Penangkaran Buaya

1.4K 61 2
                                    

Nina melangkah keluar mobil dengan ragu, sesekali ia menoleh kebelakang memastikan bahwa kuntilanak dan pocong itu sudah tidak ada lagi di mobilnya. Di tariknya nafasnya pelan, kemudian nafasnya terhenti ketika ada batuan kerikil dari atas seperti sengaja dilemparkan seseorang kearahnya. Awalnya Nina mengabaikannya, namun karena bebatuan kecil itu terus melemparinya, ia memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya melihat kelangit yang kosong dan hanya di terangi separuh rembulan yang tertutup awan hitam.

Matanya kemudian menyusur kearea sekitar yang nampak sangat sunyi,senyap dan gelap. Beberapa pohon menjulang tinggi di hadapannya yang di bawah salah satu pohon itu terdapat Plakat bertuliskan Penangkaran Buaya.

Gadis itu mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya, ia mengeser layar ponselnya mencari sebuah Nama yang sudah di berikan Ratih sebelumnya. Jarinya terhenti ketika sayup-sayup ia mendengar suara tawa seorang wanita.

Deg...

Nina menahan nafasnya sesaat , bola matanya mulai berputar kekiri dan kekanan. Setelah di rasa cukup aman, dan suara itu tak lagi terdengar, ia menghembuskan nafasnya lega. Kembali ia menekan layar ponselnya , meneruskan mencari sebuah nama sampai akhirnya nama yang ia cari itu muncul. Namun jarinya kembali terhenti ketika suara tawa itu kembali terdengar, Suara tawa yang samar itu semakin jelas terdengar.

Suara itu begitu mengerikan seperti suara nenek lampir di film yang pernah ia tonton. Dada Nina berdegub hebat ketika tiba-tiba ada hembusan angin kecil masuk ke dalam telinga kirinya. Seketika bulu kuduk Nina meremang, dadanya mulai bergemuruh semakin hebat. Dengan cepat ia menekan nama yang ada di layar ponselnya.

Braak !

Ponsel Nina terjatuh setelah sebuah tepukan di pundaknya membuat ia terlonjak dan menjatuhkan ponselnya.

"Non, yang mau kepenangkaran buaya" tanya seorang pria paruh baya yang berperawakan tinggi kurus .

Nina menghela nafas dan menghembuskannya kasar, setelah jantungnya hampir di buat copot oleh suara cekikan yang dia anggap itu kuntilanak, lalu tiba-tiba datang seorang pria yang menepuk pundaknya dari belakang. Awalnya ia sempat merasa curiga kalau Pria itu bukanlah manusia, namun setelah ia melihat ke arah kaki pria itu yang menginjak tanah hatinya mulai lega.

"I-iya pak " jawab Nina sambil mengelus dadanya.

"Kenapa Non, kok kelihatannya takut banget? "Tanya pria kurus itu menelisik raut muka Nina yang sedikit pucat.

"E-engak apa-apa kok pak, mungkin belum terbiasa di tempat asing"

"Tenang non, disini aman kok. Bapak udah menjaga tempat ini puluhan tahun"

Nina mengangguk sambil melirik arloji di pergelangan tangannya , waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Itu artinya waktunya tinggal satu jam lagi untuk segera melaksanakan tugasnya dan menyelesaikannya dengan cepat agar ia bisa segera meninggalkan tempat ini.

"Iya pak, kalau begitu bisa antar saya ketempat penangkaran buayanya"

Pria kurus itu membuka gerbang besi yang tergembok mengunakan kunci yang sudah ia persiapkan sebelumnya.
Setelah pintu terbuka Pria kurus itu mempersilahkan Nina masuk. Mereka lalu menyusuri halaman penangkaran buaya yang bisa di bilang tempat itu cukup luas, disisi kanan kirinya terdapat pohon-pohon besar yang dibawahnya terdapat hamparan rerumputan yang tertata rapi. Sayangnya lampu-lampu ditempat itu di pasang temaran hingga menimbulkan kesan seram. Beberapa meter setelah berjalan pemandangannya berubah menjadi kolam-kolam besar disisi kanan dan kirinya. Suasana tempat itu nampak sepi , hanya sesekali terdengar percikan air itupun jarang sekali terdengar.

"Mungkin buaya-buaya itu tengah tertidur"pikir Nina

Pak Suadi nama Pria kurus itu sambil berjalan menuju lokasi mengajak Nina sedikit berbincang.

"Saya kira yang bakalan datang kesini itu mbak Ratih, karena beberapa waktu lalu dia yang meminta ijin kesaya datang malam ini, Ternyata yang datang Nona yang masih sangat muda hehehe"

"Iya, mbak Ratih sedang melakukan sesuatu jadi saya yang di minta untuk melakukannya "

"Iya gak apa-apa non, saya temenin. Saya cukup prihatin dengan musibah yang di alami oleh keluarga kalian"

"Iya Pak, terima kasih"

"Non gak usah khawatir selama ada saya Non pasti aman"

Nina terdiam sesaat, matanya tak henti-hentinya menyorot kesekelilingnya yang nampak gelap dan hanya di hiasi lampu-lampu kecil yang temaram.

"Kenapa tempat ini tidak di berikan lampu yang terang ?" Tanya Nina

"Itu karena mayoritas aktifitas yang di lakukan di penangkaran ini siang hari, kalau malam tutup dan hampir tidak ada kegiatan sama sekali jadi pemilik memakai lampu yang berdaya kecil untuk menghemat pengeluaran pembayaran listrik"

"Oh.."

"Saya juga sudah memindahkan buaya-buayanya kesisi kanan dan lubang buaya itu di sebelah kiri, jadi Nona tidak perlu takut buaya itu akan menghampiri karena sudah saya beri pembatas besi agar kamu bisa melakukan tugasmu dengan baik, nanti saya akan mengawasi kamu dari atas" jelas penjaga penangkaran itu.

Mendengar itu Nina merasa cukup lega karena sedari tadi yang ia khawatirkan adalah ketakutan ketika ia menancapkan Pring itu kesarang buaya lalu tiba-tiba ada buaya yang menyergapnya. Namun setelah mendengar penjelasan dari Pak Suadi, keberanian Nina mulai terkumpul, kekhawatirannya mulai hilang dengan penjelasan Pak Suadi. Jadi tidak perlu lagi ada yang di takutkan, toh penjaga penangkaran buaya itu sudah memisahkan buaya itu dari sarangnya dan ia juga berjanji menjaganya jika terjadi sesesuatu.

"Apa masih jauh tempatnya ? " Tanya Nina yang merasa kakinya sudah berjalan cukup jauh

"Ini sudah sampai,tempat perkembang biakan buaya emang berada paling belakang " jawab Pria kurus itu mengangkat jari telunjuknya mengarah lurus kedepan.

Nina tersenyum kecut, ia maju beberapa langkah kedepan. Dilihatnya ada sebuah kolam besar yang terdapat sekat besi didalamnya yang membagi antara sebuah kolam yang kosong dan penuh buaya. Para buaya itu nampak tenang tak bergerak, sepertinya mereka tengah tertidur. Nina sedikit menyunggingkan senyumnya karena ketakutannya sekarang sudah terpatahkan dengan kondisi yang ia rasa cukup aman untuk melakukan tugas dari kakaknya.

Saat ia melipat bagian ujung celananya untuk mempersiapkan diri, tiba-tiba ponsel Pria kurus itu berbunyi. Segera Pria kurus itu mengangkat ponselnya, setelah berbicara beberapa kata,mimik wajah Pria kurus itu berubah menjadi serius. Urat-urat diwajahnya mulai menegang dan ketika telepon dimatikan, ia menyampaikan permintaan maafnya karena ia harus segera kembali.

"Non, maaf ya ada sedikit masalah di rumah saya balik dulu sebentar, nanti saya balik lagi. Non, tunggu saya dulu ya " ucap Pria itu dengan nada serius

"Rumah Bapak dimana ?" Tanya Nina cemas

"Gak jauh kok non dari sini, non tunggu Bapak dulu ya sebelum masuk. Saya janji gak akan lama dan akan segera kembali"

"Memangnya ada apa Pak ?"

"Anak saya jatuh Non, gak parah sih cuma saya khawatir dan saya mau memastikan dulu kondisinya."

"Kira-kira berapa menit lagi Bapak bisa kembali kesini ?"

"Gak lama kok non, paling 30 menitan"

"Owh , iya pak kalau begitu saya akan menunggu "

Dengan pasrah akhirnya Nina menunggu sendirian di tepi kolam penangkaran buaya, namun sudah lewat 30 menit Pak Suadi belum juga muncul, waktu yang ia miliki sudah tak lama lagi karena sesuai arahan Ratih, tepat jam 24.00 bambu kuning itu harus segera di tancapkan ke sarang buaya. Ia mengenggam erat kain putih berisikan bambu kuning itu, rasa cemas mulai kembali ia rasakan ketika waktu yang ia miliki untuk melakukan tugasnya sudah tidak lama lagi, sedangkan Pak Suadi belum juga kembali.

Bersambung....

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang