pertemuan

1.1K 78 0
                                    

"permisi"

Hendra segera bangun melihat seorang dokter perempuan yang masih muda menghampiri dirinya dan sang ibu.

Hendra menatap kalea, ia merasa tidak asing dengan perempuan itu.

Kalea sedikit terkejut melihat Hendra, ia menemukan pria itu.

"Maaf saya mau menjalankan psikoterapi kepada Bu violet" ucap kalea kepada Hendra.

Hendra pun mengangguk lalu beranjak dari duduknya membiarkan kalea duduk di sana.

Hendra menatap kalea yang melakukan psikoterapi kepada sang ibu.

"Bu violet" tanya kalea dengan lembut.

Violet tetap tidak menggubris dan masih melamun, menatap kosong ke arah depan.

Kalea memang penasaran kepada violet, pasti bukannya mendapat ancaman di bunuh oleh sang suami saja, tapi violet pasti mempunyai penyebab gangguan lainnya juga.

"Bu violet sudah makan?" Tanya kalea.

Violet masih tidak menggubris.

Kalea menghela napas pasrah.

Pasiennya satu ini memang sangat sudah sekali untuk di ajak psikoterapi, kadang kalea tidak digubris sama sekali.

"Bu violet sudah siap menceritakan sesuatu?" Tanya kalea.

Violet masih melamun namun ekspresinya terlihat berubah, ekspresinya terkejut dan agak takut.

Perlahan violet menoleh ke arah kalea.

"D-dia pembunuh!" Teriak violet yang mulai tidak terkontrol.

"Ibu tenang dulu ya" ucap kalea mencoba menenangkan emosi violet.

"D-dia bunuh aku!aku mati!" Teriak violet yang semakin kencang.

Hendra mulai panik dan ingin membantu menenangkan sang ibu, namun kalea menahannya karena violet sedikit melakukan kegiatan memberontak saya ada yang mendekatinya.

Para suster yang melihat kejadian itu pun mendekat ke arah mereka.

Violet menangis dan berteriak dengan kencang sambil menjambak rambutnya, ia berulang kali mengucapkan kalimat 'dia pembunuh'.

Kalea sudah sering menangani ini, setiap saya psikoterapi hanya kalimat itu yang keluar dari mulut violet.

Kalea dan para suster lainnya mencoba menenangkan violet, namun violet semakin memberontak dan menendang satu persatu orang yang ingin mendekat.

Kuku tajam dan panjang milik violet menggores pipi kalea, yang menyebabkan darah sedikit muncul.

Hendra merasa tidak tega kepada sang ibu, ia juga merasa tidak enak kepada kalea yang terluka.

Suster Clarissa berlari menuju mereka, ia membawa sebuah suntikan, sudah bisa dipastikan itu obat penenang.

Suster Clarissa menusukkan suntikan itu ke lengan milik violet.

Perlahan violet mulai melemas hingga akhirnya pingsan.

Hati Hendra semakin sakit melihat sang ibu saat ini, ingin rasanya ia menangis sambil berteriak kepada dunia yang sangat kejam kepada ibunya.

Perawat dan para suster mulai menggotong violet untuk menuju ke ruangannya.

Kini tinggal kalea dan Hendra yang berada di tempat itu.

Kalea menatap ke arah Hendra yang memegang keningnya sambil memejamkan matanya.

Kalea mengerti perasaan Hendra saat ini yang jelas pasti sangat menyakitkan.

Kalea mengelus pundak Hendra dari samping, Hendra pun melepas tangannya dari kening lalu beralih menatap kalea yang berada disampingnya.

"Ada yang mau saya bicarakan sama kamu" ucap kalea.

Hendra pun mengangguk.

Kalea berjalan meninggalkan tempat itu diikuti Hendra yang mengekorinya.










Hendra duduk di sofa yang berada di ruang kerja kalea, pria itu memerhatikan kalea yang sibuk mencari sesuatu.

"Ketemu" gumam kalea yang dapat Hendra dengar.

Kalea berjalan menuju sofa lalu duduk di depan Hendra sambil membawa sesuatu di tangannya.

Hendra menatap gadis itu penasaran.

"Nih" ucap kalea menyondorkan sebuah dompet.

Hendra sedikit mengernyitkan alisnya melihat dompet  itu.









TBC

love plane •heeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang