Bab 43

6K 486 7
                                    


"Aku berencana untuk membuat semua tokohnya bertobat," ujar madam pelan begitu Berlian menyelesaikan ceritanya dengan rinci mengenai apa yang terjadi pada pesta semalam sesuai dengan permintaan madam.

Jujur, wanita itu tidak tahu kalau akan terjadi begitu banyak konflik dalam satu pesta pertunangan itu. Seolah semua masalah dalam cerita sepakat untuk meledak dalam satu waktu membuatnya bingung untuk menyelesaikannya.

Madam tidak tidur semalaman, setelah kepulangan Arlo, dengan memanfaatkan penulisan naskah melalui pikirannya secara tersirat, walaupun madam sendiri tidak yakin akan berhasil karena persentasenya sangatlah kecil dibanding dengan naskah yang diketik secara tersurat.

Namun keadaan sudah memaksa dan kacau seperti ini, ia hanya akan mencoba segala cara untuk menyelesaikannya segera.

"Bagaima caranya? Aku tidak yakin Kevin akan berubah. Pria itu sudah brengsek sedari awal," ujar Berlian, menyebutkan nama pria itu saja sudah membuatnya naik pitam.

Arlo masih terdiam sembari duduk diatas sofa yang terpaut jarak belasan langkah dari meja kerja madam, tidak berniat untuk menoleh ke arah mereka sama sekali.

Madam menghela napas pelan sembari memijat pelipisnya, belakagan ini rasa saki pada kepalanya terus menyerangnya tanpa peringatan.

"Kau sakit?" Tanya Berlian khawatir kemudian menhampiri madam dan menuntun wanita itu untuk duduk di kursinya.

"Tidak, hanya saja sedikit pusing. Semalam ada orang yang menerobos masuk tiba-tiba dan memarahiku habis-habisan karena kau terluka. Jadi aku tidak bisa tidur kemarin," ujar madam dengan nada tak acuhnya kemudian mencuri pandang ke arah Arlo yang masih duduk tenang seolah tidak terjadi apa-apa.

Berlian melirik mereka berdua secara bergantian, ia sudah tebak dari ekspresi Arlo saat di apartemen, mereka pasti berselisih lagi kemarin.

"Kalian hanya perlu pergi ke sekolah seperti biasa..."

"Tidak akan," Arlo tiba-tiba bersuara, memotong kalimat madam. Dari raut wajahnya, pria itu terlihat tidak setuju dengan rencana madam.

Madam memutar bola matanya malas, apa lagi mau pria pemarah ini?

Arlo bangkit dari duduknya kemudian menghampiri meja kerja madam dan berdiri disamping Berlian, menatap lurus ke arah kedua manik madam, ia berujar, "Ceritakan semua naskah yang kau rencanakan sehabis ini, tanpa terkecuali," Arlo menekankan nada bicaranya diakhir.

Sebab mesin ketiknya sudah hancur, jadi Arlo sudah tidak bisa melihat naskah cerita yang disususun oleh madam sendiri secara mutlak selain dari mulut wanita itu. Arlo hanya tidak ingin ada kesalahan lagi, ia hanya ingin naskahnya berjalan lancar dan hal seperti kemarin tidak akan terulang lagi.

"Kalau naskahmu benar-benar bagus dan bisa ditoleransi oleh kita, maka silahkan lanjutkan. Tapi kalau aneh dan tidak masuk akal, kau harus engubahnya lagi sampai masuk akal," lanjut Arlo membuat madam terdiam sejenak, wanita itu tampak berpikir keras sebelum menatap sendu ke arah Arlo. Berlian bisa mendapati raut kekeccewaan didalamnya.

"Kau tidak percaya kepadaku?" Tanya madam.

"Bukan tidak percaya, hanya saja..."

Berlian refleks menyikut kaki Arlo dengan lututnya membuat tubuh pria itu hilang keseimbangan dan berakhir terhuyung ke belakang. Hampir saja jatuh kalau ia tidak sigap memegang tiang lampu disampingnya.

Berlian menampilkan senyum lebarnya, "Maksud Arlo itu sebenarnya dia hanya ingin memastikan semua alurnya denganmu agar tidak terjadi kesalahan lagi. Jangan sakit hati dengan perkataannya madam, dia hanya...." Berlian menggantungkan kalimatnya guna mencari kata yang pas.

"Hanya kurang pandai merangkai kata dan juga emosian. Iya, dia tidak pancai berbicara," ujar Berlian sembari menunjuk ke arah kepalanya dengan jari telunjuknya yang berhasil menarik fokus Arlo sepenuhnya ke arah Berlian.

'Bicara apa gadis itu sebenarnya?' Kesalnya dalam hati.

Madam menangguk pelan, akhirnya ia mengerti. Setidaknya rasa sakit hatinya berkurang sedikit. 

Madam kemudian memejamkan kedua matanya rapat guna mengambil napas sejenak sebelum kembali membukanya dan menatap ke arah mereka berdua, "Tenang saja, aku akan Membuat Alcia dan Kevin bersatu sebagai sebuah pasangan. Untuk kalian berdua, kalian hanya perlu pergi ke sekolah dan aku akan membuat addengan dimana mereka akan meminta maaf kepada kalian," madam menjelaskan secara rinci akhirnya.

"Dan kuharap kalian memaafkan mereka jika ingin cerita ini cepat selesai," madam melanjutkan diakhir.

Berlian menangguk, ia tidak keberatan dengan alur yang madam rencanakan walaupun harus menerima permintaan maaf Kevin dan Alicia.

"Aku akan memaafkan mereka jika kau buat mereka berlutut kepadaku," ujar Berlian membuat madam menoleh ke arahnya sembari membulatkan matanya.

"Tidak bisa, tidak masuk akal. Lagian latar tempatnya disekolah, tidak pantas jika ada adengan seperti itu," madam menaikkan nada bicaranya, menandakan ia tidak setuju.

Berlian mencbikkan bibirnya, "Ya sudah kalau tidak bisa, yang penting mereka meminta maaf dan buat wajah mereka sangat menyesal dan menyedihkan," pinta Berlian yang hanya dijawab madam dengan memutar bola matanya malas.

"Tapi aku tidak meyangka naskahnya akan berakhir dengan sebuh acara maaf-maaf. Seperti ada yang jangal untuk sebuah ending yang sempurna," Berlian berujar pelan, alisny bertaut tampak berpikir keras sebelum duduk pada kursi yang tersedia tepat di depan meja kerja madam.

Madam melipat tangannya sembari melihat ke arah Berlian, "Jadi apa maumu? Kalian berciuman diakhir? Tenang, aku akan membuatnya," ujar madam dengan suaranya yang kelewat lantang membuat Berlian gelagapan dalam mengontrol ekspresinya.

Berlian mengerjap beberapa kali, "Bukan gitu, tapi..."

"Kau yakin?" Tanya Arlo memotong kalimat Berlian dengan matanya yang memincing berusaha meneliti ekspresi madam, apakah wanita itu sedang berbohong atau tidak. 

Berlian menghembuskan napas kasar, mulai lagi perdebatan ibu dan anak ini. 

Arlo masih setia memperhatikan setiapgerakan tubuh ibunya. Berlian bisa saja percaya dengan mudah setelah wanita itu selesai menjelaskan semuanya, tapi untuk sekali lagi, perlu diingatkan kalau Arlo adalah putra kandungnya. Arlo yang paling tahu sifat ibunya itu.

Madam berdehem sekali, membersihkan tenggorokannya yang terasa kering tiba-tiba sembari tangannya mencengkram ujung meja dengan erat, "Kenapa? Kalau kau memang tidak percaya dari awal kepadaku seharusnya jangan menyuruhku untuk menjelaskannya lagi."

Masih dengan mempertahankan tatapan mereka, Arlo kembali bertanya, "Tidak ada turning point lagi kan? Perubahan nasib tokoh yang drastis? Aku tidak mau ada plot twist lagi sehabis ini," ujar Arlo dengan nada seriusnya.

Madan mengalihkan tatpannya ke samping, "Tidak akan, kau bisa memegang ucapanku kali ini," ujarnya kemudian berjalan menjauhi mereka berdua dan berhenti pada area rak buku yang berdiri berjajar pada bagian samping ruangan itu. Ia menarik salah satu buku dari rak kemudian membukanya.

Arlo menatap punggung wanita itu dari belakang, sebenarnya ia masih ragu tapi tidak ada cara lain selain mempercayai ucapan ibunya.

Dengan buku yang masih dalam genggamannya, madam tiba-tiba berbalik, "Tapi kalau mereka sendiri yang berbuat diluar kehendakku, jangan salahkan aku lagi. Bukannya aku yang tidak mau mengontrol mereka, tetapi mereka saja yang tidak mau dikontrol olehku," ujar madam, berjaga-jaga kalau Arlo akan mendatanginya dan memarahinya lagi dengan alasan yang sama.

Arlo hanya terdiam, ia berbalik dan kembali duduk disofa. Tidak berniat membalas kalimat ibunya karena ia tahu madam masih kesal dengan insiden semalam. 

Berlian menatap mereka secara bergantian, berniat untuk mencairkan suasana Berlian memikirkan cara untuk mmendekatkan ibu dan anak itu kembali. Tak sengaja renannya menangkap syal yang tampaknya sudah selesai dirajut oleh madam.

Berlian meraihnya kemudian mengangkatnya ke atas, "Madam, apa yang kau rajut ini? Syal? Untuk Arlo ya?" Berlian sengaja bertanya dengan sedikit megeraskan suaranya agar Arlo juga dapat mendengarnya.

---

🔥Thanks for reading🔥

I'M FIGURAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang