia malu karena alur ceritanya berantakan jadi hibur dia. Gue yakin kalian bakal baikan kok, cuman perlu jujur aja," lanjut Berlian.

Gemas dengan pipi Berlian yang sibuk mengembang mengempis karena gadis itu tengah berceloteh, Arlo akhirnya mencubitnya gemas.

"Iya tuan putri, sarannya diterima."

"Ar, sakit. Jangan cubit gue," protes Berlian sembari mengusap pipinya.

Tiba-tiba Berlian kepikiran sesuatu, gadis itu membasahi bibirnya, tidak tahu apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakannya kepada Arlo.

"Dan ada satu hal yang harus lo tahu."

Arlo yang masih setia mengelus kepala Berlian sembari memainkan untaian rambut gadis itu hanya menjawab dengan deheman kecil.

Berlian menarik napas pelan, mempersiapkan diri untuk berbicara.

"Gue tadi ke tempat madam buat diskusiin sama dia alur yang baru, tapi kayaknya kita gak bisa pakai cara itu lagi," ujar Berlian kemudian menegakkan punggungnya membuat elusan Arlo terputus.

Arlo menautkan alisnya, "Kenapa?"

"Madam bilang ia tidak sengaja menghancurkan mesinnya dan sekarang naskahnya hanya bisa berjalan sesuai yang dulu dan kembali berulang atau berubah tapi dikendalikan oleh perasaan masing-masing tokoh," ujar Berlian, butuh beberapa detik baginya untuk mengumpulkan keberanian dan menatap Arlo, sekedar mengecek keadaan pria itu.

Arlo sama terkejutnya dengan Berlian ketika mendengar berita ini. Tatapan pria itu kosong, bahunya mematung, Berlian tidak tahu apa yang Arlo pikirkan sekarang. Tapi sedikitnya Berlian bisa merasakan rahang Arlo mengeras dan tatapannya perlahan berubah gelap.

---

🫶Thanks for reading🫶

I'M FIGURAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang