Kecelakaan

1.7K 76 3
                                    

Adi mulai kehilangan kendali , ia menabrak pembatas jalan . Namun ia masih berusaha membanting setir supaya tidak menabrak pohon Besar pinggir jalan, namun karna kecepatan mobilnya yang lumayan tinggi ia hanya mampu sedikit menghidari pohon besar itu.

BRAAAKKKK...!!!

Seperempat badan mobilnya menabrak pohon besar di pinggir jalan hingga mengeluarkan percikan api ditengah kegelapan. Tubuh Adi tepental kedepan hingga kepalanya menubruk setir dengan keras. Sampai mengeluarkan darah segar dari kedua lubang hidungnya. Sialnya airbag tidak berfungsi.

Mobilnya bahkan terus melaju hingga masuk kedalam sungai. Adi menjerit ketakutan, ia sudah tidak bisa melakukan apa apa lagi karna tubuhnya sudah terpontang panting didalam mobil. Kepalanya bahkan berkali kali membentur bagian dalam mobilnya dengan sangat keras hingga membuat telinganya berdengung dan tidak bisa mendengarkan apapun.

Perlahan pengelihatannyapun mulai buram dan ia mulai kehilangan kesadarannya.
.
.
.
.

*****

"Aaah...!"
Ratih tersentak kaget dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal.

"Huft !" desahnya sesaat.

"Kenapa aku mimpi buruk lagi, kenapa perasaanku jadi tidak enak begini" gumamnya

Wajah dan lehernya basah oleh keringat. Ratih menyeka air keringat yang membanjiri keningnya. Sesekali ia mengelus dadanya menenangkan dirinya sendiri.

Kemudian samar-samar ia seperti melihat bayangan Adi kakaknya di ujung pintu.

"Mas, !" Panggil Ratih, namun bayangan itu malah menghilang.

Ratih mengucek kedua matanya untuk memastikan apa yang ia lihat tadi, tapi bayangan itu kini justru berubah menjadi bayangan sosok kakek tua bersorban yang selalu hadir dalam mimpinya.

Ratih mengangkat dagunya sambil memijat pelipisnya binggung karna bayangan kakek tua itu hanya muncul beberapa detik saja kemudian menghilang.
Tiba-tiba Ratih merasakan bau amis darah mengalir dari hidungnya.

"Kenapa aku tiba-tiba mimisan ?" Ucapnya sambil menyeka cairan itu. Namun tiba-tiba matanya terbuntang.
Sesosok makhluk tinggi besar dengan badan dipenuhi bulu serta mata merah penuh darah terkekeh dihadapannya.

"Hehe .." makhluk itu terkekeh.

"Sialan!" Umpat Ratih gemetar.

Makhluk itu melotot tajam dengan sorot mata merah menyala. Sebelah tangannya memegang sebuah buntelan yang berlumuran darah.

"Aaaaaaaaa ... !!!" Ratih berteriak. Mimisannya sudah tidak lagi ia perdulikan.

"Hihihi ..." tawa Makhluk itu seperti mengejek

Ratih semakin panik. Otaknya seperti buntu. Tak ada satu cara pun yang hinggap dalam benaknya. Ia tidak tahu cara mengusir makhluk itu.

Namun bagaimanapun juga ia harus mencoba menaklukkan rasa takutnya. Kaki dan tangannya terasa mati rasa, susah untuk digerakkan. Namun ia paksakan dengan tangan bergetar, takut kalut tak karuan.

Makhluk itu masih menyeringai di hadapan Ratih. Lalu berkeliling  di kamarnya dengan membawa sebuah buntelan yang terus meneteskan cairan.

Cepat-cepat Ratih langsung mengambil benda pemberian Pria musafir itu. Dengan tangan bergetar hebat ia membuka balutan kain yang membukus sebuah benda kuningan bertuliskan huruf-huruf arab yang sama sekali tidak ia mengerti hingga membentang seperti penggaris.

Anehnya setelah semua gulungan benda itu terbuka, huruf-huruf arab itu seperti mengeluarkan cahaya berwarna kuning keemasan yang membuat makhluk mengerikan itu berteriak kesakitan lalu menghilang.

Ratih menghela nafas lega, ia menggigit bibirnya dengan cemas. Meski makhluk itu sudah pergi tapi sepintas bayangan Adi yang muncul tadi membuat perasaanya cemas. Ia merasa khawatir dengan kondisi kakaknya. Tanpa pikir panjang ia menampar wajahnya dengan keras.

"Apa yang aku pikirkan, Mas Adi pasti baik-baik saja"

Baru saja dia mencoba berfikir positif tiba-tiba ibunya menelponnya dengan suara jeritan tangis yang mengabarkan kalau Adi mengalami sebuah kecelakaan.

Bergegas Ratih beranjak dari tempat tidurnya dan memacu kendaraanya dengan cepat menuju lokasi  yang di tunjukkan ibunya dimana Adi kakaknya mengalami sebuah insiden kecelakaan.

Suara sirine ambulance datang ke TKP, disana sudah ada beberapa mobil polisi yang terparkir.
Sinta tak hentinya menangis, apalagi istri Adi yang sampai jatuh pingsan berkali-kali.

Salah seorang petugas membantu Bella yang lemas tak kuasa melihat kondisi suaminya yang tak berdaya untuk berdiri dan menemani Suaminya masuk ke dalam mobil ambulan,di ikuti oleh Sinta yang langsung masuk ke dalam mobilnya dan mengikuti mobil ambulan dari belakang.

Awalnya Sinta mengajak Ratih untuk ikut masuk ke dalam mobilnya , tapi Ratih binggung mau menitipkan motornya dimana. Jadi dia lebih memilih menyusul ke Rumah Sakit menggunakan Sepeda motornya sendiri.

Mobil ambulan yang membawa Adi pun melesat begitu cepat di iringi suara sirine yang khas menuju ke Rumah Sakit terdekat. Sinta langsung mendekap erat tubuh Bella ketika petugas rumah sakit mendorong tubuh Adi masuk kedalam ruang IGD.

Setelah beberapa saat menunggu ,Dokter yang menangani Adi keluar dan menyarankan untuk membawa Adi ke Rumah Sakit yang lebih besar mengingat kondisi Adi bisa di bilang cukup parah .
Tangisan Bella pun kembali pecah ketika Dokter mengatakan keseriusan luka yang di alami Adi.

"Udah jangan nangis terus?" Ucap Sinta mencoba menenangkan menantunya padahal dirinya sendiri juga hancur melihat anak lelaki satu-satunya mengalami kejadian kecelakaan yang tragis.

"Kenapa ini terjadi sama mas Adi bu ?" Tangis Bella memeluk erat tubuh Sinta.

"Saat ini kita hanya bisa berdoa yang terbaik supaya Adi diberi kekuatan dan bertahan dari rasa sakitnya"  ucap Sinta lirih

Meskipun sebenarnya Sinta juga tak kuat menahan air matanya, dalam hatinya ia benar-benar tak rela jika terjadi sesuatu yang buruk pada Adi . Sinta benar-benar tak dapat membayangkan jika dia harus kehilangan anak laki-lakinya .

Sinta pun kembali mengingat ucapan terakhir Adi sebelum ia pamit pulang. Ia pun mulai berfikir tentang ucapan Adi sebelumnya yang meminta dirinya untuk segera mencari dukun yang bisa menangkal Santet Pring Sedapur karna dia merasa sedang dalam incaran target selanjutnya.

"Apakah kecelakaan yang di alami Adi ada sangkut pautnya dengan Santet Pring Sedapur ?" Pikir Sinta.

Dukanya bahkan belum hilang sepenuhnya setelah kematian ibunya, kini Anak laki-laki satu-satunya yang ia miliki harus mengalami kejadian tragis yang sedang bertaruh nyawa antara hidup dan mati. Entah cobaan apalagi yang harus ia alami.

Setelah menunggu beberapa saat dan menandatangi beberapa berkas, Dokterpun memberikan surat rujukan ke  Rumah sakit yang lebih besar karna kurangnya fasilitas serta alat medis yang ada di Rumah Sakit ini.

Segera Sinta menghubungi Ratih dan memberitahukan untuk menuju ke Rumah sakit rujukan dari dokter saja karna Adi akan segera di pindahkan kesana.

.
.
.

Ratih melihat ke jalanan yang begitu sepi...gelap dan sunyi karna memang waktu masih menunjukkan jam 02:30 dini hari. Hanya sesekali terdengar suara jangkrik dari kejauhan, yang membuat suasana semakin mencekam.

Saat ini ia sudah tidak bisa lagi memikirkan ketakutanya, baginya mengetahui kondisi kakaknya baik-baik saja adalah satu-satunya yang ada di otaknya. Ia pun membelah jalanan yang nampak sepi itu sendirian.

Memacu motornya dengan kecepatan di atas rata-rata sambil tak henti-hentinya ia berdoa agar kakaknya baik-baik saja.







Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang