Bab 46

6.3K 479 11
                                    

Note : 40 bintang aku update lagi

---

Arlo teringat akan adengan yang seharusnya terjadi, dimana pada naskah asli madam, mereka memang akan melakukan adengan ini, tapi dengan Laura yang tersenyum bahagia sebagai ending naskahnya dan itu sangat berbeda dengan sirat tajamnya sekarang. Arlo menyadari, sekeras apapun mereka mengubah, naskah asli madam yang dulu tetap akan ikut andil walau tidak bisa sepenuhnya.

"Gue pengen lihat Berlian hancur," ujar Laura terakhir kali sebelum mengusap sudut bibirnya menggunakan jari jempolnya.

Arlo hampir lepas kendali dan berakhir ingin menyakiti Laura jika akal sehatnya tidak muncul diwaktu yang tepat dan memperingati dirinya kalau Laura itu seorang perempuan. Tidak etis rasanya jika ia menonjoknya diperut seperti yang ia lakukan kepada Kevin. Terlebih lagi pandangan Arlo jatuh pada pintu masuk kelas dimana Berlian berdiri mematung disana. Tatapan mereka beradu sepersekian detik sebelum akhirnya gadis itu meninggalkan area kelas dengan berlari kencang.

"Tindakan lo ini benar-benar membuktikan kalau lo itu murahan," ujar Arlo sembari melempar tatapan menjijikkannya ke Laura untuk terakhir kali sebelum berlari keluar kelas untuk mengejar Berlian.

Laura menatap kepergian Arlo, untuk sesaat ia merasa puas dengan apa yang ia lakukan barusan tapi disatu sisi ia menyesal karena Arlo menjadi membencinya sekarang.

Apa yang sudah ia perbuat? Ralat, kenapa dirinya menjadi seperti ini?

Arlo mengedarkan pandangannya dan langkahnya berhenti tepat pada area taman belakang sekolah, ia dapat melihat punggung seorang gadis yang tengah duduk membelakanginya pada kursi taman. 

Arlo memperlambat langkahnya kemudian mengambil tempat tepat disamping Berlian.

Keheningan menyergap mereka berdua untuk beberapa waktu lalu, baik Berlian dan Arlo tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Dari ekor matanya, Arlo dapat melihat tatapan Berlian yang menghunjam lurus kedepan, Arlo tidak dapat menebak isi pikirannya sekarang.

"Lo lihat yang dikelas tadi?" tanya Arlo, tidak tahan dengan atmosfer dingin diantara mereka berdua.

Tanpa berniat membalas tatapan Arlo, Berlian menajwab dengan tatapannya yang masih terarah ke depan, "Menurut lo?"

Nada bicara Berlian sekarang tergolong tenang, Arlo pikir wanita itu akan berteriak meminta penjelasan ataupun memarahinya dan mereka akan berakhir pada sebuah perdebatan panjang.

"Laura tiba-tiba cium due duluan," ujar Arlo lagi sembari menatap Berlian dari samping, pelipisnya berkerut sembari menunggu reaksi Berlian selanjutnya.

"Gue tahu."

"Lo ga marah?"

Akhirnya Berlian mengalihkan kepalanya ke samping dan tatapan mereka bertemu untuk sesaat. 

"Marah," jawab Berlian jujur membuat Arlo menaikkan alis kanannya bingung.

"Lalu? Gue harus gimana biar lo gak marah lagi? Balik ke kelas dan pukul si Laura?" tanya Arlo dengan polosnya.

"Tapi dia itu cewek," balas Berlian singkat yang disusul dengan helaan napas kasar dari Arlo.

"Iya, sayangnya gue gak bisa lakuin itu."

Berlian tiba-tiba menatap serius ke arah Arlo, memang dari nada bicara gadis itu Arlo tidak menangkap gelagat emosi darinya, tapi melalui tatapan yang Berlian berikan kepadanya, Arlo dapat melihat sirat kekesalan disana.

"Ada cara lain," ujar Berlian kemudian menggeser tubuhnya mendekat ke arah Arlo kemudian memiringkan tubuhnya hingga bisa berhadapan langsung dengan Arlo.

"Kayak mana..."

Kalimat Arlo terhenti kala Berlian memajukan wajahnya kemudian mendaratkan bibirnya tepat pada bibir Arlo. Rena Arlo bergetar untuk sesaat sebab terkejut akan perilaku tiba-tiba dari Berlian. Hanya dua detik sebelum Berlian kembali menarik wajahnya menjauh dari pandangan Arlo.

"Dengan cara bersihin bekas dia tadi," ujar Berlian kemudian tersenyum kecil sebelum tangan Arlo bergerak cepat, menyeberangi tubuh Berlian dan berakhir bertumpu pada sandaran kursi taman guna mengurungnya, membuat Berlian mau tak mau mendekatkan diri pada Arlo. 

Arlo menatap lurus ke arah kedua manik Berlian seolah menyalurkan perasaan yang ia pendam belakangan ini sebelum kembali meraih pipinya dan mendaratkan bibirnya dengan penuh hati-hati.

Kali ini Arlo yang memegang kendali, ia menciumnya dengan lembut, menuntun Berlian untuk menjelajahi perasaan dalam diri Arlo lebih dalam. Diri Arlo yang sebenarnya.

---

Mereka mengadakan pesta perpisahan disebuah kedai yang menjual berbagai jenis daging berikut dengan meja panggangan dan jejeran lemari es yang menyajikan berbagai jenis minuman, mulai dari soda hingga alkohol dengan kadar dari paling mendasar hingga paling tinggi. Arlo berharap malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi mereka, penuh dengan obrolan, canda tawa sekaligus menjadi malam memabukkan yang akan mengantarkan mereka semua pada sebuah awal yang baru ketika mereka bangun besok.

"Lo yakin madam yang bilang sendiri kalau dia gak mau datang?" tanya Berlian kepada Arlo ketika mereka berjalan masuk ke dalam pintu masuk kedai.

Arlo sudah mengunjungi madam sebelumnya dan mendiskusika terkait bagaimana wanita itu akan mengakhiri ini semua, tetapi wanita itu hanya bilang bahwa nikmati saja pesta kalian. Ketika kau bangun besok, hanya ada kebebasan yang menanti kalian.

Arlo mempercayai wanita itu dan menyerahkan sisanya kepadanya, sebelum benar-benar pergi dari ruangan madam, Arlo mengajak wanita itu untuk bergabung dalam pesta dengan mereka.

Madam awalnya diam, terlihat ragu untuk menjawab sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya pelan.

"Nikmati saja pestanya, aku tidak bisa datang. Mereka tidak boleh tahu identitasku," ujar madam kemudian kembali fokus pada bacaannya.

Memang ada baiknya, pemain figuran seperti mereka tidak perlu tahu akan rupa madam yang sebenarnya. Cukup Arlo dan Berlian saja yang mengetahuinya.

"Kau bisa menyamar sebagai salah satu tokoh figuran disana, kupastikan kau tidak akan ketahuan," ujar Arlo berusaha menyakinkan wanita itu tetapi dia tetap menolak.

Berlian menghembuskan napas pelan, padahal dia ingin menikmati pesta ini dengan madam juga. Tapi mungkin ada alasan kuat kenapa madam tidak mau ikut, jadi Berlian hanya menghargai keputusan wanita itu. 

"Kita harus minum sampai pingsan hari ini!"

---

😁Thanks for reading😁

I'M FIGURAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang