▪︎▪︎▪︎
Bukan tak professional--tapi sebut saja sedikit alay ketika Jennie benar-benar bisa semarah ini. Rapat, berlalu, kelas, bahkan lima hari tanpa wakilnya dia bisa mengerjakan segalanya sendiri. Tahu begitu memang sedari awal dia menyalonkan seorang diri saja. Tak perlu ada Lisa, tak perlu ada siapapun. Dia akan memimpin sendirian. Lelah seorang, berusaha mengerti pun mandiri.
Pagi ini, seharusnya Jennie bisa tersenyum lebar sebab uang transferan dari Ayah baru saja masuk dengan nominal tak berotak. Tapi, seperti jasad tanpa jiwa, Jennie berjalan gontai sembari menarik-buang napas berulang kali selama perjalanan menuju fakultas. Kegaduhan bermacam pro dan kontra manusia tak sama sekali ia idahkan. Sekelubung para sapa dan mahasiswa yang berlalu-lalang seakan samar di pandangan Jennie. Dia berjalan cepat di antara keramaian.
"Halo Jen!"
"Jennie, kiw!"
"Teh Jennie!"
"Selamat pagi kahim akuntan!"
"Jennie sombong amat!"
"Oiy, geulis! Kiw!"
Jennie tak menggubris sama sekali. Sampai akhirnya ketibaan dia di lantai satu, dari arah barat sosok yang belakangan ini dia pikirkan muncul. Jennie tahu bahwa hari ini adalah hari kepulangannya. Namun, kurang percaya saja dia menemukan Lisa dan Tzuyu kembali bersama. Apa 5 hari di Jogja masih kurang untuknya? Apa pertemuan karena delegasi itu membawa keberuntungan lain? Sebab setahu Jennie, Tzuyu dan Lisa tidak seakrab ini.
Seakrab sampai mereka berjalan sambil tertawa bersama.
"Eh, Jennie!"
Jennie buru-buru mengatur mimiknya se-natural mungkin. Dia melempar senyum singkat sambil kembali melangkah menuju tangga.
"Jam 3 kumpul ke sekre ya." Jennie terus berjalan ke atas tanpa menolehkan mata pada Lisa yang sudah memandanginya dengan lekat.
"Eh Jen, gue bawa oleh-oleh buat lo." Tzuyu terlihat sibuk merogoh tote-bag dan mengeluarkan sebuah plastik minimalis berisikan box pack.
Langkah Jennie praktis terhenti. Namun, dia hanya punya waktu untuk melirik karena terlalu malas untuk kembali turun. Apalagi melihat tampang Lisa yang ikut-ikutan memberengut, mengingatkan Jennie akan notifikasi terakhirnya bahwa dia-pun ikut misuh-misuh. What the hell? Siapa yang salah? Siapa yang seharusnya berlagak marah?
"Thanks, honey. Tapi gue ada kelas nih, lo pegang dulu ya? Ntar tolong bawa aja ke sekre, gapapa?" Jennie tersenyum bersalah.
"Siap." Tzuyu mengacungkan jempol, kemudian mendorong pundak Lisa. "Sana, kelas tuh!"
"Iya udah bareng aja sama lo, kan sama-sama mau ke kelas?"
"Sama kahim lah, ngapain sama gue?"
"Gamau."
Brengsek. Si krempeng cari mati sama gue! Dari suaranya, Jennie yakin Lisa menyengaja agar telinga Jennie menangkap nada menyebalkan itu. Malas untuk menunggu, Jennie tertalah-talah lebih cepat ke atas. Dan sebelum Lisa datang ke kelas, dia memutuskan pindah kursi bersebrangan. Sekonyong-konyong memindahkan tas Seulgi ke asal tempatnya kemarin.
"WEEEY! PENGANTEN BARU BALIK BULAN MADU!" Seulgi berteriak di luar kelas.
"WEEEY! Bau Jogjanya kerasa bener aduh!" Wendy berpura-pura memainkan hidungnya. Dan begitu sadar pada keberadaan Jennie di dalam kelas, ia langsung menunjuknya.
"BU, INTROGASI BU! LIAT NIH YANG BALIK DARI JOGJA MAKIN RAPET AJA SAMA WAKADEP HUMAS!"
"Woy, tas gue kemana?" Seulgi celingukan seraya berlari ke arah Jennie.

KAMU SEDANG MEMBACA
Himpunan | Jenlisa✔
Fanfiction(+) OT GEN3 "Mau nggak, membina hima bareng gue?" - Jennie. "Maunya membina rumah tangga bareng lo." - Lisa. ©️Kanayaruna, 2023 Notes: bacanya di rumah aja, bahaya kalau dibawa-bawa keluar. Bisa disangka orang gila.