"Argh!"
Ringisan keluar dari bibir pucat Berlian saat tubuhnya terlempar dan dipaksa untuk mendarat diatas tanah dengan posisi yang tidak enak untuk dilihat. Sebuah pot tanaman adalah hal yang pertama kali ia lihat saat membuka kedua matanya. Berlian jatuh dengan pipinya yang sukses mencium harumnya semerbak tanah.
"Sial, siapa yang nanam bunga disini sih," gerutunya sembari berusaha berdiri. Menopang diri dengan menumpuhkan kedua tangannya di atas tanah kemudian perlahan menyeimbangkan tubuhnya dan bangkit berdiri.
Berlian menepuk lututnya yang kotor kemudian memegangi kepalanya yang berdenyut pelan. Semua memori itu masih terekam jelas dalam benaknya, bagaimana ia menjelajahi gua untuk mencari teman-temannya dan berakhir terdampar di...Berlian segera mengedarkan pandangan, ternyata dia berada disebuah taman.
Semacam ada deretan pintu dengan papan angka diatasnya membuat Berlian menyadari kalau ia sedang berada di sebuah sekolah elite. Kenapa Berlian bisa mengatakan itu sekolah elite? Karena dari tamannya saja sudah sangat luas, ada banyak jenis bunga dengan pot yang berbeda-beda bentuk, ia menebak ada kelas berkebun disekolah itu.
Berlian kembali mengambil langkah mendekat ke lorong koridor yang mengantarkannya pada deretan kelas, mengintip sedikit ke dalam Berlian membulatkan kedua matanya. Kelasnya berukuran besar dengan fasilitas yang bisa dibilang mirip perguruan tinggi. Full ac dengan loker kemudian ada rak khusus untuk pemakaian sandal di kelas kemudian papan proyektor besar bukan papan tulis tinta seperti sekolah Berlian dulu. Meja dan kursinya sudah beda level, bukan kayu rongsokan lagi.
"Kapan sekolah gue gini ya?" gumamnya secara tak sadar.
Sebenaenya Berlian masih bingung akan bagaimana dirinya bisa terdampar disana, namun seiring kakinya melangkah semakin banyak hal-hal mengejutkan pula yang menyapanya di depan sana.
Untuk sesaat semua kebingungan itu perlahan tenggelam digantikan rasa penasarannya.
Mungkin efek beda sendiri dari segi pakaian yang Berlian kenakan, saat berjalan melewati lorong sekolah banyak siswa yang melirik aneh ke arahnya. Mereka semua memakai seragam dengan rok lipat kotak diikuti seragam putih dengan pita dasi merah melekat di masing-masing area leher, berbeda dengan Berlian yang memakai jaket tebal dan syal rajut, khas orang mau berlibur ke antartika.
Batavia High School.
Berlian menatap lekat-lekat papan nama sekolah itu. Wow, sekolah anak orang kaya pikirnya. Gedung menjulang tinggi dengan desain khas modern, banyak pepohonan yang mengiringi jalan masuk sekolah, lapangan dengan fasilitas lengkap, kelas-kelas elit, parkiran luas, Berlian jadi pengen balik ke sma lagi kalau sekolahnya modelan begini.
Masih belum puas, Berlian terus menyusuri area sekolah itu hingga tidak sengaja melewati sekerumunan orang-orang yang berdiri mengelilingi lapangan basket.
"Kevin ganteng banget plis!!!"
"Pengen jadi pacarnya"
"Pokoknya Kevin itu cowok gue!"
Berlian meringis sembari memegangi kupingnya ketika teriakan alay itu tiba-tiba menghampiri indra pendengarannya. Jiwa kepo Berlian naik, melewati beberapa orang, Berlian memastikan ia dapat melihat apa yang terjadi disana.
Ternyata ada pertandingan basket ditengah lapangan dan sudah bisa ditebak kalau sebegitu banyaknya cewek yang mengerumuni lapangan pasti yang para pemainnya ganteng-ganteng. Tidak tahu yang mana kevin tapi Berlian ingin mencoba menebak dari paras luar mereka. Mungkin yang berambut ikal dengan warna tubuh yang sedikit gelap? Menggeleng, tidak mungkin yang paling pendek diantara mereka tapi gesit gerakannya itu kan? Kemudian laki-laki dengan rambus acak-acakkan yang entah dari mana merebut bola kemudian berlari gesit ke arah ring. Wajah tampan yang mendukung membuat kemana dia berlari otomatis semua kepala pasti ikut. Analisa Berlian selesai, dia pasti yang bernama Kevin dan bersamaan dengan itu Kevin mencetak skor.
"Ayang gue jago banget."
"Semangat sayang!"
"Kevin! Kevin! Kevin!"
Tiba-tiba dari sisi lapangan muncul sekelompok chheerleaders dengan umbul-umbul emas mereka. Saling melempar teman ke atas, salto-salto sembari teriak huh hah huh hah kayak monyet. Berlian masih sibuk mengamati hingga gadis yang memimpin pasukan cheerleadernya itu keluar kemudian menghampiri Kevin.
Seru nih, Berlian membatin.
Gadis itu menyodorkan sebotol air mineral ke arah Kevin, teriakan kembali ricuh dari sisi lapangan.
Berlian melipat tangan, "Pasti ditolak," gumamnya lumayan keras hingga tidak sadar menarik perhatian orang disampingnya. Ketika dilihat ia hanya pura-pura melihat ke arah lain dengan ekspresi 'siapa ya yang tadi ngomongnya kayak toak?'
Benar. Dugaan Berlian jadi kenyataan, layaknya novel-nivel yang ia baca, gadis yang menjadi cheerleaders itu pasti antagonis yang kemudian ditolak Kevin karena kayak peremouan cabe. Gadis itu menghentakkan kakinya kesal dengan bibirnya yang cemberut maju 10cm sebelum meninggalkan lapangan.
Berlian menggeleng pelan, benar-benar alur yang bisa ia tebak dengan mudah.Berlian memutuskan untuk meninggalkan lapangan, kembali menyusuri lantai dua, tak sengaja ia melewati sebuah pintu besar yang mengantarkannya pada keheningan.
Dilihat dari papan nama itu adalah perpustakaan sekolah. Sangat luas, banyak rak-rak buku bahkan ada novel fiksi bukan buku pelajaran saja.
Kalau di sekolah dulu, Berlian termasuk siswa yang gila ranking dan ambisius. Semua lomba ia ikuti dan ia berhasil menjadi tipe murid teladan kesukaan guru. Menghabiskan masa sma dengan berpacaran dengan buku bukan orang. Walaupun cenderung menghabiskan waktu di perpustakaan untuk belajar, kalau pergaulan Berlian cukup memiliki banyak teman walau ada maunya.
Tiba-tiba seorang gadis yang duduk dekat pojok samping jendela besar menarik perhatiannya. Duduk sendirian disana sebagai satu-satunya gadis di sekolah yang tidak tertarik dengan pertandingan alay tadi.
Berlian kepikiran untuk bertanya padanya tentang dunia apa yang sedang ia masuki sekarang ini, baru saja ingin melangkah masuk sebuah bahu dengan gerakan cepat menyenggol tubuh Berlian.
Cukup kuat hingga membuatnya kembali mendarat dilantai.
"Lo mau mati ya?"
Oke, Berlian keceplosan. Kekesalannya sudah diujung karena ini adalah kali kedua dia jatuh.
Berlian mendongak, perawakan seorang pria tinggi berdiri menjulang dihadapannya.
"Maaf."
Singkat, padat dan jelas. Satu kata itu keluar dari bibir seksinya sebelum berjalan pergi dari sana meninggalkan Berlian sendirian. Tanpa uluran tangan tanpa basa-basi lagi.
Berlian menarik napas berusaha mengendalikan emosi nya yang suka meletup letup sendiri kayak popcorn sebelum bangkit berdiri.
"Maaf-maaf palamu!"
Berlian kembali menancapkan pandangan ke dalam perpustakaan, alangkah terkejutnya ia melihat Kevin si cowo populer sedang menghampiri gadis itu. Mereka terlihat berbicara sebelum gadis itu berlari kecil meninggalkan Kevin dibelakang dan berjalan keluar perpustakaan.
Mereka sempat ada kontak mata, namun gadis itu lebih dulu memutuskannya.
---
Hayoo, siapa yang udah bikin kalian penasaran? Spill dongs 👀
Satu kata untuk bab pertama ini?
Next ga?
•
•
•Salam sayang dari akoh 🤌😘
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M FIGURAN [END]
Teen FictionWARNING !!! CERITA INI BISA BIKIN KALIAN SENYUM-SENYUM SENDIRI BAHKAN SALTO-SALTO SAMPE MAMPUS ‼️🚫🚫 Yang gak kuat dipersilahkan untuk ↩️ putar balik --- What?! I'm figuran? --- Berlian pikir dirinya sudah mati saat tiba-tiba terbangun dalam se...