Berakhirnya pertemuan dengan Sang musafir

2.2K 119 4
                                    

Sejatinya tidak ada kedudukan paling tinggi diantara para makhluk, kecuali manusia. Jangan mudah berkecil hati. Sesungguhnya mereka yang datang, hanya mengujimu.

Terkadang penyakit hati sering kali menjadi penyebab manusia untuk bersekutu dengan makhluk gaib demi memuaskan nafsunya.

Namun tidak semua makhluk ghaib itu jahat, ada juga sebagian dari mereka yang baik dan tidak sedikit dari mereka yang bisa menuntun manusia ketingkat spiritual yang tinggi.

Disini Pria itu melihat dengan mata batinnya bahwa sebenarnya gadis yang ada dihadapannya itu juga mamiliki kemampuan khusus karna di berkahi ilmu spritual leluhurnya . Hanya saja gadis itu belum menyadarinya .

Jika dia mau mengasah ilmu spiritualnya mungkin dia adalah salah satu harapan keluarganya untuk membebaskannya dari Santet Pring Sedapur ini.

Namun ritual yang dijalankan juga tidak mudah. Sangat diperlukan mental dan tekad yang kuat untuk melakukannya.

Karena ketika Mata batinnya terbuka dia akan di perlihatkan dengan hal-hal ghaib yang mungkin bisa membuatmu gila jika tak kuat melihat dan menghadapinya.

Namun jika dia berhasil melakukan ritual untuk membuka cakra spiritualnya mungkin kemampuannya bisa lebih tinggi dan melebihinya.
.
.
.
Pria itu lalu duduk bersilah menghadap ke dupa yang baru dinyalakan, sekali-kali terdengar suara dari mulutnya yang tidak dimengerti oleh Adi, Albert , Ratih dan Sinta .

Keempatnya tampak begitu serius melihat apa yang tengah dilakukan Pria tersebut. Terlihat dari raut wajah mereka kelihatan begitu tegang.

Pria itupun tiada henti-hentinya membaca mantra, entah apa yang di bacanya tidak ada satupun dari mereka yang tau. Sedangkan Pak Sholeh hanya melihatnya dari jauh, di atas bangku dengan tangan yang menjulur ke arah sungai.

Tidak beberapa lama ritual itupun selesai, Pria itu dengan peluh yang bercucuran di wajahnya meminta Ratih untuk ikut duduk bersilah di hadapannya.

"Gimana nduk, cah ayu apa yang kamu rasakan setelah memegang tongkat saya " ucap pria itu

Ratih mengeleng karna dia benar-benar tidak merasakan apapun seperti yang diceritakan Adi dan Albert yang katanya tongkat itu sangat panas.

"Itu artinya kamu memiliki kemampuan khusus jika tongkat saya bisa menerima kamu nduk" Pria itu tersenyum tipis lalu mengambil kembali tongkatnya dari tangan Ratih.

Ratih hanya bisa tersenyum tak mengerti sambil hendak beranjak dari tempat duduknya. Tapi Pria itu melarangnya

"Duduk dulu nduk, Mbah mau bantu membuka aliran Spiritual kamu"

"Maksudnya membuka mata batin saya kah Pak ? Saya gak mau melihat hal2 ghaib " ucap Ratih ketakutan.

Pria itu tersenyum tipis

"Saya hanya ingin membuka energi spiritual kamu supaya nanti dengan sendirinya dan secara perlahan kamu bisa merasakan kemampuan spiritualmu"

Ratih menatap ibunya sekilas dan bersiap-siap kembali duduk bersila dengan menutup kedua matanya seperti arahan Pria itu. Tiba-tiba ia merasakan ada angin panas yang bertiup ke arah tubuhnya.

Dengan perlahan Ratih mencoba membuka mata. Terdengar suara Adi dan Sinta sedang berbicara. Ratih menatap Pria itu sejenak yang terlihat sangat fokus dengan mata yang terpejam.

Ratih menoleh ke sisi lain dan terlihat Bapaknya masih duduk bersandar lemah di atas bangku disampingnya.

Kembali ia menutup mata namun kali ini ia mengigil karena merasa ada hawa dingin yang sangat luar biasa masuk ketubuhnya . Melihat tubuh Ratih yang gemetaran, Pria itu meminta Ratih untuk tenang dan tetap fokus membaca sholawat.

Tiba-tiba Ratih melihat bayangan titik hitam kecil yang semakin menguar menutupi semua pandangannya hingga dia tak mampu melihat apa-apa lagi.

"Sholallah ala muhammad"

Dalam hatinya, Ratih terus membaca sholawat hingga ia menemukan setitik cahaya kecil.
Samar-samar terdengar pria itu seakan menyuruhnya untuk mengikuti cahaya itu.

Sinta mencolek Adi yang hendak menyulut rokok. Lalu ia menunjuk ke arah Ratih tapi Adi menggeleng kan kepala karna tidak mengerti.

Uuhuuuuk...uhuuk...!

Pak Sholeh tiba-tiba terbatuk membuat Ratih seketika membuka matanya . Pria itu menghampiri Pak Sholeh dan melihat tangannya sudah sedikit mengeluarkan darah.

Pria itu menyentuh tangan Pak sholeh yang terluka, ia mengurutnya perlahan sampai cairan hitam itu kembali keluar dan habis tak tersisa.

"Maaf saya tidak bisa membantu banyak, mungkin cuma ini yang bisa saya lakukan untuk mengurangi sedikit rasa sakit bapak "
ucapnya sambil membalut luka Pak Sholeh menggunakan kain sobekan dari bajunya yang memang terlihat Rapuh seperti sudah lama sekali baju itu melekat dikulitnya.

"Lho pak kok bajunya di sobek ?"
Sinta berteriak melihat Pria itu yang tiba-tiba merobek bajunya sendiri demi membungkus luka suaminya.

"Tidak apa, orang cuma kain kok"

"Tapi baju sampean jadi sobek begitu" Sinta mengambil tasnya dan mengeluarkan dompet dari dalam tas tersebut lalu menarik beberapa lembar uang

"Saya ini hanya seorang musafir , bagi saya apa yang melekat dalam diri saya tidaklah penting karna semua ini hanyalah titipan yang bisa hilang dan di ambil kapan saja"

"Ini Pak buat gantiin baju Bapak " Sinta meraih tangan Pria itu dan mengepalkan uang tersebut kegenggaman tangan Pria itu.

Namun dengan sangat santun Pria itu menolaknya. Ia mengatakan kalau ia tidak membutuhkan uang ataupun harta duniawi karena dia ikhlas membantu keluarga Sinta.

Pria itu bercerita bahwa Semenjak dia bertemu gurunya dia sudah melepaskan kehidupan duniawi dan memilih menjadi musafir sesuai petunjuk gurunya untuk menemukan tempat pertapaan sesuai arahan tongkatnya.

"Lantas bagaimana saya bisa menemukan sampean lagi ?"

"Jika berjodoh pasti bisa bertemu saya lagi karna langkah saya tidak ditentukan oleh saya sendiri tapi di tentukan oleh tongkat saya. Jadi saya sendiri tidak tau kemana tongkat ini akan membawa saya"

Mendengarnya Sinta sedikit sedih, wajahnya tertunduk lesu. Baru saja dia memiliki sedikit harapan untuk menyembuhkan suaminya kini harapan itu harus kembali pupus.

Meskipun Pria itu sudah mengatakan kalau dia tidak mampu memutus mata rantai Santet Pring Sedapur, setidaknya pria itu mampu mengurangi sedikit rasa sakit yang di derita suaminya.
Dan kemungkinan kecil untuk menemukannya lagi.

Setelah berpamitan dan mengucapkan Terima kasih pada Pria itu, Dengan Pasrah Sinta masuk kedalam mobil. Tak lupa juga ia mengucapkan banyak terima kasih pada Albert yang telah membantunya mempertemukan mereka hingga membuatnya tau siapa Pelaku Santet keluarganya.

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang