#58. Pertanyaan Baik-Baik Saja Darinya

1K 163 14
                                    

▪︎▪︎▪︎

Yaudah gaakan nolak lagi.

Lisa bukan bocah sd yang harus bertanya berulang kali apa maksud dari kata-kata tersebut. Hanya saja, dia sengaja berlagak pura-pura bodoh dan tak mengerti guna menghentikan laju aktivitas mereka kemarin. Bukan apa-apa, jatuh dua kali dalam lubang yang sama perasaannya mungkin sama. Dan Lisa terus-terang, dia tidak mau memakan perasaan itu lagi.

Menjauhi amarah Jennie pula yang selalu sensitif bila membawa inisial tersebut, Lisa terlalu malas berdebat apalagi memumpuni fakta sekarang bahwa ketuanya itu menyimpan seluruh perasaannya pada satu tabung harapan yang Lisa tanggung sekarang. Jadi, seusai makan sore tanpa berbasa-basi lagi Lisa langsung melemparkan perempuan itu ke kandangnya (alias memulangkan ke apartemennya). Jua, tidak ada hal yang harus mereka pantengi bersama lagi. Lebih baik Lisa pergunakan untuk menyicil satu per satu materi yang nantinya mungkin akan diulas dalam ulangan. Bahaya kalau sampai remedial kembali, bisa-bisa dia digebuki emak dan abah.

Lisa tidak berbohong ketika dia berkata pada Jennie setelah mengantarkannya, bahwa dia harus menyelesaikan beberapa tugas dan mengulas point dari ppt yang belum ia pahami betul-betul. Di kost, sembari menyuap beberapa kali makanan yang sempat dia beli di luaran, sembari membaca kertas dalam microsoft, dan sesekali ketika bosan dia akan melamun dan di-interogasi oleh pikirannya sendiri akan sesuatu yang terlintas di sana.

Seperti ada dorongan untuk mengingat kembali layar ingatan itu, hal-hal tentang Jogjakarta yang pernah mereka tinggalkan bersama nyatanya akan selalu menjadi bekas yang kuat. Bukannya Lisa terlalu payah atau dia tipikal orang yang mudah terhasut, dia bahkan bingung dengan dirinya sendiri. Apa yang tengah ia rasa ketika memikirkannya, atau euforia jika mengingat Tzuyu, termasuk untuk memiliki Jennie, ada batas kelabu yang masih terlalu menggantung di sana. Bagaikan diam di tengah pusat lingkaran, Lisa akan melihat segala perasaan itu terbang melanglangnya.

Dan ia tahu, dia sedang tak ingin bermain dengan masa lalunya.

Tapi rasanya, ia baru saja berbuat jahat pada Jennie,

Padahal, apanya yang jahat? Apa yang telah ia lakukan? Tidak ada.

Berulang kali Lisa menarik-buang napas akan hal itu. Membenci kerancuan akibatnya ini. Seandainya mungkin tak ia lakukan dahulu, mungkin Jennie sekalipun Tzuyu takkan pernah memiliki atensi padanya. Sekarang bagaimana? Bagaimana cara Lisa membedakan keduanya? Lisa hanya tidak ingin rasa pahit akibat tolakan itu dapat terasakan oleh Tzuyu.

Siang hari tanpa jadwal kelas dan tanpa acara apapun, Lisa sengaja membiarkan dirinya menyibukan diri di kampus. Dengan beberapa modul dan isian materi yang mungkin bisa ia baca di dalam sekre dengan tenang. Sebut saja ini pelarian diri. Sebab ternyata duduk atau rebahan di kost malah ribut oleh banyaknya hal yang terjadi. Entah para manusia yang berebut kamar mandi, yang memasak di dapur, atau Lisa dengan kepalanya sendiri.

Pukul 1 lebih 20 menit, disaat langit sedang nyentrik-nyentriknya, Lisa berlarian kecil ke arah kawasan sekretariat himpunan. Jalanan kampus yang ternetralisir sedikit sepi, mungkin beberapa mahasiswanya ada yang diam di dalam, sekalipun para pemilik jam kelas. Lisa tidak tahu siapa anggotanya yang sedang memiliki kelas sekarang. Tapi yang jelas Wendy dan Seulgi pasti tidak di sini.

Lalu, di seberang sana, khususnya kawasan jajaran ruang himpunan, ada dua orang wanita yang tengah mengobrol namun saling tunjuk. Perlahan-lahan, sembari mendekat, ternyata suara itu lebih lantang dari dugaannya.

"Suka-suka gue dong, hima-hima gue, kok lo yang sewot? Kahim gue aja nggak sewot!"

Tzuyu?

Lisa tak bisa menutupi keterkejutannya disaat ia tepi di atas teras dan melihat mata rubah itu menajam disertai nada bicara yang cukup membuat Lisa terkejut. Tzuyu bisa marah? Bisalah ya, yakali dikira bukan manusia apa ya.

Himpunan | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang