Firasat Buruk

1.6K 72 8
                                    


Pak Sholeh terbangun, tenggorokannya terasa tercekat, berulang kali ia menelan ludah tetapi ia merasakan kering ditenggorokannya. Ia menoleh ke arah meja kecil di samping ranjang berharap ada segelas air, tetapi gelas itu kosong.

Pak Sholeh menggerakkan badannya, bersiap turun dari ranjang, namun sekujur tubuhnya tiba-tiba sakit hingga membuatnya meringis. Dengan perlahan disandarkan kepalanya di sandaran dipan.

"Apa yang terjadi padaku?" gumam Pak Sholeh sembari berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

Pak Sholeh mengusap kepalanya, ia mengernyitkan dahinya ketika indra penciumannya mencium bau wangi kemenyan. Namun, rasa haus sekaligus sakit di tenggorokannya membuatnya harus beranjak mencari air.

Pak Sholeh melangkah keluar kamar, tetapi baru beberapa langkah, pemandangan begitu menyayat hati terpampang jelas.

"Astagfurulllah...!" jerit Pak Sholeh seakan melihat bayangan Adi mengerang kesakitan.

Sinta, Ratih dan Paklik Leman yang serius mengobrol diruang tamu yang mendengar jeritan Pak Sholeh langsung menoleh ke belakang dan beranjak menghampiri Pak Sholeh

"Ada apa pak ?!" tanya Sinta panik

"Bu, kita harus segera pulang firasat Bapak gak enak tentang Adi " keluh Pak Sholeh panik.

"Tenang Pak, ini minum dulu?" Paklik Leman menyodorkan segelas air putih

Dengan cepat Pak Sholeh meminum air itu dan bersiap pergi ke luar rumah, tetapi kakinya berhenti ketika ia tidak melihat mobilnya. Ia mencoba mencari tetapi tetap tidak menemukan mobilnya yang terparkir di halaman rumah Paklik Leman.

"Pak ada apa ?" Tanya Sinta sekali lagi

"Firasat Bapak gak enak bu, kita harus segera pulang, dimana mobilnya ?"

"Mas Bayu masih mengantar mbak Nur kedokter dia terkena racun jelatang" jawab Sinta sembari menuntun suaminya untuk duduk.

"Pak tenang dulu, lalu ceritakan apa yang Bapak alami "ucap Ratih mengelus lengan Bapaknya.

Pak Sholeh menghela nafas dengan berat.

"Tadi Bapak sekilas melihat bayangan Adi mengerang kesakitan. Bapak takut terjadi sesuatu dengan Adi" jelas Pak Sholeh sedih.

Paklik Leman menggeleng, lalu mulutnya terlihat komat kamit melihat keadaan Pak Sholeh. Keringat mulai mengalir di sudut pelipisnya.

"Rupanya orang ini sudah tau kalian ingin melawannya, jadi mereka mulai bertindak secara ekstrim!" jelas Paklik Leman dengan napas memburu.

Sinta membekap mulutnya, hampir tak kuasa menahan amarah dan kesedihannya.

Pak Sholeh kembali berteriak, memberi perintah agar istrinya segera menelpon Bayu untuk segera kembali dan pulang.

Sinta memejamkan matanya, menggigit bibirnya ketika merasakan sakit di hatinya mulai menjalar keseluruh tubuhnya. (Kenapa...? Kenapa orang itu begitu tega terhadap keluarganya, jika dia yang bersalah kenapa tidak ia lampiasakan saja kepada dirinya sendiri tanpa perlu melibatkan anggota keluarganya )

"Tenang Pak , disini saya akan membantu mengobati luka Bapak dulu karna menurut pandangan saya orang itu telah menaburkan sesuatu di halaman rumah Bapak dan secara tidak sengaja Bapak telah menginjaknya. Mungkin saat ini Bapak masih belum merasakan apapun karna efeknya masih belum kelihatan dan masih berproses. Tapi setelah mendapat celah maka efeknya akan dengan cepat Bapak rasakan" ucap Paklik Leman serius

"Saya tidak peduli, saat ini yang saya pedulikan adalah anak saya. Secepatnya saya harus kembali untuk memastikan kondisinya"

"Memang saat ini anak Bapak sedang dalam bahaya dan kemungkinan kecil untuk menyelamatkanya...tapi Bapak masih memiliki kemungkinan cukup besar untuk di selamatkan sebelum efek teluh itu bereaksi"

Sinta berusaha menahan emosinya sekuat tenaga .Ketakutan Sinta tersirat di wajah yang kini terlihat pucat, ia terdiam dan tampak berpikir. Tatapannya tertuju pada Paklik Leman.

"Sembuhkan suami saya Paklik."

Paklik Leman tersenyum. Ia juga memikirkan cara untuk menangkal santet pring sedapur. Kening laki-laki berusia 70 tahun itu nampak mengkerut, matanya tertuju pada Pak Sholeh.

"Untuk mengeluarkan teluh yang sudah masuk paling tidak saya butuh waktu minimal 3 hari untuk mengeluarkan teluh itu sampai bersih karna semalam saya sudah mengecek kondisi Bapak dan teluh ini sangat berbahaya, tapi saat ini pikiran Pak Sholeh sangat kacau "

Jantung Pak Sholeh berdetak kencang ketika mendengar ucapan Paklik Leman . Ia sudah tidak peduli lagi dengan dirinya , lagi pula ia juga tidak percaya dengan hal begituan, yang ia pedulikan saat ini adalah segera bertemu dengan Adi . Meskipun Pak Sholeh selalu nampak acuh terhadap keluarganya tetapi sebetulnya ia sangat menyayangi anak-anaknya. Bahkan apapun yang di inginkan anaknya, Pak Sholeh selalu berusaha untuk memenuhinya.

Sementara Sinta menahan tangis, pikirannya berkecamuk antara firasat buruk suaminya atau kesehatan suaminya.

"Bagaimana ?saya sudah berusaha melakukan yang terbaik " ucap Paklik Leman dengan suara parau.

"Apakah kecelakaan yang di alami Adi ada sangkut pautnya dengan Santet Pring Sedapur ?" Tanya sinta sesaat dengan suara di tekan.

Paklik Leman hanya mengangguk.

Sinta sudah tidak kuasa menahan air matanya yang kian mengalir deras. Ia berhambur memeluk Pak Sholeh.

"Maafkan aku Pak, gara-gara aku keluarga kita jadi begini"

"Udah Bu, gak usah begini , ini semua sudah takdir . Tapi kita harus segera pulang "

"Tapi pengobatan Bapak belum selesai "

"Bapak gak kenapa-kenapa, yang terpenting saat ini Bapak ingin melihat Adi"

"Bapak tenang dulu, kalau Adi kenapa-kenapa pasti Bella menghubungi kita. Lebih baik Bapak berobat dulu sebelum terlambat"

"Sudahlah Bu, Ibu lihat sendiri Bapak gak kenapa-kenapa apa yang perlu di obati"

"Bukankah Paklik udah bilang kalau saat ini efeknya belum terlihat"

"Nanti kalau sudah terlihat kita kesini lagi, yang penting sekarang Bapak mau pulang"

"Tapi kalau menunggu efek teluh terlihat itu akan terlambat dan akan sedikit sulit dalam proses penyembuhannya" Sahut Paklik Leman.

"Saya tidak peduli, pokoknya saya mau pulang sekarang juga. Cepat hubungi Bayu suruh segera kembali."

Mereka membujuk beberapa kali supaya pak sholeh melakukan pengobatan dulu karna mereka sudah jauh-jauh datang ke rumah Paklik Leman dan sangat disayangkan jika pak Sholeh yang sudah jauh-jauh datang menolak melakukan pembersihan terhadap dirinya yang sudah terkena teluh, hanya saja Pak Sholeh tetap bersikukuh untuk segera pulang. Ia sangat khawatir dengan kondisi Adi dan ingin segera memastikan sendiri kondisinya.

Pada akhirnya mereka semuapun menyerah dan tak lama setelah itu Mbk Nur berserta suami dan supirnya kembali. Merekapun dengan segera kembali ke kota dan berencana setelah mengantar mbak Nur ke rumah, mereka akan langsung menuju rumah sakit.

Dalam perjalanan pulang, beberapa kali Sinta menghubungi Bella namun nomer Bella sulit untuk di hubungi. Ia pun mencoba menelpon nomer Adi dan hasilnya sama saja. Kali ini ia menelpon besan nya yang menemani Bella di Rumah Sakit dan benar saja sebuah kabar yang tidak mengenakkan menghancurkan hatinya.

Perlahan airmata mulai menetes di sudut matanya, ia diam mematung tanpa mengeluarkan suara atau gerakan apapun, hanya air mata yang terus menetes di sudut matanya yang semakin lama semakin deras.
Beberapa orang yang berada di dalam mobil terus menguncangkan tubuh Sinta, namun Sinta masih tidak bergeming dan hanya terus meneteskan air mata.














Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang