#59. Don't Be Angry

1.2K 171 40
                                    

▪︎▪︎▪︎

"Jen, Jen, mau kemana?!" Lisa hampir saja meraih sebelah tangannya namun Jennie lebih dulu mengangkat dan menjauhkannya.

"Kafetaria."

"Ngapain? Lo belum makan?"

"Hm." Jennie berdeham. Alhasil Lisa diam saja sembari mengikutinya. Hawa-hawanya balik lagi seperti sedingin es. Pikirnya, mungkin mulai terganggu karena masalah yang datang lagi.

"Kalau mau di sana ya di sana aja, gausah ngikutin gue." Sambungnya.

Lisa praktis menoleh hanya untuk menemukan wajah datar dan dinginnya. Di titik ini, Lisa mulai bertanya-tanya lagi. Dari gestur dan tone vokalnya jelas terasa lain. Apalagi bila sudah mencondongkan perintah ke arah lain, pasti ada yang lain dengan kata "di sana".

Sekalipun Lisa tak tahu bagaimana cara menjawab atau menebak yang dimaksudnya, dia memilih untuk terus membuntuti Jennie. Sebab katanya, perempuan akan semakin rumit bila ditinggalkan. Jadi, ketimbang yang rumit semakin berbelit, yasudahlah Lisa ikuti saja alurnya.

Sesampainya di sana, Jennie menurunkan sling bagnya pada salah satu meja dan langsung melengang ke arah kasir. Namun, sebelum benar-benar jauh dari meja itu dia sempat bersuara untuk Lisa.

"Lo mau pesen nggak?"

Dan dibalas, "nggak usah Jen." Oleh Lisa.

"Latte dingin dengan Jus mangganya satu." Tapi Jennie tetap membelinya. Dia menjulurkan uang selembar merah dan menunggu kembaliannya.

"Baik kak, silahkan ditunggu."

Suasana kafetaria depan ini tersinyalir sedang sepi. Percaya tidak percaya hanya ada mereka berdua dari meja-meja yang terhampar di luar maupun di dalam. Tapi syukurlah, Jennie bisa bebas mengekspresikan apa yang dia rasa sekarang. Setidaknya tidak akan ada beberapa orang yang menilainya dahulu sebab ini waktunya dia untuk mencerca Lisa.

"Kenapa bisa sampai begitu? Lo nggak mantau lingkungan apa gimana?" Jennie berujar seraya melucuti jaketnya dan menyisakan blouse putih yang cantiknya.

"Setau gue anak-anak hima di sekitar sekre kita tuh gaada yang ngeluh. Sekalipun misal emang anak-anak terlalu berisik. Lagian kalau kita rapat tuh suasananya bakal senyap bukan? Yakali lagi rapat ada yang teriak-teriak. Joy sama Dahyun aja kalau rapat tetep mingkem. Itumah merekanya aja yang keterlaluan Jen!" Cerocosnya sambil mengikuti jejak Jennie, melepas jaketnya.

Jennie membiarkannya terus mengungkapkan apa yang terjadi. Dimulai alasan Lisa datang ke kampus tanpa jadwal kelas, kemudian bertemu Tzuyu di depan sekre, dan berakhir mereka bersiteru tanpa tau alasan logisnya.

"Cuwi kalau marah serem anjir! Gue baru tau kalau dia bisa ngomong tolol dan sejenisnya." Lisa bergeleng-geleng. Membayangkan kejadian barusan yang masih tak dapat ia percayai.

"Terus?" Jennie menyangga dagu.

"Apalagi dia sampe nunjuk-nunjuk terus teriak. Anjir, selama gue kenal dia nggak pernah tuh dia teriak-teriak!"

"Terpesona?"

"Hah?" Wajah Lisa langsung berubah 180°.

"Terpesona? Sampai-sampai lo antusias begini?" Jennie mengangkat sebelah alisnya dengan senyum singkat.

"Apaan dah Jen, gue cuma bilang gue baru liat Cuwi kayak begini, bukan artinya gue terpesona." Lisa berdecak sebal.

Cemburu lagi... cemburu teros...

Kalau dipikir-pikir, Lisa tidak pernah bertemu seseorang yang bila cemburu akan se-terang-terangan dengan sifat menyebalkan begini. Dia bahkan baru tahu Jennie bisa cemburu dengan hal-hal yang kecil yang Lisa pikir, sebetulnya Jennie bisa acuhkan. Toh, apa hubungannya ia terpesona dengan Tzuyu?

Himpunan | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang