#70. Perempuan Sebaik Dirimu

1.2K 153 2
                                    

▪︎▪︎▪︎

1x24 jam, Jennie bisa memakan waktu tidur sampai 15 jam sehari. Dia yang tidur di malam hari pukul 8, kemudian bangun nanti pukul 2 siang, itupun dia bangun hanya untuk menegak segelas air dan menguyah pahit bubur yang sudah terhidangkan selalu. Iya, dalam satu nampan itu pasti selalu ada sebait kalimat dalam kertas dengan kata-kata; hai, Jen. Gue pergi dulu ya, lo jangan lupa makan. Nanti pulang dari kampus gue kesini.

Iya, itu memang Lisa. Saban hari ke depan ini, disaat suhu tubuh dan kesulitannya Jennie untuk bangun, yang ada di sisinya hanya Lisa. Bukan karena rekan-rekannya pada bangsat. Hanya saja, Jennie dan Lisa sepakat untuk meredam kekhawatiran itu agar mereka berdua selesaikan saja.

Sekali, tadi malam Jennie menyalakan data seluler handphone-nya dan bagai dijatuhi satu bintang, beranda whatsappnya meledak bukan main. Belum lagi grup chat organisasi bersama jumlahnya yang sudah tak terhitung. Padahal, Jennie baru 3 hari meninggalkan dunia, itupun untuk beristirahat. Tidak terbayangkan bila ia betulan tak bernapas lagi.

Yang paling dahsyat cara perhatiannya di sana adalah Wendy.

Tak perlu dihiraukan lagi satu peri itu. Kualitas intrinsik perhatiannya sudah lebih dari para buaya kelas kakap. Bahkan dalam satu bubble chat saja wanita itu mampu merangkum seluruh word of affirmation.

Tapi sayangnya, Jennie tak kuasa untuk membuka ponsel terlalu lama. Kepalanya seperti dililit banyak tali di atas bianglala, alias pening bukan main. Jadi, dia hanya mampu membaca pesan tanpa menjawabnya. Bahkan untuk mengembalikannya ke atas nakas dia tak mampu. Tapi tahu-tahu paginya sudah berada di atas meja dengan rapi.

Selayaknya begini, pukul 12 siang Jennie terengah di atas ranjang. Bangun-bangun bukannya minum, tapi sibuk menyusut hidungnya yang berair parah. Belum lagi semalam dia sulit bernapas. Sekarang sudah bangun saja rasanya masih tersiksa.

"God..." Jennie melenguh putus asa. Ingin beranjak, tapi tubuhnya ditarik magnet kasur yang kuat.

"Aaaaah... nyebelin!" Dia lagi-lagi meraih sapu tangan dan menyusut hidung. Kemudian mengubah posisinya jadi bersandar pada bantal yang ia berdirikan. Belum selesai sampai situ, Jennie mengusak dua matanya hingga berakhir ia usak juga rambutnya dengan kesal.

"Aaargh! Gue muak, gue pengen ngampus!" Dumelnya sambil menendang selimut, lantas pergi keluar kamar dengan langkah sempoyongan. Entah akan kemana.

"Halo? Gua di kelas Tuy, kalau mau ada yang diomongin sini ke kelas aja dulu. Gua lagi nyimak dulu Si Uwen bacot buat materi pelantikannya."

"..."

"Iya dah, ntar aja gua yang ke bawah."

Sambungan terputus.

Dari suara kentringan gelas yang Jennie tendang di dapur, Lisa masih sibuk di antara hingar-bingar lantai 3 fakultas ekonomi. Tidak tahu apa yang salah, namun keadaan kampus saat ini benar-benar padat bukan main. Mahasiswa baru dan para adik tingkat lainnya sedang eksis-eksisnya mencari atensi.

Dari dalam kelas, sesekali dia akan menoleh keluar jika kondisinya benar-benar berisik atau jeda hening dalam percakapan mereka.

"Pelantikan sehari doang kan?" Moonbyul menyahut sambil memainkan tangkai permennya.

"Yaiyalah, lama amat di sana mau nyamain muka lu ama monyet?" Sinbi mendadak sewot. Wanita itu justru lebih menantang ketika Moonbyul menarik dua alisnya ke atas.

"Sewot amat anying die daritadi. Kayaknya lagi ribut ama doinya." Bisiknya kencang kepada Jeongyeon. Jelas langsung dibalas lagi.

Sambil menunjuk dan berdiri dari kursi, Sinbi membuang napasnya sembari mendesis tak percaya. "Bacot lo ya Byul... omongan itu doa loh?"

Himpunan | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang