Perjalanan melawan Santet

1.4K 66 0
                                    

Ratih menekan benda pemberian Ki Pamungkas itu dengan ibu jarinya, ia sesekali melirik Sinta yang kesakitan. Urat-urat kebiruan muncul di wajahnya yang pucat.

"Bu, sadar...ingat Tuhan! Lawan makhluk jahat itu!" teriaknya.

Sinta jatuh ke lantai, bersamaan dengan munculnya sosok mengerikan dengan pakaian yang sangat kotor. Wajahnya seperti sudah lama terendam air. Bengak kebiruan,Benyek, dan mengeluarkan cairan kekuningan berbau busuk. Bibirnya terbuka, ia seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun Ratih dengan cepat melemparkan segenggam bubuk berwarna kehitaman yang beraroma wangi dari dalam bungkusan kecil yang ia siapkan sejak tadi. Sosok itu lenyap seolah hilang bersama hembusan angin.

"Bu? Ibu, sadarlah." pinta Ratih menepuk pelan pipi ibunya.

Nina yang mendengar suara berisik menghampiri mereka dan mendapati Ibunya terkulai lemas di lantai. Nina mengangkat kepala ibunya lalu menaruhnya di atas pahanya.

"Bu...bangun...!"

"Ergh--"

Sinta yang terlihat mulai sadar melirik kedua anaknya. Kedua anak itupun merasa lega ketika ibunya sudah mulai membuka mata.

"A-ah, ada hantuu ... makhluk itu benar-benar mengerikan."ucap Sinta lirih ketika mendapatkan kesadarannya.

"Iya, aku tau. Makhluk itu sudah pergi." jawab Ratih

Sinta mencoba bangkit, ia memegang kepalanya yang terasa pusing. Nina membantu memapahnya lalu merebahkan tubuh ibunya di samping Nana.

"Ibu, tetaplah berada di kamar malam ini apapun yang terjadi dan apapun yang ibu dengar jangan keluar kamar"jelas Ratih

Ratih lekas membuka pintu kamar saat ibunya mengangguk dan berjalan keluar kamar. Nina mengikuti Ratih dari belakang dengan mimik wajah cemas. Kedua kakak betadik itu bergegas menuju ke luar rumah, tempat dimana mobil mereka terparkir di halaman depan. Setelah memastikan Sinta dan Nana aman di dalam kamar. Ratih langsung membantu Nina memasukkan tas berisikan Pring kuning kedalam mobil.

Ratih mengenggam kunci mobil lalu menyerahkannya kepada Nina

"Berhati-hatilah..."ucap Ratih berbalik.

Tak mau membuang waktu Nina segera menutup pintu mobil. Ketika pintu hampir tertutup rapat, sebuah tangan keriput dan tampak setengah hangus muncul dan menahan gerakannya. Nina terkejut bukan main hingga terjungkal ke bangku samping. Meski begitu, Nina tak melepaskan genggaman tangannya dari handle pintu mobil.

"Astaghfirullah Haladzim!" pekiknya.

Mendengar teriakan Nina membuat Ratih yang baru mau masuk kedalam rumah kaget. Ia segera berbalik mendekati Nina. Barulah ia menyadari ada gangguan kecil yang menghalangi Nina.

"Siaalan..!" umpat Ratih.

Ia meraih jemari hitam itu, kemudian menekuknya kebelakang hingga makhluk yang menyerupai nenek-nenek dengan wajah membusuk itu menjerit kesakitan. Segera Ratih menutup pintu mobil dengan keras. Tak peduli dengan teriakan makhluk gaib itu yang bertujuan menghambat Nina.

"Cepat, pergilah!"

Nina segera menstater mobilnya, meskipun tubuhnya bergetar hebat tapi ia memilih mengikuti perintah kakaknya untuk pergi melaksanakan tugasnya . Nina tak yakin kalau gangguan ini akan berhenti cukup sampai disini, ia yakin pasti akan ada gangguan lain nantinya.

Bukan hanya makhluk tak kasat mata, namun para buaya di penangkaran buaya juga mungkin akan jadi penganggunya.

Perjalanan menuju penangkaran buaya tak memakan waktu lama, hanya  satu jam setengah. Namun ia yakin, ini tidak akan mudah karena gangguan-gangguan itu pasti akan datang kembali.

"Semoga semua akan baik-baik saja?" Gumam Nina sambil menyelipkan beberapa helai rambut ketelinganya.

Nina melirik ke arah spion belakang, Betapa terkejutnya ia ketika menyadari ada dua sosok yang begitu menyeramkan. Sesosok kuntilanak dan sesosok pocong duduk di belakangnya dan sedang memperhatikannya. Seketika tubuhnya seperti kaku, dadanya bergemuruh hebat, pikirannya berkecamuk antara berhenti atau terus melanjutkan perjalanannya.

"Apapun yang terjadi, tetaplah ingat pada Allah. Minta pertolongan, pastikan dirimu kuat, kami semua  membutuhkan bantuanmu untuk mengakhiri tragedi keluarga ini" seketika ucapan Ratih sebelumnya terngiang di telinganya.

Nina menghela napas, ia melirik ke belakang dan kedepan dengan berusaha tetap tenang mengendalikan kemudinya sambil tak henti-hentinya ia membaca doa sebisa yang dia ingat.

Salah satu makhluk itu lalu menyeringai membuat tubuh Nina semakin bergetar hebat ketika tangan kuntilanak itu mulai menyentuh bahunya dengan kuku kuku panjangnya yang berwarna hitam.

"Ke-kenapa ka-lian mengangguku?" Tanya Nina bergetar tanpa berani melihat jemari kuntilanak yang sudah berada di atas bahu kirinya.

"Hihihihi....hihihihi....!!"

Kuntilanak itu tertawa hebat menjawab pertanyaan Nina.

"Hihihihi....hihihihi....!!"

Kuntilanak itu terus tertawa di belakang Nina hingga memekakan telinganya. Tubuh Nina semakin gemetar namun ia tetap berusaha fokus ke jalan.

"Ya allah, tolong lindungi aku" batin Nina tiada henti ketika kuntilanak itu terus tertawa cekikikan di belakang kemudinya.

"Hihihihi...hihihi...!"

Udara di dalam mobil terasa panas sekalipun pendingin telah menyala. Suara tawa kuntilanak itu terus memacu jantung Nina hingga tubuhnya terasa panas dingin.

"Ya allah, tolong lindungi aku" gumam Nina ketika salah satu kuku kuntilanak itu mulai menusuk kulitnya. Hal itu membuat Nina sedikit melirik ke belakang dan betapa terkejutnya ia ketika wajahnya tiba-tiba berhadapan persis dengan Pocong yang berada di belakangnya.

Wajah pocong itu berwarna kehitaman seperti mayat yang hampir membusuk dengan banyak lendir di bagian wajahnya, serta kedua bola matanya hampir terlepas dari kelopak matanya. Mulut pocong itu terus mengeluarkan darah segar hingga mengotori kain pocongnya yang sudah berwarna kecoklatan.

Seketika Nina berteriak histeris, membuat ia kehilangan kendali dan tanpa sadar ia menerobos pembatas jalan ,untungnya ia masih bisa menginjak rem ketika mobilnya hampir menabrak tiang lampu jalanan.

.
.
.
.
.

*****

Di tengah tidur lelapnya tiba-tiba Nana terbangun, ia merasa gatal di sekujur tubuhnya. Entah kenapa tiba-tiba ingin sekali rasanya ia melihat bantal yang ia gunakan untuk alas tidur kepalanya. Di angkatnya bantal itu dan seketika ia berteriak.

"Aaaaaaaaakkh....!!" Teriak Nana membangunkan Sinta yang tidur di sebelahnya.

Segera Sinta menyalakan lampu kamar, dengan panik ia bertanya pada Nana tentang apa yang terjadi.

"Ada belatung bu...lihaat ada banyak sekali belatung disini !" Ucap Nana histeris disertai tangis ketakutan.

Sinta menyibak bantal Nana,namun ia tidak mendapati apapun dibawah sana. Bantal itu masih bersih karena memang baru tadi pagi ia menganti sprai berserta sarung bantalnya.

"Mana ? Tidak ada apa-apa ?" Tanya Sinta tak mengerti , namun Nana masih saja histeris. Ia terus berkata sambil menunjuk ke arah tempat tidurnya bahwa di situ banyak sekali belatung.

" liat itu bu, di bawah situ banyak sekali belatungnya"

"Tadi pagi baru ibu ganti sprai dan sarung bantalnya , semua masih bersih"

"Liat itu bu,apa ibu tidak melihatnya belatung itu begitu banyak"

Sinta melonggo, ia menajamkan pandangannya memperhatikan tempat tidur Nana dan ia masih tidak mendapati apa-apa.

Bersambung....

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang