▪︎▪︎▪︎
Ya mau bagaimana mengerti bila Jennie tak pernah mengungkapkan apa yang dia maksud dalam kepalanya. Memangnya Lisa ini cenayang atau manusia dengan kemampuan pembaca pikiran yang handal? Lisa ini hanya manusia biasa yang butuh komunikasi bila memang di antara keduanya ada silsilah yang perlu diluruskan.
Namun, seolah-olah apa yang Jennie lakukan itu memaksanya memahami dengan kemampuan tingkat tinggi yang jatuhnya justru Lisa semakin tak mengerti. Bayangkan saja, tadi pagi dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa yang mengurus segala laporan adalah Taehyung. Harusnya Jennie pergi dengan dirinya. Harusnya Jennie membutuhkan bantuan padanya. Bukan pada orang yang jelas-jelas tidak ada sangkut pautnya. Ketua departemen humas dengan ketua himpunan? Apanya yang harus diperjelas? Ada urusan apa sampai keduanya harus sedekat itu?
Seperti siang ini, Lisa berulang kali melirik Jennie yang berada jauh di seberangnya. Perempuan itu masih menduduki bangku Seulgi. Sementara Si Beruang kini berada di hadapannya.
Masih tidak ada yang berubah. Jennie sama sekali tak membalas tatapannya. Bahkan ketika Lisa sengaja memandangnya guna memancing agar kepala itu menoleh, Jennie benar-benar tak meliriknya. Membuat ia menghela napas.
"Gue salah apaan sih..." gumam Lisa sambil memainkan bolpoinnya.
"Lis, ini debit kas perusahaan ditaruhnya---anjeng!" Seulgi semena-mena menggeplak kepalanya.
"Apaan anying? Sekate-kate main geplak aja!" Lisa mengaduh, mengusapi kepalanya.
"Orang lain nugas ini malah ngelamun! Kenapa sih lo?"
Lisa menghela napasnya. "Kagak, apaan buruan? Kas perusahaan ya masukin debit atuh?"
"Jawab pertanyaan gue dulu!"
"Lo nanya debit-kredit buat akun soalnya kan?" Lisa masih mengaduh.
"Bukan. Lo kenapa? Dari kemaren gue liat malah diem-dieman. Balik dari Jogja malah lemes, jiwa lo ketinggalan di sana ya?"
"Iya. Mending di Jogja aja dah gue, di Bandung nyebelin."
Sejenak, Seulgi melirik Jennie sepintas. Kebetulan Jennie juga sedang menatapnya. Namun, hendak melemparkan kata-kata dalam mulutnya, Jennie sudah lebih dulu menunduk dan mencatat sesuatu di atas buku kotretannya.
"Masa kahim-wakahim diem-dieman? Nggak enak banget diliat sama anak kabinet dah." Seulgi geleng-geleng tak percaya pada Lisa.
Lisa menjentekan sekali lagi bujur bolpoin sebelum akhirnya dia meletakan itu dan beralih menatap Seulgi dengan serius.
"Nih, gue mau cerita singkatnya. Mumpung Si bapak lagi sibuk sendiri." Lisa melirik dosennya yang malah bermain handphone di depan meja.
"Apaan tuh? Gimana-gimana?" Seulgi memundurkan kursinya lebih rapat ke belakang.
"Dia marah gegara gue nggak ngabarin bray!"
"Terus?!"
"Yaudah, kan singkat!"
"Anjir?"
"Kan singkat onyon!" Lisa menoyornya semena-mena.
"Gitu doang?" Seulgi melongo.
"Iya lah, gila kan?"
"Elu yang gila onyon!" Sekarang, Seulgi yang balik menoyornya.
"Gue salah apa?!" Lisa menggeram setengah berbisik.
"Lo kan ke Jogja, lo kira itu jarak yang deket? Lo juga sebagai wakahim di sini! Ya pasti Jennie marah kalau nggak dikabarin, pea lo!"
Lisa benar-benar mengaduh setelah dipukuli oleh Seulgi tak henti-henti. Namun efeknya cukup ampuh membuat kepalanya menemukan titik ternyaman untuk tersadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himpunan | Jenlisa✔
Fanfic(+) OT GEN3 "Mau nggak, membina hima bareng gue?" - Jennie. "Maunya membina rumah tangga bareng lo." - Lisa. ©️Kanayaruna, 2023 Notes: bacanya di rumah aja, bahaya kalau dibawa-bawa keluar. Bisa disangka orang gila.