#9. Perasaanku Tak Bisa Disamakan Dengan yang Lain

1.2K 160 13
                                    

▪︎▪︎▪︎

Ada begitu banyak persoalan yang Jennie pendam begitu penat di kepalanya. Entah tugas-tugas kuliah yang belum sempat ia sentuh, bermacam pertemuan dalam pengawalan besar himpunan di masa-masa baru ini, hingga menghadapi Lisa yang benar-benar dibuat pecah kepala. Bayangkan saja, alih-alih meringankan tugas ketua, keberadaan dirinya justru membuat ubun-ubun Jennie terasa disendat.

"Kira-kira gue sama Tzuyu bisa jalan nggak?" Itu saja terus pertanyaan yang dia lontar. Bahkan Rosè sendiri sudah turut muak mendengarnya.

"Kira-kira aja, otak lo masih bisa dipake atau harus diganti?" Dan ini balasan Jennie yang selalu sama.

Setelah siang dihabiskan di perkampusan, malamnya dia habiskan dengan pertemuan pengurus yakni sebuah surat-surat yang masih bertumpuk untuk dikeluarkan secara merata.

Di dalam kost Wendy yang ruangannya sedikit lebih lega untuk menampung 7 orang, mereka berkumpul dengan wajah lelah yang terpatri masing-masing. Kali ini, Jennie sengaja mengambil bagian penting--khususnya para rekan dekat yang dia awasi secara tatap muka begini. Ada Rosé, Joy, Seulgi, Yeri, dan Wendy. Sementara di sampingnya, Lisa dengan patuh diperintah untuk menanyai kabar Kak Jisoo.

"Nayeon yang bagian ngurus surat, kan?" Tanya Jennie pada Wendy. Sambil ikut memantau bagaimana wanita itu membuat bahan ppt untuk presentasi rapat.

"Iya."

"Jangan diporsir sendiri ya, gue gamau kalian kerja dengan porsi berlebihan. Dibagi merata pokoknya."

"Iya Bu kahim..." gumam Wendy gemas.

"Gue chat Kak Irene nih, Jen?" Tanya Seulgi yang berada di atas ranjang. Duduk sila sambil menyugar rambutnya berulang kali.

"Iya." Jennie mengangguk tanpa menoleh.

"Anjir, sumpah deg-degan banget! Jangan sama gue deh!"

"Yaudah sama gue aja." Wendy hendak saja menyambar ponselnya, kaki Seulgi dengan sadis menginjaknya sampai dia menjerit.

"ANJEEENGG SAKEET!!"

"Jangan eh, udah gapapa gue aja!"

"Yeuuu dasar beruang gatau diri! Udah sama gue aja sekalian!" Serobot Lisa.

"Rebutan, rebutan. Urusan ngechat Si mamih aja rebutan! Kayak gaada lonte lagi yang bisa digebet!" Celetuk Yeri yang sedang sibuk mencatat tugas di buku catatan.

"Mana ada lonte se-sempurna Si Irene, makanya rebutan!" Balas Wendy.

"Bahasa lo pada... lonta-lonte!" Jennie bergeleng-geleng kepala.

"Nggak salah lo ciptain departemen agama Jen, buat ngebaptis manusia-manusia kek mereka!" Joy ikut merespon.

"Kayak lo juga."

"Astagfirullah, gue diem aja kena." Joy menghembuskan napasnya kasar. Ingin mengamuk, namun dua tangannya sedang tanggung pada keyboard.

"Hahahaha! Ntar kalau ada acara keagamaan, suruh Joy jadi MC aja!" Timpal Rosé.

"Jangan anjeng, auto itu acara berubah jedag-jedug kalau dia yang megang." Wendy bergidik membayangkannya.

"UDAH DEH KALAU LAGI KERJA DIEM AJA! KOMEN MULU LU WAWAN!"

Jennie terkekeh kecil menanggapi keramaian debat itu. Dia kini berpindah kembali ke sisi Lisa, mengintip layar ponselnya yang masih sibuk bertukar kabar dengan Kak Jisoo. Menit berikutnya, merasa terlalu bosan karena tidak ada hal yang bisa dikerjakan, Jennie mengeluarkan buku catatannya dan mulai berselonjor (mengikuti posisi Yeri) tak lain mengikuti ide kegiatannya; menyelesaikan tugas kuliah.

Himpunan | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang