Perang ghaib

1.3K 66 5
                                    

Waktu sudah hampir jam Dua belas malam, Ratih sudah mulai bersiap berperang melawan santet pring sedapur di dalam kamarnya. Berbagai ritual serta mantra telah ia panjatkan, tak luput juga ia mengambar simbol rajah untuk melindunginya dari serangan luar yang mungkin energi yang nantinya ia keluarkan bisa menarik makhluk astral lainnya.

Kira-kira kurang lebih 15 menit Ratih bermeditasi, sebuah serangan mulai di luncurkan ke arahnya. Sebuah hantaman keras mengenai punggungnya. Ratih meringis menahan sakit, tetapi rasa sakit di punggungnya tidak dipedulikan ,justru ia tetap harus fokus dalam mengatur energi spiritualnya untuk mengumpulkan kekuatanya menyerang balik serangan tak kasat mata itu.

Ia tidak menyangka kalau peperangan ini akan terjadi lebih awal. Sesosok makhluk tinggi besar muncul di hadapannya, matanya merah menyalah penuh kemarahan. Aroma makhluk itu sangat bau dan tubuhnya di penuhi rambut , ada dua taring panjang yang mencuat dari kedua sisi mulutnya yang tertutup rapat. Ujung jarinya di tumbuhi kuku hitam yang panjangnya sekitar 30 cm itu mengepal keras, kemudian dengan cepat tangan itu terangkat dan mendorong Ratih dengan keras hingga ia jatuh tersungkur.

Ratih beringsut mengambil benda pemberian Ki Pamungkas yang terlepas dari genggamannya, tetapi dengan sigap Makhluk itu menendang benda tersebut hingga terlempar menjauh.

"Aarrggh...!" Ratih merintih kesakitan namun ia mencoba untuk bangkit.

Makhluk itu murka melihat Ratih yang  kesakitan masih bertahan . Makhluk itu lalu membuka mulutnya lebar hingga puluhan kelabang dan kalajengking berhamburan keluar dari dalam mulutnya. Kedua hewan beracun itu merayap hendak menyerang Ratih.

"Astagfirullahaladzim!" seru Ratih ketika melihat Makhluk itu mengeluarkan serangga beracun yang sangat banyak.

Ratih menghindar dari hewan-hewan beracun itu, lalu membaca doa yang diajarkan Eyang Brojo untuk membinasakan makhluk gaib dalam bentuk kelabang dan kalajengking.

Seketika hewan-hewan beracun itu bergelimpangan di lantai, bau busuk menyengat memenuhi ruangan. Puluhan kelabang dan kalajengking itu menghilang entah kemana. Melihat Ratih mengalahkan binatang beracun miliknya, Amarah Makhluk itu semakin membuncah melihat piaraannya binasa. Ia melebarkan matanya hingga sebesar bola kasti, perlahan bola matanya mengeluarkan cahaya api dan menyerang Ratih.

"Arghhh!" Ratih menjerit ketika kakinya melepuh terkena api dari kobaran bola mata makhluk itu, tetapi ia tidak gentar menghadapi makhluk gaib yang tubuhnya 5 atau 10 kali lipat lebih besar dari tubuhnya.

Hati Ratih sedikit bergetar,ia berharap Nina segera melakukan tugasnya untuk melemahkan kekuatan penyerangnya. Makhluk itu terlalu kuat untuk ia hadapi. Ia merasakan sakit yang luar biasa di bakar oleh bola mata api makhluk itu,namun Ratih tetap gigih bertahan dengan terus merapalkan mantra.

Karena Ratih terus berupaya mempertahankan diri, makhluk itu lalu menyemburkan sesuatu dari dalam mulutnya. Tubuh Ratih membentur dinding ketika menghindari serangan air liur berwarna hitam kehijauan yang disemburkan Makhluk itu.

"Aarrgh...!" pekik Ratih.

Teriakkan kesakitan Ratih membuat makhluk itu tertawa terbahak-bahak .

"Hahhahahaha...dengan kemampuanmu, kau berharap bisa mengalahkanku hahahhah....!"

Ia semakin menyemburkan ludahnya yang berbau busuk. Kali ini Ratih tidak mau lagi menghindar tapi memilih melawannya. Berbekal sebuah keris pemberian Eyang Brojo ia mengoyang-goyangkan keris itu semakin maju ke depan dan dengan gerakan yang membabi buta Ratih menyerang makhluk itu hingga melukai lengan kanan makhluk itu. Darah hitam mengucur dari sabetan keris Ratih.

"Arrgghh, sialan kau bocah "

Makhluk itu mengeram, tangan kirinya lalu membuat sebuah gerakan dan seketika datanglah sesosok pocong berkain kafan hitam dengan lidah yang menjulur panjang sampai ke lantai. Bau pocong itu tidak kalah busuk dari Mahluk itu bahkan jauh lebih busuk. Wajahnya hitam pekat seperti mayat yang terbakar, salah satu bola matanya bahkan keluar dari rongga matanya.  Seketika lidah panjang pocong itu melilit tubuh Ratih.

Wanita berusia 25 tahun itu meronta, menggerakkan badannya, tetapi lidah sosok pocong semakin erat melilit.
Ratih tidak putus asa, dalam hatinya terus berdoa memohon pertolongan Allah dari jeratan makhluk gaib yang akan membunuhnya dan berharap Nina segera menancapkan bambu kuning di lubang buaya untuk menekan kekuatan makhluk-makhluk kiriman santet ini.

"Nina...ayo cepatlah " Rintih Ratih dalam hatinya ketika dadanya terasa semakin sesak

.
.
.
.
.

Nina nampak cemas menunggu Pak Suadi yang tak kunjung datang. Waktunya sudah tak lama lagi, namun Pak Suadi belum menunjukkan batang hidungnya. Setelah beberapa kali mencoba menelpon Pak Suadi yang sama sekali tidak ada jawaban, Nina memutuskan untuk segera turun tanpa menunggu lagi Pak Suadi. Perlahan ia membuka kain putih pembungkus Bambu kuning yang sudah di rajah.

Hati Nina sedikit menciut ketika melihat kedalaman kolam, terlebih di sebelah kanannya terdapat puluhan buaya . Meskipun buaya-buaya itu telah di berikan pembatas namun tetap saja ia merasa khawatir. Ia menarik nafasnya dengan berat,

"Apa yang aku pikirkan, aku harus secepatnya menancapkan bambu ini sebelum terlambat. Toh, buaya-buaya itu sudah di pisahkan dan di beri pembatas,tidak mungkin dia bisa menerkamku" pekiknya meyakinkan dirinya sendiri

Perlahan ia pun menuruni tangga menuju kedasar kolam, ia turun dengan pencahayaan yang sangat minim dan di dasar kolam malah semakin nampak gelap. Ketika ia mengambil ponselnya untuk menyalakan flash guna menerangi penglihatannya, ada salah satu buaya yang tiba-tiba mengerakkan tubuhnya dengan sangat keras hingga membuat Nina terkejut dan menjatuhkan ponselnya.

"Aish, sial !" Umpat Nina kesal.

Ia segera merunduk mencari ponselnya yang terjatuh, namun tiba-tiba penglihatannya menangkap sebuah sosok bergaun putih yang sangat mengerikan. Sosok itu berdiri tegak di hadapannya, kakinya sedikit melayang namun diam tak bergerak. Nina mulai gemetar ketika pandangannya menyusur kebagian kepala sosok itu. Kepala wanita itu hancur seperti terkena hantaman benda yang sangat keras, hingga merusak sebagian wajahnya. Salah satu matanya bahkan tidak ada dan satunya hampir terlepas. Darah segar terus menetes dari luka wanita itu.  Mukanya benar-benar hancur parah dan ia memiliki rambut yang sangat panjang entah berapa meter panjang rambutnya sampai tertumpuk di atas tanah.

Dengan detak jantung yang semakin bergemuruh hebat, Nina mencoba membaca ayat kursi untuk menyingkirkan sosok itu. Namun sosok itu tak bergeming, ia tetap berdiri tegak di hadapannya.

"A-a..aku tidak menganggumu, a-aku mohon jangan ga-ganggu aku..."pinta Nina memohon dengan suara gemetar

Sosok itu masih tetap diam tak bergerak ataupun mengeluarkan suara.   Sosok itu hanya berdiri tegak dihadapannya dengan terus menatapnya. Meskipun Nina benar-benar ketakutan tapi ia akhirnya memilih tak memperdulikannya, ia harus segera menemukan ponselnya. Tangannya pun kembali meraba-raba kedasar kolam yang becek sambil matanya terus mengawasi sosok itu.

"Aaaaaaaaa.......!!!!"

Nina berteriak histeris ketika tangannya menangkap sesuatu, dan ketika ia melihat benda yang tertangkap tangannya adalah salah satu bola mata sosok itu yang hilang. Nina menjerit ketakutan sampai membuatnya jatuh kebelakang .

"Hiks..."

Air mata mulai membasahi pipinya, dia benar-benar merasa sangat takut dan mengharapkan sebuah pertolongan. Namun siapa yang akan menolongnya, saat ini dia benar-benar sendirian. Tidak ada siapapun di tempat ini selain dirinya sendiri. Kemana Pak Suadi pergi ? Kenapa ia tidak segera kembali ?.

Bersambung....

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang